"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Sabtu, 22 Oktober 2016

Tips Punya Keluarga Yang Sakinah Bahagia

Biasanya sesuatu yang ideal tidak mudah untuk diraih, meskipun bisa. Tetapi hanya beberapa persen di antara mereka yang dapat berhasil. Keluarga bahagia “sakinah mawaddah wa rahmah”  yang tercantum di dalam Alqur’an adalah sesuatu yang ideal, maka untuk menuju mahkota kebahagiaan seperti yang diidamkan Alqur’an diperlukan perjuangan yang tidak mudah. Rasulullah memberikan konsep atau rambu-rambu tentang keluarga sakinah melalui hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, beliau  bersabda : “Ada empat hal yang menjadikan seseorang bahagia, yaitu : istrinya shalihah, anak-anaknya baik, pergaulannya dengan orang-orang  baik dan rizkinya dari daerahnya sendiri.” (HR. Al-Dailamy)

Pertama, istri yang shalihah. Betapa sangat bahagia seseorang mempunyai istri shalihah. Sebab dia wanita yang jika dipandang menyenangkan, jika bicara menyejukkan dan jika diperintah patuh dan taat kepada suaminya. Peran istri sangat luar biasa berat, sehingga jika tidak shalihah amburadul dan berantakan keluarga itu. Rasulullah menggambarkan bahwa syorga ada di bawah telapak kaki ibu. Itu artinya, istri (ibunya anak-anak) yang menjadikan mereka calon-calon penghuni syorga atau sebaliknya.

Istri shalihah mengasuh dan mendidik anaknya dengan baik, halus, sopan, dan penuh tanggung jawab, terutama di usia balita (1 – 5 tahun). Menurut para ahli psikologi, bahwa anak pada usia 1 – 5 tahun adalah masa pembentukan jiwa. Sehingga kalau pada usia balita, anak diperlakukan baik, anak akan tumbuh dan berkembang dengan kesehatan mental yang baik. Begitu juga sebaliknya. Di usia berikutnya (di atas usia balta), sudah kurang berpengaruh maksimal bagi perkembangan pembentukan mental anak. Oleh karena itu pada usia balita anak harus difokuskan betul pada pengasuhan, bimbingan dan pembinaan serta perlakuan yang baik penuh kasih sayang, jangan sampai disia-siakan atau dibiarkan apalagi diperlakukan buruk, dibentak, dimarahi, dicubit atau dipukul.

Menjadi keprihatinan kita bersama kalau masyarakat kita masih rendah tingkat pendidikannya dan budaya kita yang diwariskan dari nenek moyang kita kurang kondusif bagi perkembangan pembentukan mental anak yang sehat. Mereka yang berpendidikan tinggi saja belum tentu dapat mengasuh dan membimbing anak dengan baik. Ditambah semakin banyaknya wanita buruk, kurang bermoral dan jauh dari nilai-nilai agama dalam masyarakat kita. Belum lagi semakin derasnya perkawinan yang dilakukan pada usia dini.  Tentu mereka belum siap menjadi ibunya anak-anak tetapi dipaksa untuk mengasuh dan membimbing. Lalu apa jadinya generasi penerus bangsa kita. Kalau sudah rusak, susah memperbaikinya. Ibarat mobil, tentu merawat lebih mudah daripada memperbaikinya. Karena merawat cukup mengganti oli dan membersihkan onderdil secaara periodik, sementara memperbaiki mobil  harus mengganti beberapa komponen mobil yang rusak, yang terkadang juga belum tentu cocok. Sama halnya dengan kesehatan yang kita miliki, tentu menjaga kesehatan lebih mudah daripada mengobatinya.

Kedua, generasi atau anak keturunan yang shalih. Tentu tidak mungkin lahir generasi baik kalau ibu yang melahirkan bukan dari kalangan orang-orang yang baik. Maka Allah berfirman :” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”(QS 2:221). Jika seseorang mempunyai istri shalihah seperti yang digambarkan di atas, tentu akan mudah melahirkan generasi penerus yang baik, meskipun tidak semuanya. Apalagi doa ibu untuk anak-anaknya adalah doa yang pasti dikabulkan Allah swt. Sungguh peluang emas ini tidak akan diabaikan begitu saja oleh wanita-wanita muslimah yang shalihah. Maka alangkah bahagianya seseorang yang beristri wanita shalihah yang anak-anaknya  baik-baik. Sebab hubungan di antara mereka dipenuhi dengan rasa kasih sayang. Demikian pula hubungan ayah dan ibu nampak indah dan harmonis di mata anak-anaknya.

Ketga, berteman dan bergaul dengan orang-orang baik. Sebab tidak jarang orang baik menjadi sesat gara-gara bergaul dengan orang jahat. Tidak sedikit orang-orang tua kita sibuk dengan pekerjaannya, lantas kurang perhatian terhadap pergaulan anak-anaknya. Ternyata anak-anaknya ditemukan kecanduan narkoba. Demikian pula orang sukses, kaya raya, tidak sedikit yang bangkrut dan jatuh miskin karena bergaul dengan buaya darat atau orang-orang yang berperan seperti musang berbulu ayam. Bergaul  dengan orang-orang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan kepribadian seseorang meskipun membutuhkan waktu lama tidak sebagaimana pengaruh negatif. Artinya penjahat yang sadar dan berubah setelah berteman dengan orang-orang baik tidak begitu banyak dan memerlukan waktu lama. Sementara orang-orang baik yang jatuh menjadi jahat begitu banyak di kalangan remaja hanya karena beberapa hari bergaul dengan preman atau penjahat jalanan. Memperbaiki orang yang sudah baik saja, dalam hal ini meningkatkan kualitas iman, tidak begitu mudah apalagi memperbaiki penjahat. Penjahat yang sadar, kecenderungan untuk kembali lagi ke dunia hitam lebih dominan manakala ada peluang daripada bertahan baik kecuali bagi mereka yang benar-benar taubat. Ibarat air putih banyak, ditetesi kotoran sedikit, akan menjadi kotor. Sementara air kotor dicampuri air putih sebanyak-banyaknya masih tetap kotor, kecuali air laut.

Oleh karena itu, golongan orang-orang baik harus selalu menjaga kebaikannya sepanjang masa. Jangan sampai berbuat buruk. Sebab berbuat buruk sekali saja akan mencoreng citra dan nama baiknya dan hilang kepercayaan masyarakat terhadapnya. Sementara untuk mengembalikan kepercayaan dan nama baiknya sangat susah dan memerlukan waktu lama. Ibarat kertas putih dititik hitam sedikit, hitamnya akan tetap kelihatan.

Demikian pula orang baik yang bergaul atau pernah berkumpul bersama gerombolan penjudi, terkadang dituduh melakukan judi,  padahal dia tidak ikut berjudi dan sama sekali tidak terpengaruh. Akibatnya dia jatuh namanya di mata masyarakat dan sulit juga untuk mengembalikan citra baiknya di tengah-tengah masyarakat hanya karena persoalan fitnah atau gosif. Sedemikian besar dampak pergaulan bagi citra diri dan kepribadian seseorang. Maka hati-hatilah memilih teman bergaul, apalagi teman hidup (suami atau istri) yang akan menjadi pendamping sepanjang hayat.

Keempat,  memperoleh rizki (penghasilan) di daerahnya sendiri. Salah satu aspek penting bagi terwujudnya kebahagiaan rumah tangga adalah dia bertugas atau melakukan aktivitas di wilayahnya sendiri, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Karena aspek silaturahim sangat penting bagi kehidupan setiap insan sebagai mahluk sosial. Apalagi bagi anggota keluarga yang masih sangat membutuhkan sentuhan hangat dan kasih sayang dari orang tuanya. Tetapi entah mengapa perkembangan kehidupan manusia justru berbalik arah. Dulu orang-orang tua kita bekerja sebagai petani, menggarap sawah tidak jauh dari tempat tinggalnya, Sekarang anak-anak kita gengsi tidak mau jadi petani, lebih baik jadi buruh atau pegawai meskipun jauh dari orang tua atau tempat tinggalnya. Lebih parah lagi sawah-sawah pertanian yang dulu miliknya sekarang berpindah tangan ke tuan-tuan tanah, karena terjerat rentenir atau untuk biaya sekolah anaknya. Kini, si ayah tetap menggarap sawah tetapi sebagai buruh tani (mencangkul) yang kadang berpindah-pindah tempat. Si ibu juga sebagai tukang petik padi yang kadang diangkut truk bersama kawan-kawannya ke daerah lain yang kebetulan panen.
Profesi lain, tidak sedikit mereka yang mengadu nasib mencari pekerjaan di ibu kota Jakarta. Jumlah pendatang di jakarta dari tahun ke tahun meningkat dan membuat jakarta kota terpadat. Mereka yang bekerja di Jakarta, paling cepat pulang ke kampung setiap bulan.  Mereka banyak memilih mudik setahun sekali, yaitu di hari lebaran.   Dampak urbanusasi tentu tidak saja menimpa keluarga yang ditinggal, tetapi menimpa juga masyarakat kota Jakarta. Mereka berangkat kerja dari jam 04.30 saat anak-anak tidur untuk mengindari kemacetan di jalan agar tidak terlambat. Dan pulang kerja karena macet di jalan sampai di rumah jam 21.00 saat anak-anak tidur kembali. Tidak ada kehangatan sentuhan kasih sayang orang tua yang masih sangat dibutuhkan oleh anak-anaknya. Masih beruntung kalau yang bekerja ayah saja. Tetapi kebanyakan kedua-duanya, ayah dan ibu kerja. Sehingga urusan anak diserahkan kepada PRT (Pembantu Rumah Tangga). Sungguh amat tragis pendidikan anak yang semestinya harus diperhatikan pada saat-saat usia pertumbuhan, malah diserahkan kepada PRT yang tidak tahu apa-apa.  

Bagaimanapun baiknya PRT, tetap tidak sebaik orang tuanya sendiri dalam berbagai hal, apalagi dalam hal kasih sayang. Tidak dapat dibayangkan nasib generasi muda kita di masa yang akan datang, saat orang-orang tua kita sibuk bekerja, berbisnis. Sementara pengasuhan, bimbingan dan pendidikan diserahkan kepada PRT. Lebih celaka lagi jika orang tua bekerja di negeri orang sebagai TKW atau TKI. Anak menderta, terlunta-lunta, ibu atau ayah yang di rumah karena hasrat seksualnya tidak tersalurkan terkadang berbuat zina atau kawin lagi tanpa sepengetahuan pasangan sahnya nan jauh di negeri orang. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah anak-anak kita, generasi bangsa.

Wallahu'alam
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive