Hampir semua orang pernah mendengar panggilan shalat atau Adzan. Apa yang terbesit dalam pikiran kita saat mendengar Adzan? Bagaimana sikap kita saat itu? Pedulikah? Cuekkah? Atau bergegas langsung menuju masjid? Ataukah malah asyik nonton sinetron di depan pesawat TV? Itulah respon masing-masing orang sesuai tingkat kepercayaan dan keimanannya kepada Allah swt.
Ada banyak hal, barang dan peristiwa yang memikat dan menggoda diri kita, melalui penglihatan, penciuman dan perasaan serta pemikiran kita. Dunia sekitar yang memukau itu ada yang positif dan ada yang negatif. Tetapi lebih banyak yang negatif daripada yang positif dan dilarang oleh Allah swt, seperti melihat aurat perempuan, berzina, minum wisky, mabok-mabok, berjoget, judi dan lain-lain.Bagi penganut agama kuat, muslim sejati, tentu akan menangkap hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal negatif yang dilarang Allah swt. Karena ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada lainnya. Dalam kasus mendengarkan Adzan atau panggilan Allah,misalnya, ia langsung pergi ke masjid tanpa terganggu oleh hiruk pikuknya kesibukan, berdagang, bermain apalagi bersantai-santai.
Bahkan sebelum panggilan shalat berkumandang ia sudah berada di masjid. Ketika menjumpai kitab suci Alqur’an yang di pajang di masjid, segera ia baca, pengajian di majlis ta’lim, ceramah agama di masjid, atau seminar di kantor ia ikuti dengan tekun tanpa pernah absen.Hampir tidak ada waktu yang terlewatkan dalam kondisi sadar tanpa input dari panca indra, yang masuk ke dalam otak dan otak selalu merekam sinyal yang masuk itu, sekaligus merespon. Anehnya tanpa tebak pilih semua yang masuk jaringan otak direspon dan diproses oleh sistem kerja otak yang canggih.
Manusia tidak dapat menolaknya dan tidak dapat menghapus memori otak yang terlanjur terisi secara otomatis. Karenanya lingkungan pergaulan berpengaruh besar bagi perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak. Jika melihat orang main bola, ia ingin main bola, jika mlihat orang nonton tv, ia tertarik nonton tv, jika melihat orang naik mobil-mobilan apalagi mobil sungguhan, ia ingin naik mobil bahkan ingin membelinya dan begitu seterusnya.Kalau yang dilihatnya positif tidak menjadi masalah karena akan menumbuhkan perkembangan jiwa positif. Tetapi kalau yang dilihat negatif akan sangat berbahaya. Di sinilah perlu pengawasan dan kehati-hatian orang tua dalam mengasuh dan membimbing anak. Demikian pula bagi kita yang sedang menjalani kehidupan yang lebih baik, harus memulai sejak awal, memilih lingkungan yang baik dan jangan sampai kecolongan melihat hal yang negatif, sebab otak akan cepat merekan dan sulit menghapusnya serta akan membahayakan bagi kehidupan masa depan.
Orang muslim yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lain, akan memilih lingkungan, pergaulan, jenis pekejaan, profesi dan tempat tinggal yang baik. Dan akan berpaling dari hal-hal tidak bermanfaat, apalagi hal-hal yang haram. Allah berfirman: “(Orang mu’min adalah…) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,”(QS 23:3)
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”(QS 25: 72).
Jika berprofesi sebagai pedagang, ia tidak mengambil untung melalui cara-cara yang tidak halal, seperti mengurangi timbangan, mengurangi kualitas barang apalagi menipu. Lantas kenapa di zaman sekarang tidak sedikit orang jual buah-buahan dengan cara kurangi timbangan, jual makanan dicampur bahan lain, agar kelihatan murah, bagus, enak dan awet, demi mendapatkan laba. Sementara mengabaikan unsur halal dan resiko buruk bagi konsumen.
Hanya karena persoalan mendapat untung yang tak seberapa, tetapi berani melanggar aturan Allah swt. Hal ini tentu jawabannya adalah karena mereka suka kepada harta, lebih mencintai harta daripada kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka mencintai Allah dan Rasulnya, tentu tidak akan melakukan hal-hal seperti itu.
Demikian halnya dengan pejabat, atau aparat pemerintah, meskipun memiliki banyak peluang untuk korupsi dan tidak mungkin orang lain tahu, ia akan tetap mengutamakan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat dan tidak mau mencuri uang negara, apalagi memeras uang rakyat. Kecintaannya kepada Allah lebih besar dibanding kecintaannya kepada uang. Namun pejabat atau aparatur negara yang seperti itu (kuat imannya) tidak begitu banyak.
Sehingga untuk memberantas korupsi gampang-gampang susah. Apalagi KKN sudah membudaya dan mendarahdaging di kalangan pejabat dan masyarakat. Mungkin harus menunggu beberapa generasi lagi jika sekarang mulai dipersiapkan generasi tangguh yang baik.Kecuali jika dapat dilakukan revolusi besar-besaran. Artinya ada pengambilalihan kepemimpinan secara nasional. Seluruh pejabat yang korup, atau tidak tegas atau ambivalen diganti dengan pejabat yang kredibel (kuat iman). Ada seleksi ketat dalam pengangkatan dan pengisian jabatan-jabatan penting dengan alat scaning yang canggih dan handal. Tentu harus dibarengi juga penegakkan hukum yang adil, benar dan merata tanpa tebak pilih dan tanpa KKN.
Sebenarnya untuk memberantas korupsi kita sudah tahu caranya, yaitu dengan keimanan yang kuat; Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar daripada kecintaan dunia. Namun untuk mewujudkan hal tersebut pada mereka yang kebetulan dipercayai rakyat untuk memimpin bangsa, tidaklah gampang. Panorama kehidupan sudah diiwarnai oleh derasnya gelombang kapitalis, matrialis dan individualis. Gedung-gedung indah bertingkat, aneka diskotik dan tempat-tempat hiburan berbau maksiat merebak di mana-mana.
Kita sudah dilingkupi oleh suasana dan keadaan yang kurang kondusif bagi peningkatan iman. Sehingga jalan satu-satunya sesuai dengan teori lingkungan, kita harus mengubah atau menciptakan suasana llingkungan yang kondusif bagi peningkatan taqwa warga negara kepada Allah swt.
Kolusi lebih jahat dan lebih parah lagi dibanding korupsi, karena bentuk kegiatannya ada semacam kolaborasi atau kerja sama dengan pihak-pihak lain. Di dalam kolusi ada kongkalikong, ada backing dari atas dan ada mata rantai yang sulit dilacak. Di dalam peradilan diistilahkan dengan “mafia peradilan” Dan sekarang mafia tumbuh di mana-mana. Memberantas kolusi sudah barang tentu lebih berat lagi, karena melibatkan orang-orang penting dalam negara, bahkan dapat juga melibatkan presiden. Presiden yang tidak berani memanfaatkan kepercayaan rakyat dengan hak prerogatifnya mengangkat menteri, lantas menggunakan jatah untuk masing-masing parpol adalah sejenis kolusi juga. Kasus bank Century yang sampai sekarang belum tuntas juga karena ada faktor kolusi. Ada ketidakberanian menyeret orang-orang penting yang “berjasa” juga.
Dengan demikian, untuk memberantas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) kita perlu merujuk hadist yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda : “Ada tiga hal, barang siapa yang menjadikan tigal hal tersebut dalam dirinya, maka akan menemukan manisnya iman : (1) Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada lainnya, (2) Tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah (3) Khawatir kalau-kalau kembali kepada kekafiran (murtad) setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia khawatir masuk jurang neraka” (HR. Bukhari Muslim).
Hadist di atas, untuk poin pertama sebagai terapi pemberantasan korupsi. Sedangkan poin kedua, sebagai terapi untuk pemberantasan kolusi sekaligus nepotisme, karena menyangkut orang lain, baik ada hubungan keluarga atau tidak. Islam mengajarkan kita agar mencintai orang lain, lebih-lebih kepada keluarga (ayah, ibu, suami, istri, saudara dan kerabat). Tetapi kecintaannya atas dasar karena Allah, bukan karena ada pamrih, ada uang, ada proyek, ada hubungan politik, dan lain-lain.
Mencari teman di meja makan adalah mudah, asal ada uang, mencari teman di tempat-tempat hiburan juga mudah, asalkan ada uang. Demikian pula mencari pasangan untuk pemuasan nafsu atau untuk bersenang-senang juga mudah, yang penting ada uang. Tetapi mencari teman dikala duka, di saat mendapat musibah, di saat sakit, di waktu miskin, atau dililit hutang sangatlah sulit. Bahkan istri seringkali minta cerai gara-gara suami jatuh miskin padahal berumah tangga cukup lama dan mempunyai anak banyak. Apalagi mencari teman dunia akhirat yang selalu solid berjuang bersama menegakkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keadilan di tengah-tengah masyarakat, sungguh suatu hal yang langka (sangat sedikit).
Pemerintah melarang nepotisme karena bertentangan dengan prinsip-prinsip profesionalitas, di samping bertentangan dengan syari’at Islam. Tidak boleh hanya karena faktor keturunan atau keluarga lantas mengangkat seseorang di jabatan tertentu. Hal ini harus melalui seleksi ketat, terbuka yang kredibel dan valid serta menggunakan instrumen yang canggih yang tidak dapat dimanipulasi oleh oknum-oknum pesanan. Selamat berjuang memberantas korupsi.
wallahu'alam
0 komentar:
Posting Komentar