"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Sabtu, 22 Oktober 2016

Jaman Akhir, Sulitnya Yang Ikhlas menolong

Delapan belas tahun lalu, pertama kalinya saya mendengarkan satu ayat al-Qur’an tentang perintah Islam untuk tolong menolong. Penyampainya Ibu Mulyani, guru agama SD kami. Sayangnya beliau saat itu tak menjelaskan secara detail bagaimana membedakan tolong menolong secara baik dan buruk, sehingga kami sering menganggap memberi contekan untuk teman adalah termasuk di dalamnya.

Pertanyaan sederhana itu baru terjawab kemarin, ketika bertemu dengan sahabat lama, Akmal namanya. Menolonglah karena menolong itu kebaikan. Begitu katanya. Dalam menolong, kita tak perlu memikirkan sebab akibat dari pertolongan kita. Tentu menolong yang dimaksud ialah ‘alal birri wat taqwa, dalam kebaikan dan taqwa.

Akmal menyisipkan sebuah kisah di masa Rasulullah SAW untuk meyakinkan saya. Baginda Rasul pernah kedatangan tamu yang mengaku tengah kelaparan, padahal Rasul-pun dalam kondisi tak mempunyai sedikitpun makanan untuk si Fulan. Baginda kemudian bertanya kepada para sahabat, “Siapa di antara kamu yang sanggup melayani orang ini sebagai tamu pada malam ini?”

Seorang dari kaum Anshar mengajukan diri “Wahai Rasulullah, saya sanggup”. Orang Ansar itu pun membawa si Fulan ke rumahnya. Ia menjelaskan kepada isterinya, “Orang ini ialah tamu Rasulullah. Kita mesti melayaninya dengan sebaik-baik layanan sesuai kesanggupan kita..”.

Isterinya menjawab, “Demi Allah! Sebenarnya tidak ada simpanan makanan, yang ada cuma sedikit, itu hanya mencukupi untuk makanan anak-anak kita”. Orang Ansar itu pun berkata, “Tidurkanlah anak-anak dulu. Hidangkanlah jamuan yang sedikit itu. Apabila kami mulai makan engkau padamlah lampu itu, sambil pura-pura membetulkannya kembali supaya tetamu itu tidak akan tahu hal sebenarnya”

Rencana itu berjalan lancar. Seisi keluarganya, termasuk anak-anak terpaksa menahan lapar semata-mata untuk melayani tetamu itu makan. Dan Allah memuji mereka dalam sebuah firman
 “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka berada dalam kesusahan” (QS. Al-Hasyr : 9)

Makin kekini, makin langka orang yang melakukan hal itu. Sangat langka sekali. Ya, menolong orang tak dikenal seperti hanya menumbuhkan pohon trauma kepada kebanyakan kita. Yang ada kini, setiap orang asing yang bertamu di rumah kita (apalagi kalau peminta-minta), selalu ditanggapi negatif. Sikap ini terlahir dari sebuah tips dari acara televisi yang bertajuk informasi kriminal. Waspadalah, kata presenter acara itu.

Tidak salah memang untuk waspada. Kesalahan kita ialah ketika selalu ada sak wasangka bagi sesiapa yang menurut kita asing. Padahal kita tidak akan pernah tahu, siapa yang paling mulia dimata Allah, kita atau orang asing sehadapan kita. Jangankan untuk orang asing, untuk orang yang kita kenal sekalipun, kita masih harus melihat dengan cermat perihal keuntungan dan kompensasi bagi kita serta bagaimana seharusnya si peminta tolong membalas budi baik kita. Tentu menolong karena embel-embel diatas bukan mendatangkan hidangan kenikmatan syurgawi. Tapi menghapus benih-benih keikhlasan yang tak bisa dihargai dengan rupiah, dollar, atau mata uang lainnya.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive