"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Jumat, 06 September 2013

Hikmah : Biar Saya yang Bayar

Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas



Setelah selesai shalat 'Isya dan sunnah ba'diyah, sebagian besar jamaah

Masjidil Haram berbondong-bondong ke luar. Ada yang langsung pulang ke

pondokan dan ada juga yang mampir dulu di pusat-pusat perbelanjaan di

sekitar masjid.



Pengunjung pusat-pusat perbelanjaan masih tetap ramai, walaupun sebagian

jamaah haji sudah pergi meninggalkan Makkah, pulang ke Tanah Air

masing-masing atau ziarah ke Madinah.



Di antara kerumuman para pembeli di salah satu pusat perbelanjaan itu

terdapat Pak Muhsin dari Indonesia. Dari tadi dia sudah beberapa kali

membolak balik sebuah sajadah buatan Suriah.



Dia sangat menyenanginya, tetapi sayang uangnya tidak cukup. Ini malam

terakhir dia di Makkah, karena besok siang kloternya akan ke Jeddah untuk

selanjutnya terbang kembali ke Tanah Air.



Sajadah buatan Suriah itu sangat bagus, tetapi sayang sekali uangnya

tidak cukup. Dengan berat hati dia pergi meninggalkan toko sajadah itu.



Walaupun Pak Muhsin sudah menjauh dari toko tersebut, tetapi pikirannya

kembali melayang ke sana. Setelah memutari lantai dasar pusat

perbelanjaan itu satu putaran, langkah kakinya kembali menuju toko

sajadah itu.



Tangannya kembali memegangi sajadah itu sambil memegang uangnya yang

tidak cukup itu. Tanpa disadarinya seorang Arab yang juga sedang

memilih-milih sajadah di toko itu memperhatikannya.



Begitu sajadah itu dia letakkan, tiba-tiba saja orang Arab itu mengambil

sajadah pilihan Pak Muhsin, lalu membayarnya dan menyerahkannya kepada

Pak Muhsin sambil berkata: "Hadiah, hadiah…tafadhdhal!". Pak Muhsin

sangat senang sekaligus terharu.



Sampai di Tanah Air, peristiwa itu selalu dia kenang, apalagi setiap dia

melihat sajadah hadiah dari orang Arab yang tidak dia kenal itu. Dia

ingin melakukan hal yang sama.



Dia ingin membahagiakan orang-orang yang sangat menginginkan suatu

barang, tetapi tidak sanggup membayarnya. Tentu saja bukan barang-barang

yang mahal harganya.



Demikianlah, pada suatu hari, setelah melaksanakan shalat Zhuhur

berjamaah di sebuah masjid, dia mampir ke toko buku kecil di samping

masjid langganannya.



Pada saat dia sedang melihat-lihat buku tentang Islam terbitan terbaru,

tiba-tiba matanya tertuju kepada seorang paroh baya yang sedang

memegang-megang sebuah buku tanya jawab agama. Buku itu semua enam jilid.



"Pak, apakah nanti ba'da Maghrib masih buka?" tanyanya kepada penjual

buku. Penjual buku menjelaskan pukul 16.00 tokonya akan tutup.



"Bapak kembali besok pagi saja." Kata penjual buku itu. "Wah sayang

sekali besok pagi saya sudah kembali ke daerah", kata calon pembeli buku

itu sambil beranjak pergi pelan-pelan.



Pak Muhsin kembali ingat peristiwa di Mekkah tempo hari. Segera saja dia

bilang sama penjual buku: "Panggil Bapak itu kembali, dan serahkan buku

itu sebagai hadiah. Biar saya yang bayar".



Bapak dari daerah itu kaget dan senang, tidak dia duga ada yang berbaik

hati mau membayarkan enam jilid buku yang diinginkannya. Buku tanya

jawab agama ini sangat dia perlukan dalam berdakwah di daerah.



Pak Muhsin dapat merasakan kebahagiaan bapak yang tidak dia kenal itu,

seperti kebahagiaanya waktu di Makkah dulu.



















Redaktur : Damanhuri Zuhri

Rabu, 04 September 2013, 11:22 WIB



Sumber































Nonang/Republika









sajadah





A+ | Reset | A-













REPUBLIKA.CO.ID,



--

ttd.





M. Alie Marzen
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive