"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Jumat, 06 September 2013

Menanti Pemimpin Rabbani

Oleh M Husnaini

Kisah tentang Said bin Amir Al-Jumahi begitu populer. Gubernur Homs,
Suriah, pada masa Khalifah Umar bin Khattab itu memang sosok pemimpin
yang disegani dan dicintai rakyatnya. Tidak tersisa ruang di hati dan
pikirannya kecuali urusan kemajuan rakyat yang dipimpinnya. Tidak heran,
Khalifah Umar bin Khattab sangat menaruh hormat kepadanya.

Tidak lama setelah melantik Said menjadi gubernur, Umar berkunjung ke
Homs untuk memantau keadaan. Tentu saja kedatangan Umar disambut gembira
oleh seluruh penduduk Homs. Mereka lalu bergantian menyalaminya. Tetapi,
tiba-tiba Umar dikejutkan dengan pengaduan sejumlah penduduk Homs perihal
Said. "Bagaimana dengan gubernur kalian"? tanya Umar.

"Dia tidak keluar kepada kami kecuali ketika siang sudah naik," kata
salah seorang di antara mereka. "Dia tidak mau menerima tamu di malam
hari," protes orang kedua. "Dia tidak keluar menemui kami sehari dalam
setiap bulan," kata yang lain.

Sebagai pemimpin yang bijak, Umar kemudian mengklarifikasi semua keluhan
kepada Gubernur Said. "Apa jawabanmu, Said?" Said diam sejenak kemudian
berkata, "Demi Allah, aku sebenarnya tidak suka mengatakan ini. Tetapi
memang harus dikatakan. Keluargaku tidak punya pembantu. Setiap pagi aku
menyiapkan adonan, dan menunggunya sampai mengembang untuk aku jadikan
roti buat mereka, kemudian aku berwudhu dan keluar menemui masyarakat."

"Lantas bagaimana penjelasanmu tentang keluhan kedua?" kata Umar. Said
menjawab, "Sebenarnya aku juga tidak ingin mengatakan ini. Sesungguhnya
aku jadikan siang hari untuk mereka, dan malam hari untuk Allah."

"Tanggapanmu terhadap keluhan ketiga?" lanjut Umar. "Demi Allah, aku juga
malu mengatakan ini. Aku tidak punya pakaian selain yang melekat di
tubuhku ini. Karena itu, aku mencucinya sekali dalam sebulan, dan
menunggunya sampai kering, baru kemudian aku keluar di sore hari."

Subhanallah. Mungkinkah masih ada pemimpin di zaman sekarang yang mau dan
mampu meneladani sosok Gubernur Said? Kesederhanaannya sungguh luar
biasa, kedekatannya dengan umat sukar dicari tandingannya, tetapi dia
tetap memiliki jeda waktu untuk berintim dengan Tuhan. Itulah pemimpin
hebat dalam arti sebenarnya. Sosok demikian saya sebut sebagai Pemimpin
Rabbani.

Pemimpin Rabbani tidak hanya menjalin relasi baik dengan umat, tetapi
juga selalu meluangkan waktu untuk membangun hubungan intim dengan
Tuhannya. Hatinya lembut dan gampang tersentuh oleh kondisi umatnya.
Sudah pasti, pemimpin yang paling Rabbani adalah Rasulullah SAW,
sebagaimana ditegaskan Allah dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 128.

"Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, terasa
berat olehnya penderitaan kamu, sangat menginginkan keimanan dan
keselamatan bagi kamu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin." (QS At-Taubah: 128).

Rasulullah memang teladan paling paripurna dalam segala perilaku
kehidupan. Sebagaimana pribadi panutan ini, Pemimpin Rabbani tidak akan
berani menyakiti hati umat, karena dia tahu bahwa Tuhan pasti marah.
Sebaliknya, dia ogah jauh-jauh dari Tuhan, karena dia paham bahwa jauh
dari Tuhan akan merugikan umatnya.

Kita susah menemukan sosok pemimpin demikian di zaman modern ini. Di
antara seribu orang, boleh jadi hanya ada satu. Setelah kita temukan,
sosoknya pasti juga masih kalah populer dengan pemimpin-pemimpin memble
yang hanya bermodal tampang dan ketenaran. Media pasti juga kurang
tertarik untuk memberitakan kiprah pemimpin yang miskin dana untuk iklan,
sekalipun dia sangat inspiratif dan mencerahkan.

Selain itu, Pemimpin Rabbani memang tidak doyan unjuk tampang, meskipun
dia selalu mencetuskan terobosan-terobosan brilian. Waktunya habis untuk
memikirkan cara memecahkan persoalan keumatan ketimbang berjualan diri
lewat iklan. Itulah sebabnya, setiap pikiran, ucapan, dan tindakan
Pemimpin Rabbani benar-benar lahir dari ketulusan, bukan dari kepongahan
intelektual, apalagi sekadar ingin meraup keuntungan.

Sementara kebanyakan pemimpin kita sekarang hanya sekumpulan orang yang
sangat berhasrat untuk menduduki jabatan mapan dan posisi terpandang.
Boleh jadi mereka cerdas dalam berolah pikiran dan ucapan, karena
memiliki gelar pendidikan. Tetapi mereka minus keautentikan. Terkadang
malah sama sekali tidak punya bekal kepemimpinan, tetapi nekat
mencalonkan. Sosok demikian jelas tidak akan mampu menjawab persoalan,
apalagi dekat dengan umat dan Tuhan.

Semua janji yang diobral ketika mencalonkan menguap begitu saja ketika
sudah berhasil menduduki kursi jabatan. Kepemimpinan yang merupakan
amanah bukan lagi dianggap sebagai beban, melainkan dirasakan sebagai
keberuntungan, sehingga pantas menggelar perayaan dan menerima ucapan
selamat dari segenap keluarga dan rekan. Lihatlah fenomena demikian pada
setiap pemilihan pemimpin, mulai Pilkades hingga Pilpres.

Bangsa ini memang sedang dilanda krisis pemimpin harapan. Mereka yang
seharusnya dapat berperan mengamankan nasib rakyat justru memiliki andil
paling besar dalam mengenyahkan martabat, nyawa, dan harta benda rakyat.
Di tengah situasi demikian, kehadiran Pemimpin Rabbani sangat kontekstual
diharapkan untuk mengatasi carut marut kondisi politik yang semakin
menjadikan bangsa dan negara nelangsa.


Redaktur : Heri Ruslan
Selasa, 03 September 2013,
Sumber REPUBLIKA.CO.ID,

--
ttd.


M. Alie Marzen
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive