"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Senin, 23 September 2013

Berhasilkah Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia ?

Oleh : Muhammad A. Samaaun





Bismillahirrahmanirrahim

Dalam sebuah kajian Pak Ashabus Samaaun mengatakan ;"Pendidikan

karakter di Indonesia ini sulit berhasil bukan karena sistemnya,

sistemnya udah bagus, tetapi yang terjadi adalah kebanyakan teori

sampah dimasukkan keotak anak, yang terjadi adalah anak menjadi jenuh

belajar dan yang kedua adalah krisis keteladanan bagi generasi muda".

Kalau kita melihat sejarah bangsa ini dari jaman penjajahan sampai

sekarang secara umum kita bisa menyimpulkan "jaman sekarang dengan

jaman dahulu tidak ada bedanya". Ya, meskipun sekarang bangsa ini

telah merdeka namun hakikatnya masih terjajah secara moral. Karena

meski dahulu bangsa kita ini terjajah tetapi masih banyak generasi tua

yang bermoral sehingga bangsa ini bisa merdeka dengan berjuang

menegakkan moral dan kebangsaaan mereka mati-matian tanpa pamrih.

Tetapi semua itu tidak terjadi hari ini. Kenyataan yang terjadi

semangat perjuangan para pahlawan tidak terwarisi sama sekali kepada

generasi jaman ini. Generasi jaman ini termasuk generasi pasif yang

hanya bisa mengikuti alur perkembangan jaman tanpa tahu arah kemana

mereka berjalan. Semacam orang dungu yang bisa ngikut saja. Apalagi

kerusakan moral pelajar tidak terbendung lagi, dari mabuk,pacaran,

hamil diluar nikah, tawuran sampai pembunuhan sudah tidak bisa

dihitung dengan jari. Padahal mereka adalah orang-orang terpelajar,

namun pada faktanya perilaku mereka bertentangan sekali dengan

kepribadian seorang pelajar yang seharusnya. Kemudian dalam riuhnya

masalah ini semua pihak cuman bisa memegang kepala sambil pusing

memikirkan cara mengatasi kerusakan moral tersebut. Salah satu

pemikiran yang mencuat dalam kepala para intelek adalah konsep-konsep

pendidikan karakter bangsa sebagai solusi masalah kenakalan pelajar.

Namun setelah berjalan beberapa tahun, teori ini tak ubahnya angin

yang berlalu. Atau siulan burung kutilang, yang hinggap kemudian

pergi. Kenyataannya kerusakan moral pelajar makian parah. Sungguh,

sia-sia usaha yang mereka usahakan karena hanya menghabiskan dana

bermiliar-miliar sekedar merombak kurikulum yang ditambah-tambahi kata

"pendidikan karakter" dalam setiap mata pelajaran.

Bicara pendidikan karakter maka ini erat kaitannya dengan kepribadian

bangsa indonesia. dan juga khususnya karakter pelajar di Indonesia.

Pendidikan karakter di Indonesia mempunyai agenda yang bertumpuk /

lengkap. Jika dijilid dalam buku mungkin ada puluhan jilid. Tiap jilid

buku setebal 1000 halaman karena saking banyaknya teori tentang

pendidikan karakter yang sangat banyak dari para pakarnya. Pakar-pakar

dari kalangan guru sekolah dasar sampai profesor filsafat

kependidikan telah berupaya mati-matian menyusun semuanya. Mereka tahu

kalau nasib pendidikan di Indonesia ini sangat memprihatinkan.

Sehingga mereka dipandu pemerintah menyusun sebuah agenda pendidikan

yang nge-tren dengan nama "pendidikan karakter bangsa".



Dalam kenyataan teori yang segudang garam itu jarang sekali terlihat

dalam kehidupan nyata. Kita ambil contoh dalam pelajaran Bahasa

Indonesia kita diajari cara berbahasa baik dan benar sesuai dengan EYD

(Ejaan Yang disempurnakan) tapi dalam praktiknya dikehidupan

sehari-hari, ramai remaja-remaja menggunakan bahasa-bahasa "makhluk

asing" yang kurang dimengerti artinya, istilah lainnya bahasa gaul

atau bahasa alay. Virus bahasa alay ini telah merusak karakter bangsa

ini sehingga kita lihat cara penulisan dan cara berbahasa anak

sekarang sungguh berantakan sekali. Seakan-akan mereka bukan bangsa

indonesia lagi, entah bangsa alien dari planet lain, atau bangsa eropa

yang berjasad bangsa indonesia. Lihatlah dari cara berpenampilan dan

gaya berbahasa mereka, sungguh sulit dipahami. Sungguh terkesan

mengandung pesan "ngajak keributan sosial" dan tindak amoral.

Bagaimana tidak, pakaian mereka lebih mirip preman dan anak jalanan

tidak selaras dengan profesi mereka sebagai pelajar.

Kemudian contoh yang kedua, katanya mata pelajaran PKN adalah untuk

menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkomitmen dalam

kebangsaan. namun hasilnya kita lihat, contoh kecil saja, generasi

muda lebih menyukai gaya hidup dan produk-produk luar negri daripada

warisan budaya dan produk dalam negri. entah kenapa saya juga sangat

heran dengan hal ini, saya tidak tahu kenapa semua itu bisa terjadi.

di mata pelajaran PKN kita digembar-gembor supaya menjadi warga yang

bertanggung jawab akan tetapi murid-murid setelah pulang sekolah pada

corat-coret tembok tempat umum, merokok sembarangan dan membuang

sampah sembarangan sehingga lingkungan terlihat sangat kumuh, apa itu

cermin pribadi bangsa indonesia "berkarakter kumuh dan tidak

bertanggung jawab". Kalau begitu teori tentang kepribadian bangsa

indonesia yang katanya menjunjung tinggi karakter dan akhlaq mulia itu

cuman bualan semata. Mungkin sebab paling besarnya adalah otak anak

didik dicekoki materi-materi sampah (kebanyakan teori) yang justru

membuat anak didik ogah belajar, belajar cuman sekedar ngejar nilai

pas ada ulangan kenaikan kelas saja, bagaimana mungkin sikap begini

akan menghasilkan warga Negara yang berkarakter mulia dan bijaksana,



Faktor kedua tidak kalah pentingnya adalah krisis dan miskin

keteladanan dari para pemimpin dan generasi yang lebih tua.

Pemimpinnya berakhlaq korup dan generasi yang lebih tua amburadul

tingkah lakunya. tentu saja mau dicekoki segudang teori ke anak didik

pun yang terjadi adalah muntah, keluar telinga kiri dan keluar dari

telinga kanan. Teori-teori tersebut cuman angin berlalu didalam

sanubari anak didik kita. sebabnya mereka tidak tahu cara mempraktikan

teori itu karena pemimpin dan generasi yang lebih tua belum bisa

mempraktikkan / memberi contoh yang baik kepada generasi mudanya.

Itulah yang terjadi di Indonesia ini kenapa dimasukkannya pendidikan

karakter dalam kurikulum tidak berpengaruh sama sekali terhadap

kepribadian anak didiknya. Tidak banyak yang dapat kami sampaikan

dalam kajian ini. Tetapi, selaku orang tua, mentor dan pendidik, kita

wajib instropeksi diri dalam hal ini.

Wallahu'alam
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive