MASALAH PENYALIBAN AL-MASIH
Masalah lain yang menimbulkan perbedaan pendapat Islam dan Nasrani, dan menjadi puncak perdebatan antara dua golongan itu pada masa Nabi, ialah masalah penyaliban Isa untuk menebus dosa orang dengan darahnya. Secara tegas Quran telah membantah bahwa orang-orang Yahudi membunuh dan menyalib Isa. “Dan perkataan mereka bahwa: kami telah membunuh Almasih Isa anak Mariam - Utusan Allah. Tetapi mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan begitu terbayang pada mereka. Dan mereka yang masih berselisih pendapat tentang itu sebenarnya masih ragu, sebab tak ada pengetahuan mereka tentang itu, selain berdasarkan prasangka saja, dan merekapun tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepadaNya. Maha Mulia Kekuasaan Allah dan Bijaksana.” (QS, 4:157-148)
Masalah lain yang menimbulkan perbedaan pendapat Islam dan Nasrani, dan menjadi puncak perdebatan antara dua golongan itu pada masa Nabi, ialah masalah penyaliban Isa untuk menebus dosa orang dengan darahnya. Secara tegas Quran telah membantah bahwa orang-orang Yahudi membunuh dan menyalib Isa. “Dan perkataan mereka bahwa: kami telah membunuh Almasih Isa anak Mariam - Utusan Allah. Tetapi mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan begitu terbayang pada mereka. Dan mereka yang masih berselisih pendapat tentang itu sebenarnya masih ragu, sebab tak ada pengetahuan mereka tentang itu, selain berdasarkan prasangka saja, dan merekapun tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepadaNya. Maha Mulia Kekuasaan Allah dan Bijaksana.” (QS, 4:157-148)
Kalaupun konsepsi tentang penebusan dosa anak-cucu Adam dengan darah Isa memang indah sekali, dan apa yang ditulis orang tentang itu patut menjadi bahan studi dari segala seginya, baik literair, etika atau psikologi, namun prinsip yang telah ditentukan Islam, bahwa orang tidak dibenarkan memikul beban dosa orang lain, dan bahwa setiap orang pada hari kemudian diganjar sesuai dengan perbuatannya - kalau ia berbuat baik dibalas dengan kebaikan, kalau jahat dibalas dengan kejahatan - menyebabkan pendekatan logis antara kedua ajaran ini tidak mungkin. Di sini logika Islam sangat konkrit, sehingga tak ada gunanya usaha mencari persesuaian, melihat garis perbedaan yang begitu tajam antara konsepsi penebusan dan konsepsi hukum yang bersifat pribadi. “Seorang bapa takkan dapat menolong anaknya, dan anakpun tiada sedikit juga akan dapat menolong bapanya.” (QS, 31:33)
Tentang agama baru ini, sudah adakah dari kalangan Nasrani ketika itu yang mau memikirkannya, serta melihat kemungkinan bertemunya konsepsi Tauhid dengan ajaran yang dibawa Isa itu? Ya, memang ada, dan banyak di antara mereka itu yang lalu beriman kepada ajaran ini.
RUMAWI DAN KAUM MUSLIMIN
Akan tetapi Kerajaan Rumawi - yang karena kemenangannya kaum Muslimin telah turut gembira dan menganggapnya suatu kemenangan bagi agama-agama Kitab - penguasa-penguasanya tidak mau bersusah payah mempelajari agama baru itu. Mereka memandang semua kemungkinan hanya dari segi politik semata dan yang dipikirkan hanya nasib kerajaannya bila agama yang baru itu kelak mendapat kemenangan. Oleh karena itu mereka malah bersekongkol menentangnya, dengan mengirimkan pasukan besar-besaran - suatu sumber mengatakan seratus ribu, yang lain mengatakan duaratus ribu - yang mengakibatkan timbulnya perang Tabuk. Pihak Rumawi ternyata mundur berhadapan dengan pasukan Muslimin - dengan Muhammad sebagai komandannya - yang hendak menangkis serangan musuh yang tidak diinginkan itu.
Sejak itulah kaum Muslimin dan kaum Nasrani berada dalam posisi permusuhan politik, yang selama berabad-abad berikutnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin. Selama itu lingkungan kekuasaan mereka membentang sampai ke Andalusia di sebelah barat, ke India dan Tiongkok di sebelah timur. Sebagian besar daerah-daerah ini menerima agama baru itu dan bahasa Arab sebagai bahasa yang sudah ditentukan.
Setelah tiba masanya sejarah harus beredar, pihak Nasrani pun mengusir kaum Muslimin dari Andalusia, memerangi mereka dengan serangkaian Perang Salib. Mereka menyerang agama dan Nabi dengan cara yang sangat keji, disertai kebohongan dan fitnah semata-mata. Demikian kejinya mereka itu, sehingga lupa mereka tentang apa yang pernah disampaikan Muhammad ‘alaihissalam dalam hadis-hadis dan dalam Qur’an melalui wahyu yang diturunkan kepadanya, bahwa Islam mengangkat martabat Isa ‘alaihissalarn setinggi yang diberikan Allah kepadanya.
PENULIS-PENULIS KRISTEN DAN MUHAMMAD
Ketika menguraikan, pandangan penulis-penulis Kristen sampai pada pertengahan abad kesembilanbelas, sehubungan dengan adanya mereka yang berprasangka jahat terhadap Muhammad Dictionnaire Larousse menyebutkan demikian: “Dalam pada itu Muhammad masih tetap sebagai tukang sihir yang hanyut dalam kerusakan akhlak, perampok unta, seorang kardinal yang tidak berhasil menduduki kursi Paus, lalu menciptakan agama baru untuk membalas dendam kepada kawan-kawannya. Cerita-cerita khayal dan cabul banyak terjadi dalam sejarah hidupnya. Sejarah hidup Bahaume (Muhammad) hampir terdiri dari hasil lektur semacam itu. ‘Cerita Muhammad’ yang disiarkan oleh Reinaud dan Francisque Michel tahun 1831 melukiskan kepada kita pandangan orang-orang yang hidup dalam Abad Pertengahan itu tentang dia. Dalam abad ketujuhbelas Bell memberikan suatu tanggapan tentang sejarah yang sifatnya merendahkan arti Qur’an dengan suatu tinjauan berdasarkan sejarah. Sungguhpun begitu ia masih diliputi oleh ketentuan-ketentuan yang salah mengenai dirinya. Akan tetapi dia mengakui, bahwa ketentuan moral dan sosial yang dibuatnya tidak berbeda dengan ketentuan Kristen, kecuali soal hukum qishash (Lex Talionis?) dan polygyny.”
Dari sekian banyak Orientalis yang telah membuat analisa tentang sejarah hidup Muhammad, ada seorang di antaranya yang agak jujur, yaitu penulis Perancis Emile Dermenghem. Ia memperingatkan kolega-kolega yang menulis tentang agama ini dengan mengatakan: “Sesudah pecah perang Islam-Kristen, dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah-pengertian bertambah lebar, tambah tajam. Orang harus mengakui, bahwa orang-orang Baratlah yang memulai timbulnya pertentangan itu sampai begitu memuncak. Sejak zaman penulis-penulis Bizantium, tanpa mau bersusah payah mengadakan studi - kecuali Jean Damasceme - telah melempari Islam dengan pelbagai macam penghinaan. Para penulis dan penyair menyerang kaum Muslimin Andalusia dengan cara yang sangat rendah. Mereka menuduh, bahwa Muhammad adalah perampok unta, orang yang hanyut dalam foya-foya, mereka menuduhnya tukang sihir, kepala bandit dan perampok, bahkan menuduhnya sebagai seorang pendeta Rumawi yang marah dan dendam karena tidak dipilih menduduki kursi Paus ... Dan yang sebagian mengiranya ia adalah tuhan palsu, yang oleh pengikut-pengikutnya dibawakan sesajen berupa kurban-kurban manusia. Bahkan Guibert de Nogent sendiri, orang yang begitu serius masih menyebutkan, bahwa Muhammad mati karena krisis mabuk yang jelas sekali, dan bahwa tubuhnya kedapatan terdampar di atas timbunan kotoran binatang dan sudah dimakan babi. Oleh karena itu, lalu ditafsirkan, bahwa itulah sebabnya minuman keras dan daging binatang itu diharamkan.
Di samping itu ada beberapa nyanyian yang melukiskan Muhammad sebagai berhala dari emas, dan mesjid-mesjid sebagai kuil-kuil kuno yang penuh dengan patung-patung dan gambar-gambar. Pencipta “Nyanyian Antakia” (Chanson d’Antioche) membawa cerita tentang adanya orang yang pernah melihat berhala “Mahom” terbuat dari emas dan perak murni dan dia duduk di atas seekor gajah di tempat yang terbuat dari lukisan mosaik. Sedang “Nyanyian Roland” (Chanson de Roland) melukiskan pahlawan-pahlawan Charlemagne menghancurkan berhala-berhala Islam, dan mengira bahwa kaum Muslimin di Andalusia itu menyembah trinitas terdiri dari Tervagant, Mahom dan Apollo. Dan “Cerita Muhammad” (Le Roman de Mahomet) itu menganggap, bahwa Islam membenarkan wanita melakukan polyandri.
RUMAWI DAN KAUM MUSLIMIN
Akan tetapi Kerajaan Rumawi - yang karena kemenangannya kaum Muslimin telah turut gembira dan menganggapnya suatu kemenangan bagi agama-agama Kitab - penguasa-penguasanya tidak mau bersusah payah mempelajari agama baru itu. Mereka memandang semua kemungkinan hanya dari segi politik semata dan yang dipikirkan hanya nasib kerajaannya bila agama yang baru itu kelak mendapat kemenangan. Oleh karena itu mereka malah bersekongkol menentangnya, dengan mengirimkan pasukan besar-besaran - suatu sumber mengatakan seratus ribu, yang lain mengatakan duaratus ribu - yang mengakibatkan timbulnya perang Tabuk. Pihak Rumawi ternyata mundur berhadapan dengan pasukan Muslimin - dengan Muhammad sebagai komandannya - yang hendak menangkis serangan musuh yang tidak diinginkan itu.
Sejak itulah kaum Muslimin dan kaum Nasrani berada dalam posisi permusuhan politik, yang selama berabad-abad berikutnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin. Selama itu lingkungan kekuasaan mereka membentang sampai ke Andalusia di sebelah barat, ke India dan Tiongkok di sebelah timur. Sebagian besar daerah-daerah ini menerima agama baru itu dan bahasa Arab sebagai bahasa yang sudah ditentukan.
Setelah tiba masanya sejarah harus beredar, pihak Nasrani pun mengusir kaum Muslimin dari Andalusia, memerangi mereka dengan serangkaian Perang Salib. Mereka menyerang agama dan Nabi dengan cara yang sangat keji, disertai kebohongan dan fitnah semata-mata. Demikian kejinya mereka itu, sehingga lupa mereka tentang apa yang pernah disampaikan Muhammad ‘alaihissalam dalam hadis-hadis dan dalam Qur’an melalui wahyu yang diturunkan kepadanya, bahwa Islam mengangkat martabat Isa ‘alaihissalarn setinggi yang diberikan Allah kepadanya.
PENULIS-PENULIS KRISTEN DAN MUHAMMAD
Ketika menguraikan, pandangan penulis-penulis Kristen sampai pada pertengahan abad kesembilanbelas, sehubungan dengan adanya mereka yang berprasangka jahat terhadap Muhammad Dictionnaire Larousse menyebutkan demikian: “Dalam pada itu Muhammad masih tetap sebagai tukang sihir yang hanyut dalam kerusakan akhlak, perampok unta, seorang kardinal yang tidak berhasil menduduki kursi Paus, lalu menciptakan agama baru untuk membalas dendam kepada kawan-kawannya. Cerita-cerita khayal dan cabul banyak terjadi dalam sejarah hidupnya. Sejarah hidup Bahaume (Muhammad) hampir terdiri dari hasil lektur semacam itu. ‘Cerita Muhammad’ yang disiarkan oleh Reinaud dan Francisque Michel tahun 1831 melukiskan kepada kita pandangan orang-orang yang hidup dalam Abad Pertengahan itu tentang dia. Dalam abad ketujuhbelas Bell memberikan suatu tanggapan tentang sejarah yang sifatnya merendahkan arti Qur’an dengan suatu tinjauan berdasarkan sejarah. Sungguhpun begitu ia masih diliputi oleh ketentuan-ketentuan yang salah mengenai dirinya. Akan tetapi dia mengakui, bahwa ketentuan moral dan sosial yang dibuatnya tidak berbeda dengan ketentuan Kristen, kecuali soal hukum qishash (Lex Talionis?) dan polygyny.”
Dari sekian banyak Orientalis yang telah membuat analisa tentang sejarah hidup Muhammad, ada seorang di antaranya yang agak jujur, yaitu penulis Perancis Emile Dermenghem. Ia memperingatkan kolega-kolega yang menulis tentang agama ini dengan mengatakan: “Sesudah pecah perang Islam-Kristen, dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah-pengertian bertambah lebar, tambah tajam. Orang harus mengakui, bahwa orang-orang Baratlah yang memulai timbulnya pertentangan itu sampai begitu memuncak. Sejak zaman penulis-penulis Bizantium, tanpa mau bersusah payah mengadakan studi - kecuali Jean Damasceme - telah melempari Islam dengan pelbagai macam penghinaan. Para penulis dan penyair menyerang kaum Muslimin Andalusia dengan cara yang sangat rendah. Mereka menuduh, bahwa Muhammad adalah perampok unta, orang yang hanyut dalam foya-foya, mereka menuduhnya tukang sihir, kepala bandit dan perampok, bahkan menuduhnya sebagai seorang pendeta Rumawi yang marah dan dendam karena tidak dipilih menduduki kursi Paus ... Dan yang sebagian mengiranya ia adalah tuhan palsu, yang oleh pengikut-pengikutnya dibawakan sesajen berupa kurban-kurban manusia. Bahkan Guibert de Nogent sendiri, orang yang begitu serius masih menyebutkan, bahwa Muhammad mati karena krisis mabuk yang jelas sekali, dan bahwa tubuhnya kedapatan terdampar di atas timbunan kotoran binatang dan sudah dimakan babi. Oleh karena itu, lalu ditafsirkan, bahwa itulah sebabnya minuman keras dan daging binatang itu diharamkan.
Di samping itu ada beberapa nyanyian yang melukiskan Muhammad sebagai berhala dari emas, dan mesjid-mesjid sebagai kuil-kuil kuno yang penuh dengan patung-patung dan gambar-gambar. Pencipta “Nyanyian Antakia” (Chanson d’Antioche) membawa cerita tentang adanya orang yang pernah melihat berhala “Mahom” terbuat dari emas dan perak murni dan dia duduk di atas seekor gajah di tempat yang terbuat dari lukisan mosaik. Sedang “Nyanyian Roland” (Chanson de Roland) melukiskan pahlawan-pahlawan Charlemagne menghancurkan berhala-berhala Islam, dan mengira bahwa kaum Muslimin di Andalusia itu menyembah trinitas terdiri dari Tervagant, Mahom dan Apollo. Dan “Cerita Muhammad” (Le Roman de Mahomet) itu menganggap, bahwa Islam membenarkan wanita melakukan polyandri.
“Cara berpikir yang penuh dengan kedengkian dan penuh legenda itu tetap menguasai kehidupan mereka. Sejak zaman Rudolph de Ludheim, sampai saat kita sekarang ini, masih ada saja orangorang semacam Nicolas de Cuse, Vives, Maracci, Hottinger, Bibliander, Prideaux dan yang lain. Mereka itu menggambarkan Muhammad sebagai penipu, dan Islam merupakan sekumpulan kaum bidat. Semua itu adalah perbuatan setan. Kaum Muslimin adalah orang-orang buas sedang Qur’an adalah suatu gubahan yang tak berarti. Mereka tidak membicarakannya secara sungguh-sungguh, karena sudah dianggap tidak ada artinya. Tetapi, dalam pada itu Pierre le Venerable, pengarang pertama yang telah menulis risalah anti Islam di Barat dalam abad keduabelas telah menterjemahkan Qur’an ke dalam bahasa Latin. Dalam abad keempatbelas Peirre Pascal termasuk orang yang mau mendalami studi-studi tentang Islam. Innocent III pernah melukiskan Muhammad, bahwa dia adalah musuh Kristus (Antichrist). Sedang abad Pertengahan menganggap Muhammad seorang heretik (melanggar ajaran agama Kristen). Orang-orang semacam Raymond Lulle dalam abad keempatbelas, Guellaume Postel dalam abad keenambelas, Roland dan Gagnier dalam abad kedelapanbelas, Pendeta de Broglie dan Renan dalam abad kesembilanbelas, mempunyai tanggapan yang beraneka ragam. Sebaliknya orang-orang semacam Comte Boulainvilliers, Scholl, Caussin de Perceval, Dozy, Sprenger, Barthelemy Saint-Hilaire, de Casteries, Carlyle dan yang lain, pada umumnya mereka memperlihatkan sikap jujur terhadap Islam dan Nabi, dan kadang memperlihatkan sikap hormat. Sungguhpun begitu, dalam tahun 1876 Droughty bicara tentang Muhammad dengan mengatakan: “Itu Arab munafik yang kotor.” Sebelum itu, dalam tahun 1822 juga Foster telah mencacinya. Sampai sekarang sebenarnya masih ada musuh-musuh Islam itu yang bersemangat.”5
Catatan kaki:
5. Emile Dermenghem, La Vie de Mahomet, halaman 135 dan berikutnya.
Kita sudah melihat, bukan, penulis-penulis Barat itu, begitu rendah menyerangnya? Juga sudah kita lihat kegigihan mereka selama berabad-abad yang mau menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di kalangan umat manusia. Padahal di kalangan mereka itu ada orang-orang yang sudah mengalami zaman yang biasa disebut zaman ilmu pengetahuan, zaman riset dan zaman kebebasan berpikir serta adanya deklarasi persaudaraan antara sesama manusia.
Dengan adanya orang-orang yang jujur dalam batas-batas tertentu telah mengurangi juga adanya pengaruh yang menyesatkan seperti yang diisyaratkan oleh Dermenghem itu. Di antara mereka ada yang mengakui kebenaran iman Muhammad membawakan risalah itu yang dipercayakan Allah kepadanya melalui wahyu yang harus disampaikan. Ada pula yang sangat menghargai kebesaran Muhammad dalam arti rohani, ketinggian akhlaknya, harga dirinya serta jasanya yang tidak sedikit. Ada yang melukiskan semua itu dengan gaya yang kuat dan indah sekali. Meskipun demikian, pihak Barat masih juga berprasangka buruk terhadap Islam dan terhadap Nabi, kemudian demikian beraninya mereka itu sampai-sarnpai di daerah-daerah Islam sendiri kalangan misionaris melancarkan penghinaan yang begitu rendah, dan berusaha membelokkan kaum Muslimin dari ajaran agamanya kepada agama Kristen.
5. Emile Dermenghem, La Vie de Mahomet, halaman 135 dan berikutnya.
Kita sudah melihat, bukan, penulis-penulis Barat itu, begitu rendah menyerangnya? Juga sudah kita lihat kegigihan mereka selama berabad-abad yang mau menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di kalangan umat manusia. Padahal di kalangan mereka itu ada orang-orang yang sudah mengalami zaman yang biasa disebut zaman ilmu pengetahuan, zaman riset dan zaman kebebasan berpikir serta adanya deklarasi persaudaraan antara sesama manusia.
Dengan adanya orang-orang yang jujur dalam batas-batas tertentu telah mengurangi juga adanya pengaruh yang menyesatkan seperti yang diisyaratkan oleh Dermenghem itu. Di antara mereka ada yang mengakui kebenaran iman Muhammad membawakan risalah itu yang dipercayakan Allah kepadanya melalui wahyu yang harus disampaikan. Ada pula yang sangat menghargai kebesaran Muhammad dalam arti rohani, ketinggian akhlaknya, harga dirinya serta jasanya yang tidak sedikit. Ada yang melukiskan semua itu dengan gaya yang kuat dan indah sekali. Meskipun demikian, pihak Barat masih juga berprasangka buruk terhadap Islam dan terhadap Nabi, kemudian demikian beraninya mereka itu sampai-sarnpai di daerah-daerah Islam sendiri kalangan misionaris melancarkan penghinaan yang begitu rendah, dan berusaha membelokkan kaum Muslimin dari ajaran agamanya kepada agama Kristen.
sumber : Buku sejarah Muhammad Oleh muhammad husain haikal
0 komentar:
Posting Komentar