AHOK: PERLU LOKALISASI PELACURAN DAN INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA
Sebagaimana diberitakan media yang hingar bingar bahwa ahok membongkar tempat lokalisasi pelacuran kali jodo ternyata sebenarnya dia berpikiran bahwa lebih baik indonesia perlu lokalisasi pelacuran karena indonesia bukan negara agama katanya. Memang indonesia ini negara yang bersistem kafir, tapi akan lebih buruk kalau maksiat dibiarkan azab akan semakin turun dan tidak terkendali dan membinasakan orang yang bersalah ataupun tidak, tapi orang kafir macam ahok tidak akan berpikir sampai kesitu karena dia bukan muslim dia pura-pura muslim, kadang dalam pidatonya mengucapkan assalamualaikum tapi tak tahu makna yang ia ucapkan sungguh ironis dia menjual agama untuk jabatan dunia yang sementara.
Betapa, jika setiap Muslimah memiliki kesadaran yang bersifat kolektif ini bersifat nosional, kemudian mereka membuat gerakan seperti Muslimah di Pangandaran, pasti kehidupan akan semakin baik.Muslimah di manapun tidak lagi perlu menunggu kebijakan pemerintah yang akan ber tindak terhadap praktek pelacuran. Karena tidak semua pemimpin daerah memiliki kesadaran yang sama akan bahayanya praktek pelacuran ini terhadap kehidupan. Banyak para pemimin daerah yang membiarkan praktek asusila, dan dijadikan objek pemasukan pendapatan daearah (PAD).
Apalagi pelacuran di era sekarang ini sudah menjadi industri. Ada perusahaan yang notabene usahanya dibidang penyedia pelacur. Dengan pelanggaan yang sangat luas. Memiliki sindikasi jaringan skala nasional dan internasional. Melibatkan pejabat, politisi, dan termasuk penegak hukum. Tidak heran, memberantas praktek pelacuran begitu sangat sulit.Tentu semua itu tergantung dari kemauan baik politik (political will). Jika ada kemauan politik yang baik dari elemen-elemen bangsa ini pasti akan dapat dihapus praktek pelacuran di Indonesia.Seperti sudah diberikan tauladan yang baik oleh Walikota Surabaya Sri Rismaharani yang sudah bersumpah, pada hari Pahlawan 10 Nopember, di Taman Bungkul, Surabaya, bahwa tahun 2014, kota Surabaya akan bebas pelacur dan praktek pelacuran. Seiring dengan Gubernur Jawa Timur, Sukarwo yang membebaskan Jawa Timur dari pelacur dan pelacuran.
Di Surabaya ada lokalisasi kompleks pelacuran terbesar di Asia Tenggara, Dolly. Kompleks pelacuran tertua di Indonesia. Sudah ada sejak zaman Belanda. Dolly adalah mucikari berdarah Belanda.Sekarang ada tokoh Surabaya, kebetulan memiliki jabatan dan kekuasaan, kemudiaan kekuasaan dan jabatannya itu, digunakannya menghapus dan menghilangkan penyakit sosial, dan berdampak kepada kehancuran kehidupan.
Betapa mulianya Tri Rismaharani yang dengan segala kesungguhan berkehendak dan bertujuan menghapus praktek yang sudah sangat tua itu. Tidak pernah ada sebelumnya pejabat yang memiliki tekad menghapus praktek-praktek atau bisnis maksiat, dan baru Sri Trimaharani ini.Bila kelak Dolly tutup, dan kehidupan berubah, Walikota Surabaya, Sri Rismaharani layak akan dikenang sepanjang sejarah kehidupan manusia atas usaha yang menutup tempat maksiat Dolly.
Sebaliknya, di acara Metro TV, Sabtu malam menjelang dini hari, yang melakukan wawancara dengan Wakil Gubernur DKI, Ahok dengan menggunakan baju koko, peci hitam dikepala, selendang dipundaknya, seperti Muslim Betawi, justru secara tegas ingin membuat kebijakan lokalisasi pelacuran di daerah kebayoran (di Jakarta).Alasannya melakukan lokalisasi pelacur di sebuah komplek, sebagai langkah preventif menghindari menyebarnya penyakit menular seperti HIV, dan penyakit kotor lainnya. Dengan adanya kompleks lokalisasi pelacuran akan dapat dikontrol para pelacur yang melakukan praktek seks, sekaligus kesehatan mereka dari kemungkinan penyakit menular. Sungguh pendapat paling bodoh seperti ini tak pantas di lontarkan seorang gubernur.
Di Jakarta pernah ada kompleks pelacuran terbesar di kota ini, dan kemudian di tutup di zamannya Gubernur Sutiyoso, dan sekarang dijadikan Islamic Center, dan berbagai kegiaran dakwah berlangsung di bekas tempat kompleks pelacuran itu. berulangkali praktek pelacuran sudah menyebar luas di Jakarta, dan ada di mana-mana. Mestinya, Ahok dengan kesadaran itu, berusaha menghilangkan praktek kotor yang pasti akan menghancurkan kehidupan manusia. Mestinya, Ahok tidak mentolelir segala bentuk dan praktek pelacuran yang ada. Menggunakan kekuasaan dan jabatannya meghapusnya dengan kewenangan yang dimilikinya.
Walikota Surabaya Sri Rismaharani memiliki tekad menudut kompleks Dolly, sebuah kompleks pelacuran terbesar di Asia Tenggara, dan sebalumnya menutup kompleks pelacuran yang ada di kota Surabaya, dan itu bisa dilakukannya. Tetapi, mengapa Ahok, justru bersikap sebaliknya, dan kukuh dengan pendiriannya perlu lokalisasi kompleks pelacuran?Tentu, bagi kaum Muslimin di Jakarta, dan dimanapun, “clossing statement” Ahok, selalu mengatakan bahwa Indonesia bukan negara “agama”, tetapi Indonesia negara “sekuler”, ini sungguh sangat menyakitkan bagi Muslimin.Soeharto yang menjadi dedengkot Orde Baru, sejak berkuasa sampai turun, tidak pernah keluar dari mulutnya, mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara “sekuler”.
Ahok sudah berulangkali mengatakan, bahwa Indonesia negara “sekuler”, dan bukan negara “agama”, maksudnya bukan negara Islam, dan tidak berhak Muslim mempraktekkan Syariah Islam. Lalu apakah Ahok menginginkan di setiap sudut kota Jakarta dibangun kembali kompleks pelacuran? Apakah Ahok menginginkan legalisasi praktek-praktek pelacuran? Apakah Ahok menginginkan praktek pelacuran menjadi praktek bisnis, seperti bisnis yang lainnya, seperti sekarang yang berkembang di daerah Gajah Mada, Hayam Wuruk, dan Kota?Apakah Ahok menginginkan kota Jakarta seperti Macau, menjadi pusat judi dan pelacuran dunia? Hanya karena Indonesia menurut Ahok, bukan negara “agama”.
Wallahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar