Maka, Kami memperingatkan kamu dengan api yang menyala-nyala.Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan (berpaling) dari iman. (QS.al-Lail 14-16)
Suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengimami Shalat Maghrib dengan membaca Surat al-Lail. Tatkala bacaan sampai pada firman-Nya, “fa andzartukum naaran talazhzha..”, beliau menangis hingga tak mampu melanjutkan bacaannya. Kemudian beliau mengulanginya dari awal, namun sampai pada ayat yang sama, beliau kembali menangis dan tak sanggup melanjutkannya. Hal itu terjadi dua atau tiga kali, lalu beliau membaca surat yang lain.
Kita memang tidak bisa mengukur persis, gejolak macam apa yang membuncah di dada beliau, hingga air mata tumpah tak terbendung. Tapi, begitulah karakter ulama, “innama yaksyallaha min ‘ibaadihil ‘ulama’, hanyasanya orang yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama’.
Mereka merasa menjadi obyek langsung dari Kalamullah. Lantas seperti apa perasaan seseorang yang merasa diingatkan langsung oleh Allah? Apalagi, tatkala peringatan itu berupa ancaman siksa neraka, yang tak ada lagi level penderitaan yang menandinginya.
Orang yang masuk neraka adalah yang Paling Celaka
Neraka tidak dimasuki kecuali oleh orang yang paling celaka. ”La yashlaaha illal asyqa”, Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka. Tidak ada lagi orang yang lebih celaka darinya. Karena neraka disifati dengan segala kepungan penderitaan dan kesengsaraan, dan dinihilkan dari segala hiburan dan kesenangan.
Di dunia, kita memang sering menyaksikan dan mendengar kisah tentang penderitaan seseorang. Tentang orang yang miskin , beratnya penyakit yang menimpa, atau dahsyatnya musibah yang menerpa. Tapi, itu semua sungguh tidak seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan neraka. Pasti ada jeda derita di dunia apalagi derita dunia ini hanya sesaat tak sebanding sama sekali dengan kekalnya penderitaan neraka, pun banyak faktor yang bisa membuat beban menjadi ringan dirasa. Tidak sebagaimana derita di neraka, bersabar atau tidak bersabar sama saja bagi mereka.
Intensitas siksa yang tiada jeda dan tanpa koma, bahkan tak ada sedikit waktu meski hanya sekedar menurunnya kadar derajat siksa. Hingga para penghuninya berkata,
”Mohonkanlah pada Rabbmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari” (QS al-Mukmin: 49)
Menu Makanan di Neraka
Pada hakikatnya, makanan dan minuman itu identik dengan kenikmatan dan kelezatan. Tapi tidak demikian halnya dengan menu yang disediakan di neraka. Makanan menjadi siksa, minuman juga sebagai siksa, dan buah-buahan pun berupa siksa.
Ada makanan dhaari’, yang tidak menghilangkan rasa lapar, apalagi membuat perut menjadi kenyang. Rasapun bertentangan dengan selera lidah, bahkan untuk menelannya harus dengan merobek tenggorokan, karena ia berupa duri,
“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS al-Ghasyiyah:6-7)
Disediakan pula menu buah untuk mereka. Namun bukan untuk menambah vitamin atau hidangan penutup yang menyempurnakan kenikmatan. Bentuknya menyeramkan, tumbuh dari tempat yang sangat mengerikan, yaitu pohon zakum yang tumbuh dari dasar neraka jahanam, Firman Allah Ta'ala :
”Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zhalim.. Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar naar jahim. mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. (QS. Ash-Shaffat 63-65)
Tentang rasa, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda memberikan perumpamaan yang menakutkan,
”Seandainya satu tetes dari zaqum diteteskan ke dunia, niscaya akan merusak kehidupan di dunia, lantas bagaimana halnya dengan orang yang memakannya?” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shahih)
Tidak disebutkannya akhir dari orang yang menyantapnya itu menunjukkan kedahsyatannya, hingga sulit digambarkan dengan kata-kata, atau dibayangkan dengan nalar manusia, semoga Allah menjauhkan kita dari neraka.
Jenis makanan lain yang disediakan bagi penghuni neraka adalah ghisliin, Firman Allah Ta'ala :
“Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (QS. al-Haaqah: 36)
Di antara ulama menafsirkan bahwa ghisliin adalah adonan dari seluruh kotoran yang keluar dari tubuh penghuni neraka, baik nanah, keringat, ludah, maupun kotoran dari depan maupun belakang, nas’alullahal ‘aafiyah.
Minuman yang Disediakan di Neraka
Jika makanan penghuni neraka begitu mengerikan, lantas bagaimana dengan minumannya? Sebagaimana halnya makanan, mereka juga diberi aneka jenis minuman. Tapi masing-masing minuman menjanjikan sisi penderitaan yang berbeda-beda, dengan tingkat derita yang paling ekstrim.
Ada minuman ’hamiim’, air yang mencapai tingkat panas yang paling puncak, hingga meluluhlantakkan segala isi perut yang meminumnya,
“dan diberi minuman dengan air yang mendidih (hamim) sehingga memotong-motong ususnya.” (QS. Muhammad: 15)
Jauh sekali dari kesegaran, tidak pula bermanfaat untuk mengusir haus dan dahaga, bahkan peminumnya menanggung derita tiada tara saking panasnya. Berbeda halnya dengan minuman ‘shadiid’, siksa yang dirasakan bukan semata karena panasnya, namun karena bau dan wujud yang sangat menjijikkan,
“Diminumnya air nanah (shadiid) itu, dan hampir dia tidak bisa menelannya.” (QS. Ibrahim: 17)
Dan terakhir adalah minuman dari air ‘muhl’, cairan besi yang mendidih, sebagaimana firman Allah,
“Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. 18:29)
sumber : majalah arrisalah
aStagfirlohaladhim.........Sem0ga qt d jaUhkn......amin
BalasHapus