Adanya pemahaman bahwa
tanda hitam di dahi merupakan karunia Allah kepada orang-orang yang banyak
sujud adalah berangkat dari pemahaman sebagian umat Islam terhadap firman Allah
yang berbunyi :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ
عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ
السُّجُودِ
Artinya
: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud (Q.S. al-Fath :
29)
Sebagaimana kita perhatikan ayat di atas, sebenarnya tidak ada
penegasan bahwa yang dimaksud dengan bekas sujud tersebut adalah munculnya
warna hitam di dahi, tetapi yang ada hanya perkataan “tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”. Jadi bekas sujud tersebut
ada pada wajahnya, tidak khusus pada dahi, tetapi bisa pada dahi dan juga bisa
pada bagian wajah lainnya, bahkan juga bisa pada keseluruhan wajah. Untuk
mencari penafsiran yang benar firman Allah ini, mari kita merujuk kepada
penafsiran kitab-kitab tafsir yang mu’tabar yang sering menjadi rujukan ulama
kita dalam menafsirkan al-Qur’an, yakni antara lain :
1. Tafsir al-Khazin karya ‘Alauddin al-Khazin, menjelaskan :
Terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai makna “tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” kepada dua pendapat.
Pendapat pertama tanda itu muncul pada hari qiyamat nanti. Berdasarkan pendapat
ini, dikatakan tanda itu berupa cahaya putih yang muncul pada wajah mereka yang
dengan sebabnya mereka dikenali nanti di hari akhirat sebagai orang yang gemar
sujud di dunia. Ini salah satu riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas. Pendapat
lain berdasarkan pendapat pertama ini adalah bagian wajah mereka yang kena
sujud bagaikan bulan purnama. Pendapat lain mengatakan mereka akan dibangkit
pada hari akhirat nanti dalam keadaan putih yang indah sehingga mereka dikenali
dengannya.
Pendapat kedua mengatakan tanda itu muncul di dunia. Wajah
mereka bersinar pada waktu siang karena banyak shalat pada waktu malam. Pendapat
lain berdasarkan pendapat kedua ini mempunyai perilaku yang yang baik, khusyu’
dan tawadhu’. Pendapat lainnya bersih wajah karena berjaga malam. Hal itu dapat
dikenali pada dua orang dimana salah satunya berjaga malam untuk shalat dan
ibadah, sedangkan satunya lagi berjaga malam untuk main-main Maka begitu pagi
tiba, nyatalah beda antara keduanya, pada wajah orang shalat muncul cahaya dan
sinar, sedangkan pada wajah yang gemar main-main muncul kegelapan. Pendapat
lain lagi berdasarkan pendapat kedua ini munculnya bekasan tanah pada dahi
mereka karena mereka sujud atas tanah, bukan atas kain.[1]
2.
Tafsir Ibnu Katsir mengatakan :
Dalam menafsirkan “tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka” Ibnu Abbas mengatakan perilaku yang baik. Mujahid dan
lainnya mengatakan khusyu’ dan tawadhu’. Al-Suddi mengatakan shalat
memperbaguskan wajah. Sebagian salaf mengatakan orang yang banyak shalat pada
waktu malam akan memperbagus wajahnya pada waktu siang. [2]
3. Tafsir al-Thabari ;
Dalam tafsirnya, Al-Thabari setelah menyebut pendapat-pendapat mengenai
penafsiran “tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka”
sebagaimana yang telah dikemukakan al-Khazin dan Ibnu Katsir di atas, beliau mengatakan :
“Pendapat yang lebih tepat adalah sesungguhnya Allah Ta’ala memberitahukan
bahwa mereka adalah kaum yang disifati dengan suatu sifat dari bekas sujud dan
sifat itu tidak terkhusus pada suatu waktu, maka itu ada pada setiap waktu. Karena
itu, tanda mereka yang dapat dikenali mereka dengan sebabnya adalah bekas
Islam, yakni berupa khusyu’, hidayah, zuhud, perilaku yang baik, bekas menunai
ibadah fardhu dan sunnatnya. Sedangkan di akhirat tanda-tanda mereka sebagaimana
khabar tentangnya adalah putih pada wajahnya, putih pada tangan dan kakinya
karena bekas wudhu’ dan putih wajah karena bekas sujud.[3]
4. Tafsir al-Qurthubi :
Dalam Tafsir al-Qurthubi selain dari pendapat-pendapat di atas disebutkan juga Malik menyatakan tanda mereka pada wajah
mereka berupa bekas sujud, yaitu tanah yang bersangkut pada dahi mereka pada
ketika sujud. Pendapat ini juga merupakan pendapat Sa’id bin Jubair. Ibnu
Juraij mengatakan berwibawa dan bercahaya. Syimr bin Athiah mengatakan pucat
wajah karena mendirikan malam. Hasan mengatakan apabila kamu melihat mereka,
kamu sangka mereka sakit, padahal mereka tidak sakit. Zhahak mengatakan tidak ada
bekas apapun pada wajah mereka, tetapi itu pucat.[4]
5. Tafsir al-Jalalain dan Hasyiah nya, al-Shawi.
Dalam Tafsir al-Jalalain disebutkan cahaya putih yang dapat dikenali mereka
dengan sebabnya di hari akhirat kelak. Dalam al-Shawi ‘ala al-Jalalain
dikatakan terjadi perbedaan pendapat mengenai makna tanda tersebut. Sebagian ulama
mengatakan bagian wajah yang kena sujud itu dilihat pada hari kiamat laksana
bulan purnama. Pendapat lain mengatakan pucat wajah karena berjaga malam. Sebagian
lain berpendapat khusyu’ yang muncul pada anggota tubuh sehingga seperti
dilihat mereka dalam keadaan sakit, padahal mereka tidak sakit. Selanjutnya al-Shawi
menegaskan tidak termasuk dari maksud tanda dari bekas sujud itu apa yang
dilakukan oleh sebagian orang bodoh yang sengaja memperlihatkan tanda bekas sujud
pada dahinya, maka itu adalah perbuatan kaum Khawarij. Kemudian al-Shawi
mengutip hadits Nabi yang berbunyi :
اني لابغض الرجل
واكره اذا رايت بين عينيه اثر السجود
Artinya : Sesungguhnya aku sangat
membenci seseorang apabila aku melihat di antara dua matanya bekas sujud.[5]
Hadits yang
dikemukakan oleh al-Shawi di atas merupakan inti dari hadits dari Syarik bin
Syihab, beliau berkata :
كُنْتُ أَتَمَنَّى أَنْ أَلْقَى رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُحَدِّثُنِي عَنِ الْخَوَارِجِ، فَلَقِيتُ
أَبَا بَرْزَةَ فِي يَوْمِ عَرَفَةَ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقُلْتُ:يَا أَبَا
بَرْزَةَ، حَدِّثْنَا بِشَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - يَقُولُهُ فِي الْخَوَارِجِ. قَالَ: أُحَدِّثُكَ بِمَا سَمِعَتْ أُذُنَايَ
وَرَأَتْ عَيْنَايَ: أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- بِدَنَانِيرَ يُقَسِّمُهَا، وَعِنْدَهُ رَجُلٌ أَسْوَدُ، مَطْمُومُ الشَّعْرِ، عَلَيْهِ
ثَوْبَانِ أَبْيَضَانِ، بَيْنَ عَيْنَيْهِ أَثَرُ السُّجُودِ، فَتَعَرَّضَ لِرَسُولِ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ فَلَمْ
يُعْطِهِ شَيْئًا، فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ يَمِينِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا، ثُمَّ
أَتَاهُ مِنْ خَلْفِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا، فَقَالَ: وَاللَّهِ يَا مُحَمَّدُ
مَا عَدَلْتَ فِي الْقِسْمَةِ مُنْذُ الْيَوْمِ. فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - غَضَبًا شَدِيدًا ثُمَّ قَالَ: " وَاللَّهِ لَا
تَجِدُونَ بَعْدِي أَحَدًا أَعْدَلَ عَلَيْكُمْ مِنِّي " قَالَهَا ثَلَاثًا.ثُمَّ
قَالَ: " يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ - كَانَ هَذَا مِنْهُمْ -
هَدْيُهُمْ هَكَذَا، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ
مِنَ الدِّينِ، كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، لَا يَرْجِعُونَ إِلَيْهِ
". وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى صَدْرِهِ " سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ، لَا يَزَالُونَ
يَخْرُجُونَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ
" قَالَهَا ثَلَاثًا " شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ " قَالَهَا ثَلَاثًا».
Artinya
: Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Rasulullah SAW yang
bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada
bersama satu rombongan para shahabat pada hari ‘Arafah. Aku berkata kepadanya,
“Ceritakanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah SAW tentang
Khawarij !”. Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kamu suatu hadits yang
didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan
kepada Rasulullah SAW lalu beliau membaginya. Ada seorang yang
berkulit hitam dan plontos kepalanya dan ada bekas sujud di antara kedua
matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi
Rasulullah SAW dari arah depan, tetapi Rasulullah SAW tidak memberinya
sesuatupun, kemudian dia mendatanginya dari arah kanan, tetapi Rasulullah SAW
juga tidak memberikannya sesuatupun, lalu dia mendatanginya dari arah belakang,
namun Rasulullah SAW pun tidak memberikannya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad
hari ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah
besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak
akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau
ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Akan keluar dari arah
timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al-Qur’an namun al-Qur’an tidaklah
melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah
melesat dari binatang sasarannya kemudia mereka tidak akan kembali kepada
agama. Rasulullah SAW meletak tangan beliau di dadanya, kemudian mengatakan, ciri
khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul
sehingga muncul yang terakhir dari mereka. Apabila kalian melihatnya, maka
bunuhlah mereka. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Mereka adalah
seburuk-buruk kejadian dan makhluq. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. (H.R.
Ahmad dan al-Azraq bin Qais, telah dinyatakan tsiqqah oleh Ibnu Hibban,
sedangkan rijal lainnya adalah shahih)[6]
Kesimpulan
1. Tidak
ditemukan penafsiran ulama tafsir sebagaimana terlihat dalam kutipan di atas yang
menafsirkan bahwa tanda sujud yang dimaksud dalam firman Allah Q.S. al-Fath :
29 di atas bermakna tanda hitam di dahi sebagaimana anggapan sebagian umat Islam
dewasa ini. Bahkan ada hadits yang mencela orang-orang yang mempunyai tanda
hitam tersebut.
2. Menurut
hemat kami celaan Rasulullah SAW sebagaimana tersebut dalam hadits di atas
berlaku bagi orang-orang yang sengaja membuat tanda tersebut (boleh jadi sengaja menekan dengan keras ketika sujud) untuk
memperlihat kepada orang lain (riya) bahwa dia adalah orang yang gemar sujud
kepada Allah. Ini merupakan ciri khas orang Khawarij sebagaimana penjelasan
hadits di atas dan juga sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Shawi di atas.
3. Orang
yang tidak ada tanda hitam pada sujudnya tidak berarti dia bukan orang yang
gemar sujud, karena kalau sujud dengan tekanan yang pelan atau sujud atas lapik
seperti kain, sajadah dan lainnya, maka Insya Allah dahinya tidak berbekas.
4. Boleh jadi
seseorang karena gemar sujud, maka dahinya berbekas tanda hitam. Mudah-mudahan bagi orang ini, Allah menggantikan
dahinya tersebut dengan dahi yang bercahaya di hari akhirat kelak seandainya
tanda hitam itu bukan karena dibuat-buat.
[1] ‘Alauddin
al-Khazin, Tafsir al-Khazin, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,
Juz. IV, Hal. 172
[2] Ibnu Katsir, Tafsir
Ibnu Katsir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut Juz. VII, Hal. 337
[3] Al-Thabari, Tafsir al-Thabari,
Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 265
[4] Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi,
Maktabah Syamilah, Juz. XVI, Hal. 293
[5] Al-Shawi, Hasyiah al-Shawi ‘ala al-Jalalain, Dar
Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. IV, Hal. 106
sumber
0 komentar:
Posting Komentar