WIBOWO, 30, sungguh tak mengira bahwa
istrinya eks tlembuk (pelacur). Pantas saja seminggu jadi istrinya,
Karsih, 28, sudah kembali ke habitat lama. Diminta kembali ke jalan yang
benar tidak mau, terpaksa Wibowo menceraikannya lewat Pengadilan Agama
Purbalingga.
Memilih istri memang tidak bisa seperti pilih kain di bakul wade (penjual kain). Kalau kain, bisa dibolak-balik, dijereng-jereng seteliti mungkin. Kalau istri, sebelum resmi jadi istri mana mungkin bisa dibuka dan dibolak-balik. Asal dia nampak sebagai wanita, sudahlah cukup. Maka sesungguhnya, memilih istri bak beli kucing dalam karung. Bisa dapat yang bagus, tapi bisa juga keliru dapat barang yang salah.
Agaknya Wibowo bernasib seperti itu. Dia menikahi Karsih awalnya sekedar dari petunjuk keluarga. Kenal sebulan lalu kok sesuai selera hati, langsung saja naik ring alias resmi menjadi suami istri setelah ijab kobul di depan penghulu. Wibowo memang niatnya cari istri, bukan cari pacar. Apa lagi dalam usia yang sudah masa kritis, maunya Wibowo cekat ceket (serba cepat) dan bat betttt……
Begitu telah resmi menjadi suami istri, Wibowo merasa bahagia luar biasa. Kini malam tak lagi kedinginan, karena ada selimut hidup. Makan minum juga sudah ada yang menyiapkan. Bagaimana dengan kesan-kesan malam pertama? “Seperti lazimnya pengantin baru, sangat membahagiakan,” begitu jawab Wibowo diplomatis, ditambah agak malu-malu lagi. Sebagai cowok yang kurang pengalaman, Wibowo memang tak bisa membedakan mana sepeda motor sekend dan mana sepeda motor yang benar-benar in reyen.
Sayangnya, kebahagiaan pengantin baru dari Kejobong Purbalingga itu tak berlangsung lama. Seminggu kemudian, Karsih yang asal Pejawaran Kabupaten Banjarnegara itu telah meninggalkan rumah tanpa pamit. Menurut saksi mata, dia pergi naik kendaraan jurusan Baturaden. Saat dicari-cari, ternyata Karsih ditemukan mangkal di kompleks WTS. Rupanya dia sebelumnya memang biasa mangkal di situ. Dan kembali ke tempat ini berarti kembali ke habitat lama.
“Apa sira ndeyan dadi tlembuk maring kene, ya? (Apa kamu jadi WTS di sini ya)” omel Wibowo. Dia memang marah sekali. Bagaimana tidak marah, “aset” pribadinya ternyata oleh Karsih dijajakan ke mana-mana. Saking cintanya, meski sudah tercemar aneka bakteri itu barang, Wibowo masih mau menerimanya. Karsih yang memang cantik itu diajak pulang, untuk dibimbing kembali ke jalan yang benar. Agar dia menjadi wanita salihah dalam naungan keluarga sakinah.
Untuk sementara Karsih memang mau kembali ke rumah mertuanya. Tapi sebagai istri diberi belanja sehari Rp 25.000,- mana cukup? Sedangkan di Baturaden, “sawah” miliknya sekali digarap orang bisa dapat Rp 50.000,- bahkan kadang ada yang memberi Rp 100.000,- Maka hanya tiga hari dia betah di rumah, selanjutnya Karsih ngacir ke Baturaden lagi, melayani para lelaki hidung belang yang ternyata bisa jadi mesin uang untuk dirinya.
Habis sudah kesabaran Wibowo. Kelakuan istrinya lalu dilaporkan ke Pengadilan Agama Purbalingga, alias menggugat cerai. Karena alasannya sangat tepat, perzinahan, langsung dikabulkan majelis hakim, tanpa diberi petatah-petitih seperti lazimnya pengantin. Bagi Karsih sendiri, itu juga lebih bagus, karena dia kemudian bisa mengembangkan bakat, minat sekaligus hobi lamanya.
Salah Wibowo sendiri, WTS kok diopeni. (poskotanews)
Memilih istri memang tidak bisa seperti pilih kain di bakul wade (penjual kain). Kalau kain, bisa dibolak-balik, dijereng-jereng seteliti mungkin. Kalau istri, sebelum resmi jadi istri mana mungkin bisa dibuka dan dibolak-balik. Asal dia nampak sebagai wanita, sudahlah cukup. Maka sesungguhnya, memilih istri bak beli kucing dalam karung. Bisa dapat yang bagus, tapi bisa juga keliru dapat barang yang salah.
Agaknya Wibowo bernasib seperti itu. Dia menikahi Karsih awalnya sekedar dari petunjuk keluarga. Kenal sebulan lalu kok sesuai selera hati, langsung saja naik ring alias resmi menjadi suami istri setelah ijab kobul di depan penghulu. Wibowo memang niatnya cari istri, bukan cari pacar. Apa lagi dalam usia yang sudah masa kritis, maunya Wibowo cekat ceket (serba cepat) dan bat betttt……
Begitu telah resmi menjadi suami istri, Wibowo merasa bahagia luar biasa. Kini malam tak lagi kedinginan, karena ada selimut hidup. Makan minum juga sudah ada yang menyiapkan. Bagaimana dengan kesan-kesan malam pertama? “Seperti lazimnya pengantin baru, sangat membahagiakan,” begitu jawab Wibowo diplomatis, ditambah agak malu-malu lagi. Sebagai cowok yang kurang pengalaman, Wibowo memang tak bisa membedakan mana sepeda motor sekend dan mana sepeda motor yang benar-benar in reyen.
Sayangnya, kebahagiaan pengantin baru dari Kejobong Purbalingga itu tak berlangsung lama. Seminggu kemudian, Karsih yang asal Pejawaran Kabupaten Banjarnegara itu telah meninggalkan rumah tanpa pamit. Menurut saksi mata, dia pergi naik kendaraan jurusan Baturaden. Saat dicari-cari, ternyata Karsih ditemukan mangkal di kompleks WTS. Rupanya dia sebelumnya memang biasa mangkal di situ. Dan kembali ke tempat ini berarti kembali ke habitat lama.
“Apa sira ndeyan dadi tlembuk maring kene, ya? (Apa kamu jadi WTS di sini ya)” omel Wibowo. Dia memang marah sekali. Bagaimana tidak marah, “aset” pribadinya ternyata oleh Karsih dijajakan ke mana-mana. Saking cintanya, meski sudah tercemar aneka bakteri itu barang, Wibowo masih mau menerimanya. Karsih yang memang cantik itu diajak pulang, untuk dibimbing kembali ke jalan yang benar. Agar dia menjadi wanita salihah dalam naungan keluarga sakinah.
Untuk sementara Karsih memang mau kembali ke rumah mertuanya. Tapi sebagai istri diberi belanja sehari Rp 25.000,- mana cukup? Sedangkan di Baturaden, “sawah” miliknya sekali digarap orang bisa dapat Rp 50.000,- bahkan kadang ada yang memberi Rp 100.000,- Maka hanya tiga hari dia betah di rumah, selanjutnya Karsih ngacir ke Baturaden lagi, melayani para lelaki hidung belang yang ternyata bisa jadi mesin uang untuk dirinya.
Habis sudah kesabaran Wibowo. Kelakuan istrinya lalu dilaporkan ke Pengadilan Agama Purbalingga, alias menggugat cerai. Karena alasannya sangat tepat, perzinahan, langsung dikabulkan majelis hakim, tanpa diberi petatah-petitih seperti lazimnya pengantin. Bagi Karsih sendiri, itu juga lebih bagus, karena dia kemudian bisa mengembangkan bakat, minat sekaligus hobi lamanya.
Salah Wibowo sendiri, WTS kok diopeni. (poskotanews)
0 komentar:
Posting Komentar