Oleh : Rahma Nur Faizah
Kisah ini terjadi waktu Musim haji tahun 2012 lalu, seperti yang diangkat di koran al-Sabaq terbiatan Saudi Arabia tanggal 17 Dzhuhjjah lalu (02/11/2012).
Syahdan, seorang pria bernama Marimir Husain Jihar tengah menyapu jalanan kota Mekkah yang penuh debu. Ia. membersihkan jalanan kota suci ini dari kotoran dan sampah-sampah yang dibuang manusia atau yang diterbangkan angin sepanjang waktu.
Sudah 5 tahun, pekerja imigran asal Bangladesh itu melakoni pekerjaan bersahaja tersebut, pekerjaan yang dipandang sebelah mata orang orang lain. Di Arab Saudi, orang Bangladehs sering disebut sebagai "Benggali". Orang Indonesia pun memanggil mereka dengan sebutan demikian.
Rekan-rekan sekerja Marimir tidak pernah tahu asal-usul marimir, sebab ada ratusan ribu (atau mungkin jutaan) orang Benggali yang menjadi buruh kasar di negeri Haramain ini.
Sampai pada suatu hari di musim haji 2012. Ketika Marimir asyik menyapu jalanan di sekitar wilayah Tan'im, tempat di mana orang-orang akan memulai (miqat) ihram untuk Umrah, suatu kejadian tak terduga terjadi.
Seorang pria tua berteriak dari seberang jalan memanggil nama Marimir. Pria itu berpakaian Ihram, terlihat hendak melaksanakan ihram untuk Umrah. Dari postur tubuhnya, pria tua itu jelas berkebangsaan Bangladeh.
"Marimir…! Marimir…! Marimir….!" Teriak pria tua berkali-kali dari seberang jalan. Namun karena banyaknya manusia dan lalu linta yang sibuk, Marimir tidak mendengarnya.
"Marimir…! Marimir…! Marimir…!" Pria tua itu kembali berteriak. Kali ini ia berlari ke arah Marimir menghadang jalan.
Aksi pria tua itu mengundang perhatian banyak orang di Tan'im, termasuk dari rekan-rekan pria tua itu sendiri. Mereka heran, bagaimana ia mengenali seorang penyapu jalan di kota suci ini.
Tanpa peduli, ia terus berlari tanpa menghiraukan mobil-mobil yang melaju kencang. Orang-orang berteriak memperingatkannya, karena aksinya itu mengganggu lalu lintas.
"Marimir…!". Ujar si pria tua tanpa henti.
Kali ini Marimir mendengar. Ia menoleh, dilhatnya seorang yang sudah tua berlari ke arahnya. Ia pun heran, dari mana orang itu mengetahui namanya.
Pria itu semakin mendekat. Dan semakin dekat. Ketika sudah jelas baginya siapa yang datang, ia pun terperangah. Alangkah kagetnya Marimir, ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya.
Ternyata pria tua itu adalah abang kandungnya sendiri….
Dengan berurai air mata, si pria tua itu menghampiri Marimir yang penuh debu, lantas ia memeluk pemuda itu dengan erat sambil menangis.
Aksi jemaah haji tersebut mengundang perhatian banyak orang. Meski tidak mengerti, mereka mengabadikan momen penuh haru itu dengan kamera. Setelah itu, si pria tua bercerita kepada orang-orang yang mengitari mereka penuh keharuan.
Ia menceritakan bahwa tukang sapu itu adalah adik kandungnya sendiri, mereka adalah dua bersaudara yang sudah lebih 5 tahun tidak bertemu.
Kisah perpisahan mereka dimulai ketika orangtua mereka meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Ayah mereka meninggalkan harta warisan yang sangat banyak, mencapai 17 juta Riyal (sekarang sekitar Rp. 62 Milyar jika dikonversikan dengan kurs saat ini).
Bagaimana tidak, keluarganya adalah keturunan bangsawan, dan salah satu kakek mereka adalah mantan menteri di Bangladesh.
Tapi saudara tuanya itu berbuat serakah. Ia tidak mau membagi harta peninggalan itu dengan adiknya. Beberapa kali si adik meminta pembagian warisan, tapi ia tidak mau. Bahkan, sang adik pernah dijebloskannya ke penjara karena menuntut haknya!
Karena putus asa, akhirnya sang adik pergi meninggalkan Bangladeh. Ia pun menjadi pekerja imigran di Arab Saudi. Hingga bertahun-tahun lamanya. 5 tahun terakhir, ia menjadi tukang sapu di Mekkah.
Selepas kepergian adiknya itu, saudara tuanya pun diserang penyakit kanker ganas.
"Ini hukuman Allah atas kezaliman saya…". Kenang haji tua itu sambil menangis. Dan sejak itulah ia insyaf atas perbuatan serakahnya.
Bertahun-tahun pula lamanya, ia berusaha mencari jejak sang adik. Ia bertanya kepada kawan-kawan adiknya, tapi tak satu pun yang tahu. Ia pun sudah membuat sayembara, siapa yang mengetahui alamat adiknya akan diberi imbalan yang besar.
Namun kabar tak kunjung datang. Sang adik entah di mana rimbanya. Sementara penyakitnya semakin parah, hingga ia mengira umurnya takkan lama lagi.
Hingga datang musim haji tahun 2012. Ketika ia hendak pulang ke tanah air, ia pun melaksanakan umrah terlebih dahulu. Ia bersama rombongannya pun berangkat ke Tan'im, miqat di mana orang Mekkah memulai umrah.
Dan di sanalah keajaiban itu terjadi. Di tempat inilah Allah Swt mempertemukannya dengan adiknya yang selama ini ia cari. Dilihatnya seorang pria muda tengah menyapu jalanan, dan ternyata itu adalah saudara kandungnya.
Saat pertemuan itu, saudara tua itu meminta maaf kepada sang adik atas kezalimannya selama ini. Karena keserakahannya, sang adik hidup sengsara dan terlunta-lunta sebagai tukang sapu di negeri orang.
Ia pun mengajak adiknya pulang. Ia sudah membagi harta peninggalan orangtua mereka seadil-adilnya. Bagian untuk sang adik sudah ia sisihkan, dan akan ia berikan tanpa mengambilnya sedikitpun, jumlahnya milyaran rupiah ditambah properti yang sangat banyak.
Di tempat yang suci itu, sang adik memaafkan abangnya. Ia sama sekali tidak menaruh dendam. Bahkan dirinya merasa bahagia bisa tinggal di tanah suci ini. Di sini, ia menghabiskan waktu untuk bekerja dan menghafal al-Qur'an.
Kepada hadirin yang berkerumun di sekitar mereka, tukang sapu yang jadi milyuner itu mengatakan: "Sungguh ini merupakan pelajaran yang besar dalam hidup saya. Saya sudah merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang teraniaya.
Karena itu, saya berjanji tidak akan menganiaya siapa pun. Allah mengharamkan kezaliman atas diri-Nya, dan diharamkannya kezaliman itu atas hamba-hambaNya".
Marimir Husain berpelukan dengan saudara kandungnya yang telah insyaf .
Kisah mengharukan itu menjadi buah bibir jemaah haji. Seorang penjual makanan cepat saji di kota Mekkah mengatakan kepada wartawan Sabg:
"Saya sering bersedekah makanan kepada tukang sapu itu, tanpa saya pernah tahu ternyata dia adalah seorang milyuner".
Semoga kita menjadi orang sabar supaya beruntung dunia-akhirat. Amien
Source: sriwijaya pos magazine
0 komentar:
Posting Komentar