Sakit itu zikrullah. Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma Allah dibanding ketika dalam sehatnya.
Sakit itu istighfar. Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit. Sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun. Sakit itu tauhid. Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?
Sakit itu muhasabah. Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali. Sakit itu jihad. Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah; diwajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya.
sakit itu ilmu. Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.
Sakit itu nasihat. Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri. Yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar. Allah cinta dan sayang keduanya.
Sakit itu silaturrahim. Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.
Sakit itu gugur dosa. Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan dicuci-Nya. Sakit itu mustajab doa. Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoaka oleh mereka.
Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan; diajak maksiat tak mampu-tak mau; dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.
Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis; satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.
Sakit meningkatkan kualitas ibadah; rukuk-sujud lebh khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-doa jadi lebih lama.
Sakit itu memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.
Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati. Mengingat mati dan bersiap amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat ketaqwaan. Karena itu mulailah belajar untuk tetap tersenyum dengan sakit.
Sakit itu istighfar. Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit. Sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun. Sakit itu tauhid. Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?
Sakit itu muhasabah. Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali. Sakit itu jihad. Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah; diwajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya.
sakit itu ilmu. Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.
Sakit itu nasihat. Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri. Yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar. Allah cinta dan sayang keduanya.
Sakit itu silaturrahim. Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.
Sakit itu gugur dosa. Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan dicuci-Nya. Sakit itu mustajab doa. Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoaka oleh mereka.
Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan; diajak maksiat tak mampu-tak mau; dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.
Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis; satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.
Sakit meningkatkan kualitas ibadah; rukuk-sujud lebh khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-doa jadi lebih lama.
Sakit itu memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.
Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati. Mengingat mati dan bersiap amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat ketaqwaan. Karena itu mulailah belajar untuk tetap tersenyum dengan sakit.
(Ashabul Muslimin)
0 komentar:
Posting Komentar