"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Kamis, 09 Juni 2016

Ali Bin Abi Thalib ra. Superhero sejati

Kafir Makkah sedang memeras otak. Abu Jahal, Utbah, Syaibah, Abu
Sufyan, Jabir bin Muth'im, Abu Bukhturi, Abu Aswad, Hakim bin Hizam,
Umayah bin Khalaf, dan sejumlah dedengkot kafir lain bersidang untuk
mengatasi Rasulullah. Abu Bukhturi mengusulkan agar Rasulullah
dirantai dan dibui. Abu Aswad menyarankan agar Rasulullah diusir saja
dari Makkah.

Semua usulan itu kandas di ruang sidang. Kesepakatan baru didapat dari
ide dedengkot utama, Abu Jahal. Menurutnya, harus dikumpulkan
pemuda-pemuda pemberani dari setiap kabilah. Mereka lalu dipersenjatai
dan ditugasi untuk mengepung rumah Rasulullah di malam hari, dan
mengeroyok beliau sampai mati. Dengan begitu, Bani Hasyim tidak akan
mungkin menuntut balas kepada seluruh kabilah.

Keputusan diketuk. Masing-masing pihak bekerja sesuai tugas. Tetapi,
Jibril segera kirim kabar dan memerintahkan Rasulullah untuk hijrah.
Sebagian sahabat masih berada di Habasyah dan sebagian lain sudah
hijrah ke Madinah. Yang tersisa di Makkah tinggal Rasulullah, Abu
Bakar As-Shiddiq, dan Ali bin Abu Thalib.

Situasi malam itu sungguh mencekam. Berpuluh pemuda utusan kaum kafir
Makkah mengintai kamar Rasulullah. Mereka mondar-mandir di depan pintu
rumah, bersiap melakukan penyerangan sekiranya beliau keluar rumah.
Rasulullah sendiri tidur ditemani Abu Bakar As-Shiddiq dan Ali bin Abu
Thalib.

Tepat tengah malam, beliau keluar bersama Abu Bakar, berangkat ke
Madinah. Untuk mengelabui musuh, Rasulullah lantas meminta Ali untuk
tidur di ranjang beliau. Kepadanya, beliau juga berpesan agar
memulangkan semua barang yang selama ini diamanahkan kepada beliau.
Subhanallah. Ali patuh tanpa syarat. Padahal dia sadar bahwa nyawanya
sedang menjadi taruhan.

Boleh jadi tidak ada orang tua yang merelakan anaknya menyongsong
bahaya. Tetapi Rasulullah jelas tidak hendak menjerumuskan putra asuh
kesayangannya itu ke dalam maut. Meminta Ali untuk tidur di ranjang
maut itu, beliau justru menanamkan jiwa kesatria kepadanya. Rasulullah
pasti sudah berhitung bahwa Ali pasti selamat. Faktanya, tiga hari
pasca peristiwa, pemuda 22 tahun itu menyusul Rasulullah ke Madinah.

Ali memang pemuda pilihan. Selain cerdas, keberaniannya tidak
tertandingkan. Dalam usia belia, dia bahkan rela menjadi tebusan nyawa
Rasulullah. Keberanian dan kegeniusan itu pasti hasil pendidikan
Rasulullah. Kelak, sejarah mencatat Ali sebagai tokoh Islam garda
depan. Masuk Islam usia 8 tahun, dan hatinya telah dipenuhi keindahan
Al-Qur'an sejak usia 10 tahun. Pantas dia berjuluk Kota Ilmu.

"Dialah putra Ka'bah yang suci, asuhan wahyu yang mulia, panglima
kebebasan, pembela keadilan, penggenggam ketakwaan, orator andal,
pejuang gagah berani, dan tidak memiliki seekor unta pun untuk
mengarungi lautan pasir mengerikan yang membentang antara Makkah dan
Madinah," tulis Ali Syariati dalam salah satu karyanya. Hasan Al-Basri
juga menyatakan, "Ali telah mencurahkan tekad, ilmu, dan amal kepada
Al-Qur'an. Baginya, Al-Qur'an ibarat kebun-kebun yang indah dan
tanda-tanda yang jelas."

Pendekar Jihad
Rasulullah telah berhasil mendidik Ali sebagai pribadi mulia. Dia
cerdas namun santun, pemberani tetapi rendah hati, tegas sekaligus
bijak, miskin nan dermawan. Tidak heran, dia mampu memenangi
'persaingan' dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab untuk memperistri
putri Rasulullah tercinta, Fatimah Az-Zahrah.

Dialah pendekar jihad yang membuat musuh-musuh Islam lari tunggang
langgang. Kependekaran Ali di medan juang bisa dibuktikan, misalnya,
dalam Perang Khaibar (629 M). Ketika itu, benteng Yahudi begitu susah
ditembus, bahkan oleh pasukan yang dipimpin Abu Bakar dan Umar.
Menyaksikan keadaan itu, Rasulullah akhirnya berkata, "Besok akan aku
berikan bendera ini kepada seorang yang mencintai dan dicintai Allah
dan Rasul-Nya. Melalui kedua tangannya, Allah akan memberikan
kemenangan."

Esok harinya, setelah pasukan bersiap, Rasulullah berteriak, "Dimana
Ali bin Abu Thalib?" begitu Ali tiba, Rasulullah lalu memberi isyarat
dengan tangan kanan beliau agar dia tampil ke depan. Rasulullah
mengambil bendera, mengangkatnya, dan mengibarkannya tiga kali,
sebelum meletakkan bendera itu di tangan kanan Ali.

"Ambillah bendera ini," tutur Rasulullah, "kemudian pergilah
dengannya, sampai Allah membukakan kemenangan padamu." Segera Ali maju
memimpin pasukan. Tidak lama, benteng Yahudi yang sudah berhari-hari
tidak dapat ditembus itu akhirnya dapat dikalahkan di bawah pimpinan
Panglima Ali bin Abu Thalib.

Lain lagi kisah kependekaran Ali dalam Perang Khandak (627 M). Ketika
itu, Ali sedang memimpin penggalian parit untuk membendung serangan
musuh. Mendadak beberapa pasukan musuh di bawah pimpinan Amr bin Ash
dan Ikrimah bin Abu Jahal menyeberangi parit. Amr berkata pongah, "Hai
orang Arab, apa yang kalian lakukan? Hadapi aku! Kita duel sampai
terbukti siapa yang layak untuk hidup."

Ali menyuruh anak buahnya terus menggali parit, sementara dia
menghampiri Amr dengan ketetapan hati yang bulat. "Aku akan
menghadapimu, Hai Amr." Amr mengangkat dagunya. "Aku tidak suka
membunuh orang seperti dirimu. Ayahmu adalah sahabat setia ayahku.
Karena itu, pergilah! Engkau masih muda."

Ali masih menderap, mengabaikan kalimat Amr. Melihat kesungguhan Ali,
tidak ada pilihan lain bagi Amr kecuali turun dari kuda. Dia
menyiapkan pedang dan menyambut kedatangan Ali. Pertempuran dimulai.
Suara logam saling hantam. Debu menghalangi pandangan. Orang-orang
menebak bagaimana ujung pertempuran. Ikrimah masih duduk di punggung
kuda. Dua orang lagi di belakangnya ikut mendegupkan jantung.

"Allahu Akbar!" Suara yang mengejutkan Ikrimah. Jelas bukan teriakan
Amr. Itu lantang suara Ali. Seketika Ikrimah sadar, nasib buruk sedang
menimpa Amr. Alamat buruk juga buat dirinya. Segera dia menarik tali
kekang kuda, diikuti dua orang anak buahnya. Ikrimah berhasil selamat.
Tetapi dua orang di belakangnya terperosok galian. Beberapa tentara
Muslim turun dan menuntaskan tugas perang.

Itulah Ali bin Abu Thalib. Sosok kesatria sejati, yang tumbuh dalam
asuhan Panglima Sejati Berhati Suci.

source:republika

--
ttd.


M. Alie Marzen
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive