OLEH :
Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
Segala puji hanya milik Allah subhaanahu wa ta'aala, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, para keluarganya dan sahabatnya serta orang-orang yang berada di atas jalannya hingga hari kiamat.
Islam adalah nama yang memiliki hakikat dan isi, sekedar mengaku/menamakan diri sebagai muslim kalau tidak sesuai dengan hakikat isinya maka itu tidaklah berarti. Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan di dalam Al Qur'an tentang Islam ini
Tidak demikian bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Al-Baqarah:112.
Juga firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
Dan. barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesunggunya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Luqman:22
Juga firman-Nya subhaanahu wa ta' aala yang menjelaskan bahwa satu-satunya dien yang Dia ridlai adalah dien Al Islam:
Sesungguhnya agama yang di ridhai di sisi Allah hanyalah islam. Al-imran:19
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Al-imran:85.
Dia subhaanahu wa ta' aala menjelaskan bahwa hukum dan undang_undang itu adalah dien:
Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undangundang raja. Yusuf:76.
Di dalam ayat.-ayat itu Allah subhaanahu _wa ta’ aala menjelaskan tentang makna Islam dan makna dari dien yang Dia tidak menerima dien selainnya.
Dia menjelaskan bahwa dien yang hanya Dia ridlai hanyalah dien Al Islam, Dia juga menjelaskan bahwa dien itu adalah aturan hidup yang menyeluruh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam kitab An Nubuwwat tal 127:
"Islam adalah istislaam (berserah diri) kepada Allah saja tidak kepada yang lainnya, dia beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dia tawakkal hanya kepada-Nya saja, dia hanya takut dan mengharap kepada-Nya, dan dia mencintai Allah dengan kecintaan yang sempurna, dia tidak mencintai makhluk seperti kecintaan dia kepada Allah. siapa yang enggan beribadah kepada-Nya maka dia bukan muslim dan siapa yang disamping beribadah kepada Allah dia beribadah pula kepada yanq lain maka dia bukan orang muslim". .
Beliau menjelaskan bahwa orang yang sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah maka dia itu bukan orang Islam, ini sesuai dengan apa yang sudan pasti dalam aqidah Ahluusunnah bahwa orang yang hanya mengucapkall dua kalimah syahadat sedangkan dia itu tidak pernah beramal sama sekali selama hidupnya padahal keadaan memungkinkan untuk itu maka itu bukanlah orang Islam.
Beliau juga menyatakan bahwa orang yang beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta'aala, akan tetapi di samping itu dia juga memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allah maka dia itu bukan orang Islam. Beliau berkata juga sebagaimana yang disebutkan oleh Al Imam Abdurrahman Ibnu. Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Al Qaul Al Fashl An Nafiis Fir Raddi 'Alal Muftarii Dawud Ibni Jirjiis tal 160:
"Dalam Islam itu haruslah adanya istislaam (berserah diri penuh) kepada Allah saja dan meninggalkan Istislaam kepada selain-Nya,” inilah makna hakikat ucapan kita Laailaaha Illallaah. Siapa orangnya yang istislaam kepada Allah dan kepada yang lainnya, maka dia itu adalah orang musyrik, sedangkan Allah tidak mengampuni penyekutuan terhadap-Nya. Dan siapa yang tidak istislaam kepada Allah maka dia itu adalah orang yang mustakbir (menyombongkan diri). dari ibadah kepada-Nya, sedangkan Allah telah berfirman,
"Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina, "Al Mukmin: 60.
Contohnya orang mengaku Islam, dia shalat zakat, shaum, haji, dan yang lainnya, akan tetapi dia membuat tumbal atau meminta kepada yang sudah mati, maka orang seperti ini bukanlah orang Islam, karena dia di samping istislaam kepada Allah dia juga istislaam kepada selainNya, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya shaltku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi–Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah urang yang pertamatama menyerahkan diri kepada Allah". Al An' aam: 162-163.
Dia subhaanahu wa ta'aala juga berfirman:
Dan barangsiapa menyembah tuhan lain disamping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi tuhannya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Al Mu 'minuun: 117.
Di dalam ayat itu Allah subhaanahu wa ta'aala menjelaskan bahwa orang yang beribadah kepada Allah a,kan tetapi dia juga beribadah kepada selain-Nya, maka dia itu. bukanlah orang Islam atau kafir. Dia juga menegaskan dalam ayat lain:
Dan dia megada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalannya. K takan1ah: "Bersenangsenanglah dengan kekafiranmu itu semen tara Waktu, sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka". AzZumar:8.
Ini adalah bentuk kemusyrikan yang sangat jelas, akan tetapi ada bentuk kemusyrikan macam lain yang Allah tegaskan dalam firman-Nya:
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib- rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan juga mereka mempertuhankan Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. At Taubah:31.
Di dalam hadits hasan yang dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah: 'Addi Ibnu Hatim datang kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan nasrani, terus dia. mendengar beliau membaca ayat ini, . 'Addi berkata: Saya berkata kepada beliau: Sesungguhnya kami tidak pernah beribadah kepada mereka (ulama dan pendeta), "maka Rasulullaah berkata: Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, terus kalian ikut mengharamkannya, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, terus kalian ikut menghalalkannya? Maka 'Addi berkata: Saya berkata: Iya begitu, Rasulullah berkata: “Itu adalah bentuk peribada tc;ln kepada mereka," . Syaikhulislam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat dan hadits itu didalam Majmu Al Fatawaa 7/67-68: "Abu Al Bukhturi berkata: Sesungguhnya mereka itu tidak shalat terhadap para ulama dan pendeta itu, dan seandainya para pendeta itu memerintahkan mereka untuk menyembah mereka selain Allah, tentulah orang-orang nasrani itu tidak akan mentaati mereka, akan tetapi para ulama dan, para pendeta itu memerintahkan mereka sehingga mereka menjadikan haram apa yang Allah halalkan dan menjadikan halal apa yang Allah haramkan, kemudian merekapun mentaatinya, maka itu adalah bentuk pentuhanan tersebut." .
Orang-orang yang membolehkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah halalkan mereka itu di vonis oleh-Nya dalam ayat tadi sebagai arbaab (tuhan-tuhan jadi-jadian) dan adapun orang-orang yang sepakat dengan mereka, mendukung, menyetujui, rela dan ridla maka dia itu adalah divonis musyrik oleh-Nya. Ini dikuatkan oleh firman-Nya dalam surat Al An' am ketika orang-orang musyrik Quraisy mendebat kaum muslimin agar ikut menghalalkan bangkai, Dia berfirman:
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. " (Qs: AI-An' aam: 121)
Syaikh Muhammad Al Amin Asyinqithiy rahimahullah berkata dalam tafsir Adlwaa'ul Bayan, Ketika orang-orang kafir berkata kepada Nabi SAW "Kambing mati, siapa yang membunuhnya? Maka Nabi SAW menjawab, "Allah-Iah yang mematikannya," lalu mereka berkata " Apa yang kalian sembelih dengan tangan-tangan kalian halal, sedangkan apa yang disembelih Allah dengan tangan-Nya Yang Mulia kamu mengatakannya haram, kalau begitu kalian lebih baik daripada Allah !? Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya tentang mereka ini :
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam ituadalah suatu kefasikan Sesungguhnya sya tan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. " (Os: AJ-An' aam: 121)
Beliau berkata lagi: Ayat-ayat yang berhubungan dengan ini cukup banyak dan telah kami kemukakan berkalikali, dan kami akan menyebutkan kembali dari ayat-ayat itu yang kami nilai sudah cukup. Dan di antaranya –dan ini tergolong yang paling jelas dan paling gamblangyaitu bahwa pacta zaman Nabi SAW telah terjadi ,perhelatan antara Hizburrahman dan hizbusysyaithan dalam satu hukum dari hukum-hukum pengharaman dan penghalalan. Hizburrahman mengikuti tasyri' Ar-Rahman dalam pengharaman sesuatu itu dengan wahyu-Nya. Sedang hizbusysyaithan mengikuti wahyu syaithan dalam penghalalannya. Dan Allah telah menghukumi diantara keduanya serta memutuskan perselisihan mereka dengan fatwa langit, yaitu Al-Qur'an yang dibaca pada surat Al-An’am.
Yaitu sesungguhnya syaithan ketika mewahyukan kepada wali-walinya, ia berkata kepada mereka dalam wahyunya : "Tanyakan kepada Muhammad tentang kambing yang menjadi bangkai, siapa yang mematikannya?" Maka mereka (Rasulullah SAW dan para sahabatnya) menjawab pertanyaan mereka bahwa Allahlah yang mematikannya.
Lalu mereka berkata:" Kalau begitu bangkai adalah sembelihan Allah, dan kalian kenapa mengatakan bahwa yang apa yang disembelih Allah itu haram ? padahal kalian mengatakan bahwa apa-apa yang kalian sembelih dengan tangan-tangan kalian .adalah halal, kalau demikian berarti sembelihan kalian lebih baik dan lebih halal daripada sembelihan Allah?
Maka Allah - dengan ijma para ulama – menurunkan firman-Nya :
("Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.) yaitu bangkai meskipun orang-orang kafir mengklaimnya bahwa Allah menyembelihnya dengan Tangan-Nya Yang Mulia dengan pisau dari emas :
(Sesungguhpya perbua tan yang semacam itu adalah kefasikan)
Dhlamir itu kembali kepada makanan yang dipahami dari firman-Nya :
Dan firman-Nya: rnaksudnya adalah keluar dari ketaatan kepada Allah dan mengikuti tasyri' syaithan :
"Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu”
Yaitu dengan perkataan mereka: "Apa-apa yang kalian sernbelih adalah halal dan apa-apa yang Allah sernbelih adalah haram, maka dengan demikian kamu lebih baik daripada Allah dan lebih halal sembelihannya, kemudian fatwa langit dari Tuhan semest alam menjelaskan tentang hukum antara dua kelompok itu dalam firman-Nya
"Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”
Beliau rnengatakan setelah ayat tersebut:
"Ini merupakan fatwa langit dari Al-Khaliq yang menjelaskan bahwa siapa yang rnengikuti syariat syaithan yang bertentangan dengan syariat Allah maka ia musyrik kepada Allah.,"
Dan beliau rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat Al An'aarn 121 di atas:
"Maka penguasa langit mernutuskan dengan wahyu dari-Nya. Ia menurunkan al-Qur' an yang dilbaca pada surat AI-An' am , yang menetapkan kepada makhluk-Nya bahwa setiap orang yang mengikuti peraturan, .hukum, atau undang-undang yang bertentangan dengan apa yang disyariatkan Allah atas lisan Rasul-Nya , maka ia musyrik (menyekutukan) Allah, kafir lagi menjadikan yang diikutinya itu sebagai tuhan." Semua yang Asysyinqithiy katakan ini bisa dirujuk di kitab Al Hakimiyyah Fi Tafsir Adwa'il Bayan.
Sekarang di kita apa yang diagungkan, dijaga, dilindungi, dipegang erat, dijunjung tinggi oleh para penguasa, pejabat, anggota dewan, tentara, polisi, para hakim, para jaksa yang mengaku Islam? apakah hukum Allah dan aturannya, ataukah hukum manusia dan undang-undang serta aturannya???
Kalau anda paham apa yang tadi diuraikan maka anda. bisa mengerti firman Allah subhaanahu wa ta' aala dalam surat Yusuf 76 di at as kenapa dia mengungkapkan hukum/undang-undang dengan kata dien, ini karena hukum/undang-undang adalah dien yang hanya boleh bersumber dari Allah, sehingga hila ini disandarkan kepada selain Allah maka yang menyandarkan itu telah jatuh ke dalam syirik akbar tadi yang ada pada surat At Taubah ayat 31" subhaanahu’amma yusyrikuun" dan Al-An'am 121,"wa in atha'tumuhum innakum lamusyrikuun" Dan sedangkan orang-orang yang menerima penyandaran hokum atau undang-undang itu kepada mereka maka statusnya adalah arbaab (tuhan-tuhan jadi-jadian selain Allah) sebagaimana yang tertera dalam surat At Taubah 31 tadi, "ittakhadzuu ahbaarahum wa ruhbaanahu arbaaban min duunillaah," atau syurakaa (sekutu-sekutu) 'sebagai mana yang tertera dalam surat Asysyuuraa- 21, "am lahum syurakaau syara 'uu lahum," Dalam surat Ali Imran 85 di atas Allah menjelaskan bahwa orang yang mencari dien" selain Islam, maka tidak mungkin diterima dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi, sedangkan engkau mengetahui bahwa bahwa di antara salah satu macam hakikat dien itu adalah hukum/undang-undang, jadi orang-orang demokrat itu adalah telah mencari dien selain Islam meskipun mereka itu adalah mengaku Islam. Orang-orang yang ridla dengan sistim demokrasi itu adalah orang yang telah ridla dengan selain dien Al Islam, sebagaimana orang yang mengaku Islam akan tetapi dia juga membuat sesajen atau tumbal atau minta ke kuburan maka dia itu telah mencari dieD selain Islam daD telah keluar dari garis keislaman
Jadi ibadah itu bukalah hanya terbatas pada ritual ritual yang sudah kita ketahui, akan tetapi hukum itu merupakan bentuk dari ibadah juga sebagaimana yang dinyatakan dalam surat At Taubah 31 tadi "wamaa umiruu illaa 'liya 'buduu ilaahan waaahidan," juga sebagaimana firman-Nya firman-Nya:
Keputusan itu hanyalah .keputusan Allah, Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia, itulah agama yang lurus. Yusuf:40.
Di dalam ayat itu Allah subhaanahu wa' ta'aala tegaskan bahwa al hukmu adalah ibadah dan dien. Bila anda paham akan uraian ini maka kita kembali kepada hakikat dari Al Islam dan yang menyelisihinya yang berupa syirik. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Thariqul Hijratain Wa Baabus sa 'aadatain hal 542 dalam thabaqah yang ke tujuh belas:
"Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya saja tidak ada sekutu bagi-Nya, iman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, serta mengikuti apa yang dibawanya, maka bila seorang hamba tidak membawa ini berarti dia bukan orang muslim, bila dia bukan orang kafir mu' aanid maka dia adalah orang kafir yang jahil, dan status orangorang ini adalah sebagai orang-orang kafir yang jahil tidak mu'aanid (membangkang), dan ketidakmembangkangan mereka itu tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai orang-orang kafir."
Beliau menegaskan "bahwa Islam itu terdiri dari lima hal, yang bila salah satunya tidak terealisasi maka itu bukan orang Islam, ya bisa jadi dia itu orang kafir yang memang membangkang atau orang kafir yang jahil akan kekafiran dirinya. Al-Imam Asysyaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 1/113:
"Bila amalan kamu seluruhnya adalah bagi Allah maka kamu muwahhid, dan hila ada sebagian yang dipalingkan kepada makhluk maka kamu adalah musyrik"
Bila saja mayoritas amalan seseorang untuk Allah, akan tetapi ada salah satunya dia palingkan kepada selain-Nya maka dia itu musyrik meskipun mengaku muslim,
Ini seperti para 'ubbaadul qubuur (yang jatuh dalam syirik kuburan) dan 'ubbaaddustuur (yang jatuh dalam syirik aturan), dan kedua macam syirik ini sudah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Hari kiamat tidak akan tiba sehingga suku dari umatku kembali menyembah berhala, dan sehingga jumlah besar dari umatku bergabung denga orang-orang musyrik "HR A1 Barqaaniy dalam Shahihnya.
Dalam riwayat Abu Dawud: “Sehingga kabilah-kabilah dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik.”
Syirik macam pertama' yang Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam isyaratkan adalah syirik penyembahan berhala (syrik kuburan) beliau berkata: “Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. " HR Malik.
Kuburan beliau hila disembah maka menjadi berhala, dan berarti kuburan-kuburan yang lain atau makhluk lain hila disembah maka telah dijadikan sebagai berhala. Ini adalah kenyataan yang ada sebagaimana yang beliau isyaratkan tadi, berapa banyak orang yang minta-minta ke kuburan, pohon besar, batu besar, penguasa laut (sebagaimana klaim orang-orang musyrik). Dan syirik lain yang beliau isyaratkan akan terjadi
besar-besaran adalah syirkulluhuuq bil musyrikiin (syirik dengan cara bergabung dengan orang-orang musyrik atau mengadopsi sistim syirik) seperti syirik orang yang masuk parlemen atau orang yang berpaham sekuler yang di antaranya adalah orang-orang demokrat.
Dan memang yang sedang merebak sekarang adalah dua macam syirik ini yaitu syirkul qubuur (syirik kuburan) dan syirkuddustuur (syirik aturan).
Orang yang jatuh ke dalam syirik tadi tidak bisa dikatakan bahwa dia itu orang Islam ,dengan sebab dia mengaku Islam atau melaksanakan sebagian atau banyak syi'ar Islam, ini dikarenakan syirik akbar dengan Islam (tauhid) itu tidak bisa bersatu dalam diri seseorang dalam satu waktu, Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Syarah Ashli Dienil Islam (lihat, Al Jami 'AI Fariid: 380):
"Sesungguhnya orang yang melakukan syirik itu berarti dia telah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang bersebrangan yang tidak bisa bersatu, bila syirik ada pada diri sesorang maka hilang1ah tauhid."
Beliau rahimahu1lah berkata 1agi da1am Ad Durar Assaniyyah 2/161:
"Siapa orangnya memalingkan sesuatu dari ibadah itu kepada selain Allah, maka dia itu musyrik,"
Juga A1 Imam Asysyaikh Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Kitabnya Minhajut Ta'siis Wat Taqdiis Fi Kasyfi Syubuhaat Dawud Ibni Jirj iis hal 12:
"Sesungguhnya Islam dan syirik itu adalah naqidlaan (duahal yang kontradiksi) yang tidak bisa bersatu dan tidak bisa kedua-duanya hilang (secara bersamaan)"
HAKIKAT ISLAM
Mengaku Islam dan menampakkan amalan Islam tidak menjamin dia itu orang Islam, bila dia tidak iltizaam dengan konsekuensinya.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar 1/323 dan Minhajut Ta'siis hal 61:
"Sekedar mengucapkan kaliamat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntutannya maka itu tidak membuat mukallaf tersebut menjadi muslim, dan justeru itu menjadi hujjah atas dia, Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sedang dia itu beribadah kepada yang selain Allah (pula) maka kesaksiannya itu tidak dianggap meskipun dia itu shalat, zakat, shaum dan melaksanakan sebagian ajaran Islam” Ini adalah pernyataan -yang jelas lagi gamblang, akan tetapi orang-orang sekarang hanya berpegang kepada sekedar surat pengenal atau amalan Islam yang lahir tanpa memperhatikan kepada pembatal keislaman itu, padahal mereka melihat orang-orang itu melakukan pembatal keislaman. Sebagai contoh ketegasan dalam tauhid ini yang tidak mengenal sekedar pengakuan atau amalan syi'ar lahir yang biasa, adalah yang dikatakan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah kepada seorang hakim (qadli) agung di kota Riyadl yang di mana dia itu orang yang terkenal alim dan rajin ibadah dan terpandang di masyarakatnya, akan tetapi dia itu melegalkan syirik kuburan yang ada di tengah masyarakatnya dan menentang dakwah tauhid yang digencarkan oleh Syaikh, Syaikh berkata kepada sang hakim agung itu (Sulaiman Ibnu Suhaim) dalam risalah beliau kepadanya (lihat Tarikh Nejd :304):
“Akan tetapi kamu adalah orang jahil yang musyrik, yang benci Dien Allah”
Jadi orang yang melakukan kemusyrikan akbar itu bukanlah orang islam, karena dia tidak istislam penuh kepada Allah saja.
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata dalam Al Qaul Al Fashl An Nafiis hal 31:
“Sesungguhnya orang muslim itu tidak mungkin memohon kepada selain Allah selama-lamanya. Sesungguhnya orang yang meminta danm ohon hajatnya kepada mayit atau orang yang ghaib, maka dia itu telah keluar dari Islam, karena sesungguhnya syirik itu menafikan Islam, menghancurkannya, danmengurai tali-talinya satu demi satu, ini berdasarkan apa yang telah dijelaskan bahwa Islam itu adalah penyerahan wajah, hati, lisan danseluruh anggota badan hanya kepada Allah tidak kepada yang lainnya, orang muslim itu bukanlah orang yang taqlid . kepada nenek moyangnya, guru-gurunya yang bodoh dan berjalan di belakang mereka tanpa petunjuk dan bashirah”.
Laa ilaaha Illallaah itu memiliki makna dan konsekuensi. Maknanya harus diketahui dan ini adalah salah satu syarat Laa ilaaha Illallaah, sedangkan konsekuensinya adalah harus dipegang dan dilaksanakan.
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Taisiir Al 'Aziz Al Hamid tal 58:
"Siapa yang mengucapkan kalimat ini (Laa ilaaha Illallaah) dengan mengetahui maknanya, mengamalkan tuntutannya berupa menafikan syirik dan menetapkan wahdaniyyah hanya bagi Allah dengan disertai keyakinan yang pasti akan kandungan maknanya dan, mengamalkannya maka dia itu adalah orang muslim yang sebenarnya. Bila dia mengamalkannya secara dhahir tanpa meyakininya maka dia munafiq, dan bila dia mengamalkan apa yang menyalahinya berupa syirik maka dia itu kafir meskipun mengucapkannya (Laa ilaaha Illallaah)"
Beliau mengatakan juga dalam kitab yang sarna (lihat Juz Ashli Dienil Islam 30:
"Sesungguhnya mengucapkan Laa ilaaha Illallaah tanpa disertai pengetahuan akan maknanya dan tidak mengamalkan tuntutannya berupa iltizaam dengan tauhid dan meninggalkan syirik serta kufur kepada thaghut maka sesungguhnya pengucapan itu tidak bermanfaat dengan ijma para ulama."
Ini dikarenakan Laa ilaaha Illallaah itu memiliki dua rukun, yaitu kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah, salah satunya saja tidaklah berguna dan tidak menyebabkan orang terjaga darah dan hartanya serta dia tidak dianggap orang Islam, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
"Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kua yang tidak akan putus" (Al Baqarah : 256)
Juga sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Muslim:
“Siapa mengucapkan Laa ilaaha Illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan penghisabannya adalah atas Allah,"
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata saat ditanya tentang hadits ini dalam Ad Durar Assaniyyah 2/156:
"Dan adapun sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, dan kafir terhadap segala yang disembah selain Allah," ini merupakan syarat yang agung. Pengucapan Laa ilaaha Illallaah tidak sah kecuali dengan adanya syarat itu, dan bila tidak ada maka orang yang mengucapkan Laa ilaaha Illallaah itu tidaklah haram darah dan hartanya. Pengucapan kalimat itu tidak bermanfaat baginya tanpa disertai dengan mendatangkan makna yang dikandung oleh kalimat tersebut berupa peninggalan syirik, baraa'ah darinya dan dari pelakunya. Bila 'dia mengingkari peribadatan segala sesuatu yang disembah selain Allah, berlepas dirti darinya, dan memusuhi orang yang melakukannya, maka dia itu telah menjadi orang muslim yang terjaga darah dan hartanya."
Ini adalah masalah yang sudah diijmakan oleh seluruh para ulama Al 'Allamah Syaikh Hamd Ibnu 'Atieq rahimahullah berkata dalam kitab Ibthalit Tandiid hal 76:
"Para ulama telah ijma bahwa sesungguhnya orang yang memalingkan satu dari dua macam doa kepada selain Allah, maka dia itu adalah musyrik meskipun dia mengucapkan Laa ilaaha Illallaah Muhamrnadun Rasulullah, dia shalat, shaum dan dia mengaku muslim."
Dia tidak menyadari bahwa dia itu musyrik, sehingga dia itu masih tetap shalat, shaum, zakat dan yang lainnya. .
Al Imam Asysyaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam AdDurar Assaniyyah 11/545-546 : .
"Para ulama dari kalangan salaf dan khalaf, semenjak para sahabat, taabi'iin, para imam dan seluruh ahlussunnah telah berijma bahwa orang itu tidak dikatakan muslim kecuali bila dia mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya."
Jadi sekedar amalan dan pengucapan kalimah syahadat tanpa disertai peninggalan terhadap syirik akbar dan baraa'ah darinya maka status Islam itu tidak ada meskipun orang itu merasa dan mengaku Islam atau beridentitas muslim. Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Mishbahudh dhalaam hal 37:
"Siapa yang beribadah kepada selain, Allah, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara Dia dengan yang lainnya maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun dia memakmurkan lembaga-Iembaga pendidikan, mengangkat para qadli, membangun masjid dan adzan, karena dia tidak komitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta berlomba-lomba dalam menampakkan syi'ar-syi'ar amalan, maka itu tidak menyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim bila dia meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)". Sehingga tidak aneh kalau para ulama berijma akan kafirnya pemerintah/penguasa dan negara Fathimiyyah di Mesir padahal mereka itu yang membangun banyak mesjid termasuk Al Azhar, melaksanakan shalat jama'ah, jum'at, mengangkat para qadli para mufti, ini dikarenakan mereka itu menampakkan kemusyrikan dan kekufuran sebagaimana pemerintahan kita menampakkan kekafiran dan ,kemusyrikan pula, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Sirah (lihat ikhtisharnya dalam Juz Ashli dienil Islam) :
Beliau juga berkata lagi dalam risalah beliau kepada Ahmad Ibnu Abdil Karim Al Ahsaaiy salah seorang musuh dakwah tauhid yang mengingkari pengkafiran Syaikh terhadap orang-orang yang mengaku muslim padahal mereka menampakkan kemusyrikan dan kekafiran ada di Tarikh Nejd 346:
"Seandainya kita menyebutkan orang-orang yang mengaku Islam yang telah dikafirkan oleh para ulama dan difatwakan akan kemurtaddannya serta keharusan membunuhnya, tentulah pembahasan menjadi panjang, akan tetapi di antara kejadian yang paling akhir adalah kisah Bani 'Ubaid para penguasa Mesir beserta jajarannya, mereka itu mengaku bahwa dirinya adalah tergolong Ahlul Bait, mereka shalat jama'ah, shalat jum'ah, mengangkat para qadli dan para mufti, namun demikian para ulama telah ijma akan kekafiran mereka, kemurtaddannya, dan keharusan memeranginya, serta (ijma) bahwa negerinya adalah negeri kafir harbiy yang wajib di perangi, meskipun (rakyatnya) itu di paksa lagi benci kepada mereka (para penguasanya)”. Apakah orang yang meminta ke kuburan, atau membuat tumbal, atau menyandarkan hukum kepada selain Allah, atau duduk di majelis syirik parlemen itu, atau melindunginya telah membersihkan diri dari syirik dan baraa'ah darinya??. Apakah orang yang setuju menjadikan demokrasi itu sebagai aturan main dalam majelis syirik atau memperindahnya atau membolehkannya dengan dalih-dalih yang beragam atau melindunginya dengan senjata dan kekuatan, apakah mereka itu telah baraa'ah dari syirik??
Jawabannya tentu tidak,"
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Mishbahudhdhalaam 328:
“Islam adalah komitmen dengan tauhid berlepas diri dari syirik bersaksi akan kerasulan Muhammad shallallaahu wa sallam dan mendatangkan rukun Islam yang empat lagi”.
Imam Abu Muhammad Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam kitabnya Al Fashl 4/35:
"Semua pemeluk Islam berkata: Setiap orang yang meyakini di hatinya dengan keyakinan yang tidak mengandung keraguan di dalamnya, dia mengucapkan dengan lisannya Laa ilaaha Illallaah Muhammadun Rasulullah, dan dia meyakini bahwa setiap apa yang dibawa oleh beliau itu adalah benar, serta dia berlepas dari dien selain dien Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka dia itu adalah muslim mu'min tidak ada nama lain."
Maka apakah para penyembah kuburan, orang-orang demokrat, orang-orang parlemen syirik, orang-orang pelindung thaghut dan kaki tangannya, serta thaghut-thaghut dari kalangan yang mengaku Islam itu telah baraa'ah dari dien selain dien Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam???
Syaikh Abdullathif rahimahullah ketika menjelaskan ayat: Beliau berkata:
"Ayat ini merupakan bantahan terhadap para 'ubbaadul qubuur wash shaalihiin (para penyembah kuburan dan orangorang shalih) yang beristighatsah dengan selain Allah lagi menyeru selain-Nya, karena penyerahan wajah kepada Allah serta ihsanul 'amal itu telah lepas dari diri mereka dan tidak,ada pada dirinya.
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu MUhammad berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 2/164:
"Islam itu hakikatnya adalah seorang hamba menyerahkan hatinya dan anggota badannya kepada Allah subhaanahu wa ta'aala dan dia tunduk kepadanya dengan tauhid dan ketaatan,sebagimana firman-Nya subhaanahu wa ta' aala, " Tidak demikian bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi tuhannya Juga firman-Nya subhaanahu wa ta'aala: Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,sedang dia orang yang berbu't kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang; kepada buhul tali yang kokoh. Sedangkan ihsaanul 'amal itu haruslah mengandung ikhlas dan mutaaba' ah apa yang disyari' atkan Allah dan Rasul-Nya.
Bila anda bertanya bagaimana status orang awam yang tidak hapal dalil, maka jawabannya adalah bila orang awam itu komitmen dengan tauhid, mengetahui batilnya kemusyrikan yang ada di sekitarnya dengan keyakinan yang penuh, juga dia menjauhinya, baraa'ah darinya dan sama sekali tidak pernah melakukannya, maka dia itu adalah orang muslim meskipun tidak disertai dengan untaian dalil, Al Imam Al ‘Allamah Abdullah Aba Buthain rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 10/409:
"Sesungguhnya orang awam yang tidak mengetahui dalildalil, bila dia meyakini wahdaaniyyah Allah subhaanahu wa ta'aala, risalah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, beriman kepada kebangkitan setelah kematian, beriman kepada surga dan neraka, dan (meyakini) bahwa kemusyrikan-kernusyrikan ini yang dilakukan di kuburan-kuburan keramat itu adalah bathil dan kesesatan, bila dia meyakini itu dengan keyakinan pasti yang tidak ada keraguan di dalamnya, maka dia itu adalah muslim meskipun tidak menguatkan hal itu dengan dalilnya."
Jadi Islam itu menuntut anda untuk iman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut. Apa arti iman kepada Allah, Syaikh Muhammad Ibnu Abdill Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah fi makna thaghut (lihat Majmu' atut tauhid . 10, AI'Jami' Al fariid 308):
"Adapun makna iman kepada Allah adalah bahwa engkau meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya ilaah yang berhak untuk diibadati, tidak yang lain-Nya, engkau memurnikan semua macam ibadah hanya kepada-Nya dan engkau menafikannya dari segala yang disembah selain-Nya, engkau mencintai ahli tauhid (ikhlash) dan loyal kepadanya, serta engkau membenci pelaku-pelaku syirik dan memusuhinya, "
Apa arti kufur kepada thaghut, Syaikh Muammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam kitab-kitab yang sarna: “Ada pun tata cara kufur terhadap thaghut itu adalah, engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka itu" Ini sesuai dengan firman Allah subhaanahu wa ta'aala dalam surat Al Mumtahanah ayat : 4 "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkta kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata an tara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,"(Al Mumtahanah : 4).
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah saat menjelaskan tentang status orang-orang badui Nejed saat itu, beliau menjelaskan bahwa mereka itu seluruhnya telah bergelimang kemusyrikan dan kekafiran. Beliau jelaskan bahwa mereka itu hanya mengucapkan Laa ilaaha Illallaah saja tanpa komitmen dengan tuntutannya, dan orang-orang
yang dipanggil ulama-ulama di sana menganggap orang-orang badui tadi adalah sebagai ahlul islam (orang-orang Islam), karena mengucapkan Laa ilaaha Illallaah padahal ulama-ulama tadi mengakui bahwa yang dilakukan oleh orang-orang badui itu adalah kemusyrikan, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab menamakan ulama-ulama tadi sebagai syayaathiin (setan-setan), dan saat ada salah seorang dari badui itu yang belajar Islam kepada beliau dan baru mengetahui sedikit tentang tauhid, maka orang badui itu menerapkan ilmunya itu sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh rahimahullah dalam syarah suttati mawaadli minas sirah point ke enam (lihat Al Jami' Al Fariid 296):
"Sungguh indah sekali apa yang dikatakan oleh seorang arab badui itu, tatkala dia datang kepada kami dan telah mendengar sedikit ten tang Islam, dia berkata: Sesungguhnya saya bersaksi bahwa kami ini adalah orangorang kafir -yaitu dia dan seluruh orang-orang badui tadi- dan saya bersaksi bahwa sang muthawwi' (ustadz) itu yang menamakan kami sebagai pemeluk Islam, sesungguhnya dia adalah kafir,"
Di akhir tulisan ini saya ingin menyampaikan wasiat yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam Ad Durar Assaniyyah 2/78:
"Takutlah kalian wahai saudara-saudaraku kepada Allah, pegang teguhlah pokok dien kalian, yang paling awal dan paling akhir, pangkal dan kepalanya, yaitu syahadat Laa ilaaha Illallaah, ketahuilah maknanya, cintailah orang-orang yang merealisasikannya, dan jadikanlah mereka itu sebagai saudara-saudara kalian meskipun mereka itu jauh. Kafirlah kalian terhadap thaghut-thaghut, musuhilah mereka itu, bencilah orang yang mencintainya, atau orang yang membela-belanya, atau orang yang tidak mau mengkafirkannya, atau orang yang mengatakan tidak ada urusan saya dengan mereka, atau orang yang mengatakan Allah tidak membebani saya untuk mengomentari mereka, sungguh dia (orang yang mengatakan itu) telah berdusta dan mengada-ada atas nama Allah, justeru Allah telah membebaninya untuk mengomentari mereka, Dia telah memfardlukan atas dia untuk kfir terhadap mereka serta baraa'ah dari mereka meskipun itu adalah saudara-saudara dan anak-anaknya sendiri."
Saya bertanya kepada anda apakah iman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut itu kewajiban ulama saja atau kewajiban setiap insan?
Untuk menghilangkan syubhat yang masih melekat serta menghilangkan tuduhan yang tidak benar bahwa orang mengkafirkan orang yang berbuat syirik akbar adalah orang Khawarij, maka adabaiknya saya mengutip perkataan Al Imam Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdl Wahhab dalam kitabnya Mishbahudhdhalaam 72 saat menanggapi tuduhan yang sama, beliau berkata:
"Siapa orangnya yang menjadikan pengkafiran (orang) karena berbuat syirik akbar bagian dari bab ini {yaitu aqidah Khawarij) , maka dia itu berarti telah mencela para rasul dan seluruh (ulama) umat (Islam) ini, dan dia tidak bisa membedakan antara dien para rasul dengan madzhab Khawarij, serta dia telah melemparkan nash-nash wahyu dan telah keluar dari jalan (ijma) kaum mukminiin."
Ini adalah khulashaah yang bisa saya sampaikan mudah-mudahan bisa menjadi penerang bagi yang masih berada di dalam kegelapan, dan penjadi penghilang bagi syubhat yang ada, serta hujjah bagi kaum muwahhidin atas ahli bid'ah dan ahli syirik, juga penenang bagi kaum muwahhidien yang selalu mendapatkan hujatan.
Insya Allah materi selanjutanya tentang perbedaan antara musyrik dengan musyrik kafir, makna tegaknya/sampainya hujjah dalam syirik akbar dan kekafiran yang nyata. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasul-Nya, dan akhir seruan kami Al hamdulillaahi Rabil 'Aalamiin.
0 komentar:
Posting Komentar