"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Rabu, 11 Juli 2012

Nasehat Ulama : Adab yang utama bagi pelajar


Dalam suatu pertemuan Habib abu bakar assegaf memberikan nasehat kepada pengikutnya “Ketahuilah bahwa Allah SWT akan memberikan kepada hamba- Nya segala apa yang dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Menurutku, Allah niscaya akan mendatangkan segala nikmat- Nya di muka dunia, dengan cara terlebih dahulu Dia titipkan di dalam hati hamba- Nya yang berhati bersih. Untuk itu kemudian dibagi-bagikan kepada hamba- Nya yang lain. Amal seorang hamba tidak akan naik dan diterima Allah SWT kecuali dari hati yang bersih. Ketahuilah, wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan sebagai hamba Allah yang sejati jika belum membersihkan hatinya!”

Dalam kesempatan lain pada Jum’at berikutnya di rumah kediaman Habib Abubakar di Gresik, ada suatu majelis yang dihadiri banyak orang dari dalam dan luar kota. Saat itu ia memberikan taushiyah, “Ketahuilah, wahai saudara-saudaraku, hati yang ada di dalam ini (sambil menunjuk ke dadanya) seperti rumah. Jika dihuni orang yang pandai merawatnya dengan baik, akan tampak nyaman dan hidup. Namun jika tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya, rumah itu akan rusak dan tak terawat. Dzikir dan ketaatan kepada Allah SWT merupakan penghuni hati, sedangkan kelalaian dan maksiat adalah perusak hati.”

Pada kesempatan lain pula, nasihat Habib Abubakar ditulis oleh Habib Muhammad bin Hud Assegaf, dalam sebuah majelis di Surabaya yang dihadiri oleh para tokoh ulama, di antaranya Habib Abdul Qadir bin Hadi Assegaf, yang membacakan nasihat dan kalam Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi tentang “Rahasia di dalam majelis-majelis yang mulia”.
Kemudian, Habib Abubakar menegaskan, “Saudara-saudaraku, dengarkanlah yang dikatakan Habib Ali. Beliau meminta kepada kita untuk selalu meluangkan waktu menghadiri majelis-majelis semacam ini. Ketahuilah, menghadiri suatu majelis yang mulia akan dapat mengantarkan kita pada suatu derajat yang tidak dapat dicapai oleh banyaknya amal kebajikan yang lain.”

Lalu ia menambahkan, “Simaklah apa yang dikatakan guruku tadi. Di zaman ini, hanya sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majelis. Jika ada seseorang yang datang, mereka berdiri dan bersalaman atau menghentikan bacaan, padahal orang itu datang ke majelis tersebut tidak lain untuk mendengarkan. Oleh karenanya, banyak kujumpai orang di zaman ini, jika datang seseorang, me¬reka berkata ‘Silakan kemari’ dan yang lain mengatakan juga ‘Silakan kemari’ sedang orang yang duduk di samping mengipasinya.

Gerakan-gerakan dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus ke- berkahan majelis itu sendiri. Keberkahan majelis bisa diharapkan apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majelis itu pada intinya adalah adab, se¬dangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati.
Oleh karena itu, saUdara-saudaraku, aku anjurkan kalian, hadirilah majelis- majelis kebaikan. Ajaklah anak-anak kalian ke sana dan biasakan mereka untuk mendatanginya, agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majelis-majelis yang baik pula.” Pada kesempatan lain, ia menyampaikan nasihat perihal pendidikan pada anak-anak, “Saat-saat ini aku jarang melihat santri-santri atau siswa-siswa madrasah yang menghargai ilmu. Banyak kulihat, mereka membawa mushaf atau kitab-kitab ilmu yang lain dengan cara tidak menghormatinya, menenteng atau membawa di belakang punggungnya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat- tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu tapi mencintai nilai semata-mata. Mereka diajari pemikiran para filosof dan budaya pemikiran-pemikiran orang Yahudi dan Nasrani.

Apa yang akan terjadi pada generasi remaja masa kini? Ini tentu adalah tanggung jawab bersama. Habib Ali pemah merasakan kekecewaan yang sama seperti yang kurasakan. Padahal di zaman beliau aku melihat kota Seiwun dan Tarim sangat makmur, bahkan negeri Hadhramaut dipenuhi dengan para penuntut ilmu yang beradab, berakhlaq, menghargai ilmu dan orang alim. Bagaimana jika beliau mendapati anak-anak kita di sini yang tidak menghargai ilmu dan para ulama? Niscaya beliau akan menangis dengan air mata darah. Beliau menambahkan bahwa, ‘Aku akan meletakkan pada penuntut ilmu di atas kepalaku; dan jika aku bertemu murid yang membawa bukunya dengan rasa adab, ingin rasanya aku mencium kedua matanya’.”
Habib Abubakar melanjutkan, “Aku teringat suatu kalam seorang shalih yang mengatakan, ‘Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum shalihin dan berkiblat pada buku-buku modern dengan pola pikir yang serba meringankan. Wahai saudara-saudaraku, ikutilah jalan salafush shalihin, sebab mereka adalah orang-orang suci yang beramal ikhlas.
Ketahuilah, salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali yang dapat membuahkan amal shalih. Aku teringat pada suatu untaian mutiara nasihat Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas yang mengatakan, ‘Ilmu adalah alat, meskipun ilmu itu baik (hasan); tapi hanyalah alat, bukan tujuan. Karenanya, ilmu harus diiringi adab, akhlaq, dan niat yang shalih. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada maqam-maqam yang tinggi’.”

(Disadur dari Majalah Alkisah No. 22, 31 Okt -13 Nov 2011 hal. 135-137)




isi Kajian (hapus ini jika ingin Posting artikel, tapi jangan Hapus Tulisan "Kirimkan ke teman anda sebagai file .Pdf)
Kirimkan Ke Teman anda Sebagai File .Pdf :
Send articles as PDF to
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive