"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Senin, 24 Juli 2017

Berapakah Jumlah Tingkatan Surga?



 http://www10.0zz0.com/2011/09/28/08/562298132.jpg
Allah SWT menjadikan surga sebagai tempat menerima imbalan dan pahala, dan membagi-bagi tingkatan surga, sesuai amal perbuatan para penghuninya. Maka, Allah SWT menciptakan surga dan membagi-bagi tingkatannya, karena di dalam pembagian itu terdapat hikmah yang sesuai dengan nama dan sifat-sifat-Nya. Sesungguhnya surga bertingkat-tingkat, dan jarak antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya seperti jarak antara langit dan bumi. Hal ini sebagaimana terdapat dalam riwayat yang shahih, Rasulullah saw. bersabda,

"Sesungguhnya surga itu terdiri dari seratus tingkatan. Jarak antarsatu tingkatan dengan yang lain seperti jarak antara bumi dan langit."(HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)


Hikmah Allah SWT menghendaki agar semua tingkatan surga ini dihuni. Dan, perbedaan tingkatan-tingkatan surga itu sesuai dengan amal perbuatan penghuninya. Ini sebagaimana dikatakan oleh beberapa ulama salaf, "Para penghuni surga selamat dari siksa neraka adalah karena maaf dan ampunan Allah SWT. Mereka masuk surga karena kemurahan, nikmat, dan ampunan Allah SWT semata. Dan, mereka membagi-bagi tempat mereka di surga sesuai dengan amal perbuatan mereka." Berdasarkan hal ini, beberapa ulama menetapkan bahwa seseorang masuk surga adalah karena amal perbuatannya, sebagaimana firman Allah SWT,

"Dan itulah surga yang diwariskan kepadamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan." (az-Zukhruuf: 72).
Juga firman-Nya,

"Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan."

(an-Nahl: 32)


Sedangkan nash-nash yang menunjukkan bahwa seseorang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, seperti sabda Rasulullah saw. dalam hadits riwayat Bukhari, "Tak seorang pun akan masuk surga karena amalnya." Lalu para sahabat bertanya, "Apakah engkau juga wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Demikian pula aku."

Maksudnya bahwa pada dasarnya mereka tidak masuk surga. Jawaban yang lebih tepat adalah bahwa huruf ba' yang bermakna sebab bukan huruf ba' yang tidak memiliki makna sebab. Huruf ba' pertama ini disebut ba' sababiyyah {ba' yang memiliki arti sebab), yang berarti bahwa amal perbuatan adalah sebab masuk surga, sebagaimana semua sebab membutuhkan akibat. Sedangkan ba' yang kedua yang tidak bermakna sebab, dinamakan ba' mu 'aawadhah wa muqaabalah18, seperti dalam kata-kata orang Arab, "Saya membeli barang ini dengan uang ini." Dan inilah ba' yang terdapat dalam hadits di atas.


Maka, Rasulullah saw. bersabda bahwa masuk surga bukanlah imbalan dari amal seseorang. Seandainya bukan karena limpahan kasih sayang Allah SWT, maka tidak seorang pun masuk surga. Jadi amal seorang hamba, meskipun tidak terbatas jumlahnya, bukan satu-satunya hal yang mengharuskan dia masuk surga, dan bukan pula masuk surga itu sebagai ganti amalnya. Meskipun amal seorang hamba dilakukan sesuai dengan cara yang dicintai dan diridhai Allah SWT, namun itu tidak dapat mengimbangi dan menyamai nikmat yang Allah SWT limpahkan kepadanya di dunia. Bahkan, jika amal perbuatannya dihisab, maka itu hanya setimpal dengan sedikit nikmat Allah SWT. Sedangkan, nikmat-nikmat Allah SWT lain yang ia terima, masih memerlukan rasa syukur. Jadi Allah SWT mengazabnya padahal ia telah berbuat kebajikan, maka itu bukanlah kezaliman dari-Nya atas orang tersebut. Dan apabila Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada orang tersebut, maka rahmat-Nya itu jauh lebih baik dari amal perbuatannya. Ini sebagaimana terdapat dalam sebuah riwayat dari Zaid Bin Tsabit, Hudzaifah dan Iain-lain, yang terdapat dalam kitab-kitab Sunanyang dinisbatkan kepada Nabi saw.19,


"Jika Allah berkehendak mengazab para penghuni surga dan para penghuni bumi-Nya, Dia pasti mengazab mereka, dan itu bukanlah kezaliman dari-Nya atas mereka. Dan jika Allah member! rahmat-Nya kepada mereka, maka rahmat-Nya lebih baik dari amal perbuatan mereka." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Hibban)


18yang memiliki arti penggantian, penj.

19Riwayat dari shahabat yang dinisbatkan kepada Nabi saw. dalam ilmu hadits disebut hadits marfuu'.


Allah SWT menghendaki penciptaan surga dengan derajatnya yang bertingkat-tingkat dan mengisinya dengan Adam a.s. beserta keturunannya. Allah SWT juga menempatkan mereka di dalam surga sesuai dengan amal perbuatan mereka. Maka sebagai konsekuensi dari kehendak Allah itu, Dia menurunkan Adam a.s. dan keturunannya ke bumi, tempat beramal dan berjuang.


Allah SWT menciptakan Adam a.s. dan anak cucunya sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (al-Baqarah: 30)

"Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi." (al-An'aam:

165)

"Dan menjadikan kamu khalifah di bumi." (al-A'raaf: 129)


Jadi Allah SWT hendak memindahkan Adam a.s. dan keturunannya dari kekhalifahan di bumi, menjadi pewaris surga yang abadi. Dengan ilmu-Nya, Allah SWT telah mengetahui bahwa karena kelemahan dan pendeknya pandangan manusia, terkadang mereka lebih memilih sesuatu yang dapat ia nikmati dengan segera namun tidak bernilai, daripada sesuatu yang datangnya tertunda namun sangat berharga. Hal ini disebabkan jiwa manusia lebih senang kepada sesuatu yang dapat mereka dapatkan dengan segera daripada sesuatu yang akan mereka peroleh kelak. Dan, ini merupakan konsekuensi diciptakannya manusia dengan tabiat tergesa-gesa serta diciptakan dengan sifat suka terburu-buru. Karena itu, Allah SWT mengetahui bahwa salah satu sifat manusia adalah lemah.


Maka, hikmah Allah SWT menghendaki untuk memasukkan mereka ke dalam surga, supaya mereka mengetahui secara langsung nikmat yang disiapkan untuk mereka. Sehingga, mereka lebih merindukan dan menginginkannya, serta lebih semangat untuk mendapatkannya. Karena cinta, rindu, dan keinginan mendapatkan sesuatu terjadi karena seseorang telah membayangkan sesuatu tersebut. Barangsiapa yang secara langsung menyaksikan dan merasakan keindahan serta kenikmatan sesuatu, maka dia tidak bisa bersabar untuk menggapainya.


Semua ini terjadi karena jiwa manusia sangat perasa dan perindu. Apabila ia telah merasakan nikmatnya sesuatu, maka ia akan terus merindukannya. Karena itu, jika seorang hamba telah merasakan manisnya keimanan, dan keindahan iman telah menyatu dengan kalbunya, maka akan kokoh kecintaannya kepada-Nya dan selamanya tidak akan goyah oleh sesuatu pun.


Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari yang berstatus marfu' dan diriwayatkan dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Allah Azza wa Jalla bertanya kepada

para malaikat, "Apa yang diminta oleh hamba-hamba-Ku dari-Ku?" Para malaikat menjawab, "Mereka meminta surga-Mu." Allah bertanya, "Apakah mereka pernah melihatnya?" Mereka menjawab, "Tidak." Allah bertanya kembali, "Bagaimana jika mereka pernah melihatnya?" Mereka menjawab, "Niscaya mereka lebih menginginkannya lagi."


Oleh karena itu, hikmah Allah SWT menghendaki untuk memperlihatkan surga itu kepada Adam a.s., bapak mereka. Dia menempatkan Adam a.s. di surga, kemudian Dia mengisahkan kisahnya kepada keturunan Adam a.s.. Dengan demikian, seakan-akan mereka telah menyaksikannya dan ada bersama Adam a.s. di dalamnya. Maka, orang yang tercipta untuk surga dan surga tercipta untuknya segera memenuhi seruan Tuhan dan segera menuju ke surga. Tidak ada sesuatu yang bersifat sementara dapat memalingkannya, tetapi dia segera mempersiapkan diri untuk menuju ke sana. Ibarat seseorang yang tinggal di suatu tempat, kemudian ditawan oleh musuhnya, maka ketika ia merasa bahwa tempat tersebut adalah kampung halamannya yang asli, niscaya ia senantiasa merindukannya dan tidak dapat tenang hingga ia kembali ke sana.

Wallahu alam

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive