"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Minggu, 16 Desember 2012

Santri, predikat moral bukan sekedar komunitas !

SANTRI. Berdasarkan peninjauan tindak langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada Alqur'an dan mengikuti sunnah Rasul SAW dan teguh pendirian. Ini adalah arti dengan bersandar sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya. Allah yang maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya. Mirip sebuah prasasti, kalimat tersebut terpampang besar di bagian depan asrama "J" Pondok Pesantren Sidogiri. Terukir di tembok seluas kira-kira 7x2 meter, berwarna putih dengan latar belakang hijau. Di sebelah atas tercantum redaksi aslinya dalam bahasa Arab di bawah judul al-Santri.

Ukiran itu dibuat sekitar 11 tahun yang lalu. Kalimatnya disusun oleh Almaghfurlah K.H. Hasani Nawawie pada tahun 1972. Sejak semula kalimat tersebut dijadikan sebagai asas dasar Pondok Pesantren Sidogiri. Santri yang mondok di situ pasti hafal luar kepala. Bagi mereka, menghafal kalimat itu sama artinya dengan membaca prinsip hidup dan jati dirinya sendiri. Pandangan K.H. Hasani tentang santri dan pesantren, setidaknya, telah dicurahkan dalam beberapa kalimat itu. Dalam kemasan  "ta'rif santri" tersebut, Kiai Hasani mempertegas bahwa kata "santri" adalah murni sebagai predikat moral. Santri, bukanlah nama dari sebuah komunitas tertentu atau kelompok dengan budaya tertentu, tapi murni sebagai predikat dari sebuah ketaatan beragama.

Ada dua hal pokok yang disebut K.H. Hasani dalam ta'rif santri itu: ketaatan pada garis agama serta prinsip tegas dan perilaku yang lurus. Dan, persis seperti apa yang dikemukakannya tentang santri, beliau juga memberi arti pesantren, murni dalam sebuah predikat moral keagamaan. Menurut K.H. Hasani, pesantren adalah lembaga yang berdiri atas dasar takwa kepada kepada Allah atau menjadikan ketaatan beragama sebagai pijak dasarnya (ussisa 'ala al-taqwa).

Dalam memandang segala sesuatu (terutama masalah agama), K.H. Hasani memang selalu bertumpu pada substansi dan prinsip keagamaan. Jika prinsip dan substansinya sudah benar, beliau tak pernah menghiraukan lagi siapa dan dari kelompok mana. Hal ini selalu beliau tampakkan dalam setiap langkah-langkahnya, baik dalam berdakwah, membangun ukhuwah, maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive