Islam tidaklah melarang umatnya untuk beribadah, selama tidak melanggar aturan. Karena setiap manusia dituntut untuk menjalankan ibadah selama hayat masih dikandung badan. Allah menegaskan dalam firman-Nya,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu Al-Yaqin.” (QS. Al-Hijr: 99)
Para ulama tafsir sepakat bahwa makna Al-Yaqin pada ayat di atas adalah kematian.
Tak terkecuali wanita haid. Islam tidaklah melarang mereka untuk melakukan semua ibadah. Sekalipun kondisi datang bulan, membatasi ruang gerak mereka untuk melakukan amalan ibadah. Wanita haid masih bisa melakukan amalan ibadah, selain amalan yang dilarang dalam syariat,
ridha adalah sikap pertama yang harus dibangun. Sikap ridha adalah bagian dari amal shalih, bahkan termasuk diantara amal shalih yang paling agung.
Terkait dengan amalan-amalan praktis bagi wanita yang sedang haid di bulan Ramadhan, maka hadis riwayat 'Aisyah yang menangis karena haid sebelum Manasik Haji mengisyaratkan bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam merekomendasikan semua amal shalih yang bisa dilakukan wanita selama bukan amal-amal yang memang dilarang Syara'. Pintu-pintu amal shalih sesungguhnya sangat banyak, namun berikut ini akan disajikan sejumlah amal shalih penting yang bisa dilakukan wanita haid/nifas di bulan Ramadhan.
Pertama; Melakukan Khidmat (pelayanan/membantu) orang lain, terutama orang yang berpuasa
Sesungguhnya Khidmat, seremeh apapun adalah amal shalih. Dalil yang menunjukkan Khidmat adalah amal shalih adalah hadis berikut ini;
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kebaikan adalah sedekah. Dan di antara bentuk kebaikan adalah kamu menjumpai saudaramu dengan wajah yang menyenangkan. Dan kamu menuangkan air dari embermu ke dalam bejana milik saudaramu." (H.R.At-Tirmidzi)
Menuangkan air pada bejana saudara adalah jenis Khidmat (pelayanan). Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam menyebutnya termasuk Ma'ruf sebagaimana berwajah ramah juga disebut Ma'ruf. Sesuatu yang disebut ma'ruf adalah amal shalih, sehingga bisa dikatakan Khidmat adalah amal shalih.
Lebih utama lagi jika yang dilayani adalah orang yang berpuasa, karena melayani orang yang berpuasa dan meringankan pekerjaan/kesusahan mereka bisa membuat yang melayani mendapatkan ganjaran sebagaimana orang yang berpuasa. Imam Muslim meriwayatkan;
Dari Anas radliallahu 'anhu, ia berkata; Dulu kami pernah bepergian bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan di antara kami ada yang melaksanakan puasa dan ada pula yang tidak berpuasa. Kemudian di hari yang sangat terik itu kami berhenti di suatu tempat dan orang yang bisa berteduh hanyalah orang yang mempunyai pakaian, bahkan di antara kami ada orang berlindung dari sinar matahari hanya dengan tangannya saja. Maka orang-orang yang berpuasa pun berjatuhan. Maka orang yang tidak berpuasa bangkit, kemudian mendirikan tenda dan memberi minum hewan tunggangan mereka. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Hari ini mereka yang berbuka telah menuai pahala." (H.R. Muslim)
Dalam riwayat tersebut dikisahkan bahwa dalam safar yang dilakukan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam dan Shahabat-Shahabatnya, orang-orang yang tidak berpuasa melakukan Khidmat (pelayanan) kepada yang tidak berpuasa maupun yang berpuasa dengan mendirikan tenda dan memberi minum air hewan tunggangan. Lalu Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam memberi tahu bahwa mereka yang tidak berpuasa dan melakukan Khidmat itu menuai pahala. Maka hal ini menjadi dalil bahwa Khidmat adalah amal shalih terutama sekali jika yang dilayani adalah orang-orang yang berpuasa.
Dari sini, bukankah hal yang mudah bagi wanita melakukan Khidmat dengan cara menyiapkan makan sahur dan berbuka, berbelanja untuk kebutuhan makan, mengasuh anak, membersihkan rumah, mencucui, menyetrika dan sebagaianya? Semua hal tersebut jika dilakukan karena Allah tidak akan sia-sia karena, khidmat termasuk amal shalih dan bahkan wanita bisa mendapatkan pahala yang setara dengan yang berpuasa jika dia melakukan khidmat kepada orang yang berpuasa.
Kedua; mendorong orang lain beramal shalih
Mendorong orang lain beramal shalih termasuk amal shalih dan membuat pelakunya mendapatkan pahala sebagaimana orang yang beramal shalih tersebut. Dalil yang menunjukkan adalah hadis berikut ini;
Dari Abu Mas'ud Al Anshari dia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, jalan kami telah terputus karena hewan tungganganku telah mati, oleh karena itu bawalah saya dengan hewan tunggangan yang lain." Maka beliau bersabda: "Saya tidak memiliki (hewan tunggangan yang lain)." Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berkata, "Wahai Rasulullah, saya dapat menunjukkan seseorang yang dapat membawanya (memperoleh penggantinya)." Maka beliau bersabda: "Barangsiapa dapat menunjukkan suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya." (H.R. Muslim)
As-Shon'ani menjelaskan maksud lafadz "menunjukkan". Sebagai berikut;
"Menunjukkan bisa dilakukan dengan cara memberi saran kepada orang lain untuk melakukan kebaikan, atau memberitahu orang yang ingin melakukan kebaikan untuk mendatangi orang tertentu, atau memberi nasehat, memberi peringatan, ataumengarang buku yang mengandung ilmu bermanfaat". (Subul As-Salam vol.4 hlm 170)
Oleh karena itu wanita haid yang membangunkan orang lain untuk sahur dan berpuasa maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang sahur dan berpuasa, wanita haid yang membangunkan orang lain untuk shalat shubuh maka dia mendapatkan pahala seperti shalat shubuh, wanita haid yang mendorong orang lain Tilawah/membaca Al-Qura'n, mencari ilmu, shilaturrahim, shodaqoh dll dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pelaku amal shalih tersebut.
Ketiga; menjamu berbuka
Orang yang menjamu orang lain untuk berbuka, akan mendapatkan ganjaran sebagaimana yang didapatkan orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpun. At-Tirmidzi meriwayatkan;
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang memberi makan orang yang berbuka, dia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun" (H.R. At-Tirmidzi)
Sampai di sini, bukankah tampak betapa besar karunia Allah yang diberikan kepada wanita? Dia tidak ikut lapar dan dahaga, tetapi peluangnya mendapatkan ganjaran sama persis seperti orang yang berpuasa dan yang beramal shalih yang lain.
Keempat; memperbanyak istighfar dan shodaqoh
Secara khusus Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam merekomendasikan wanita agar memperbanyak istighfar dan shodaqoh karena beliau diperlihatkan bahwa wanita adalah penghuni neraka yang paling banyak. Saran Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam ini hendaknya mendapat perhatian lebih para wanita, karena Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam adalah insan yang paling tahu sesuatu yang paling menyelamatkan umatnya di akhirat. Istighfar dan Shodaqoh lebih layak diperhatikan dibulan Ramadhan karena bulan ini adalah bulan yang paling mulia diantara seluruh bulan. Imam Muslim meriwayatkan;
Dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kamu dan perbanyakkanlah istighfar. Karena, aku melihat kaum wanitalah yang paling banyak menjadi penghuni Neraka." (H.R. Muslim)
Kelima; memperbanyak Dzikir
Wanita dianjurkan memperbanyak dzikir baik dengan lisan maupun dengan hatinya. Diantara dalil yang menunjukkan keutamaan Dzikir adalah firman Allah;
"Ingatlah Aku, niscaya aku akan mengingatmu" (Al-Baqoroh; 152)
Diantara lafadz dzikir yang bisa diistiqomahkan adalah lafadz yang diajarkan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam dalam hadis berikut ini;
Dari Abu Hurairah menuturkan; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai Arrahman, Subhanallah wabihamdihi dan Subhaanallahul 'azhiim." (H.R. Bukhari)
Keenam; memperbanyak doa
Doa adalah ibadah. Ibadah termasuk amal shalih. Seorang wanita bisa memperbanyak doa di bulan ramadahan, baik doa Ma'tsur (diriwayatkan) maupun doa Mashnu' (dibuat sendiri), dengan bahasa Arab maupun bahasa kaum. Diantara Nash yang menunjukkan keutamaan Doa adalah hadis berikut ini;
Dari An-Nu'man bin Basyir dari nabi SAW beliau bersabda; Doa adalah ibadah (H.R. Abu Dawud)
Terutama sekali berdoa pada sepertiga malam terakhir dan waktu antara Adzan dengan Iqomah, karena waktu tersebut adalah waktu mustajab. Bukhari meriwayatkan;
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rabb Tabaaraka wa Ta'ala kita turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: "Siapa yang berdo'a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni". (H.R.Bukhari)
Dari Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "tidak akan ditolak, do'a diantara adzan dan iqamat." (H.R.At-Tirmidzi)
Contoh doa yang bisa selalu diamalkan setiap mendengar adzan adalah sebagaimana yang diajarkan dalam hadis berikut ini;
Dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berdo'a setelah mendengar adzan: ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA'IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH (Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah jannjikan) '. Maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat." (H.R. Bukhari)
Para Fuqoha sepakat pada tiga poin ibadah sebelumnya yaitu, istighfar, dzikir dan Doa tidak disyaratkan yang melakukan harus suci dari hadas baik hadas besar maupun hadas kecil. Artinya seorang wanita yang sedang haid, meskipun dia berhadas besar tidak ada larangan baginya untuk beristighfar, dzikir dan berdoa sepanjang waktu selama mampu.
Ketujuh: Tholabul 'Ilmi (mencari ilmu)
Mencari ilmu termasuk amal shalih yang bisa dilakukan wanita haid di bulan Ramadhan baik dilakukan dengan mendatangi majelis ilmu maupun mempelajari isi buku. Banyak Nash yang menunjukkan keutamaan mencari ilmu. Di bulan Ramadhan biasanya bertaburan banyak majelis ilmu. Namun, dalam memilih ilmu mana yang dikaji, pilihlah yang paling bermanfaat bagi dien, dan mulailah mempelajari ilmu-ilmu islam yang fardhu 'Ain terlebih dahulu. Allah berfirman;
Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar; 18)
Selain amalan-amalan ini, wanita juga bisa melakukan amal shalih lain selain ibadah mahdhoh yang dinyatakan dan dipuji oleh Nash seperti Shobr, Hilm, Ziarah, Shilaturrahim, menjenguk orang sakit, Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Siwak, Qoilulah, dan sebagainya. Bagi istri, perhebatlah bakti kepada suami di bulan Ramadhan, karena suami adalah surga dan nerakanya istri.
Untuk amalan pada saat 10 terakhir bulan Ramadhan dan lailatul Qodar, wanita yang sedang haid bisa melakukan amalan-amalan ibadah Mahdhoh yang tidak mensyaratkan kesucian dalam melakukannya seperti Istighfar,Dzikir, dan doa. Perbanyak pula doa yang diamalkan 'Aisyah ketika bertanya bacaan yang diucapkan jika tahu kapan lailatul Qodar. Ibnu majah meriwayatkan;
Dari ''Aisyah bahwa dia berkata; "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan mendapatkan malam lailatul Qodar, apa yang harus aku ucapkan?", beliau menjawab: "Ucapkanlah; ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pema'af mencintai kema'afan, maka ma'afkanlah daku." (H.R. Ibnu Majah).
Wa Allahu aA'lamu
0 komentar:
Posting Komentar