"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Minggu, 31 Januari 2016

Kisah Islam : Tukang sapu jadi miliuner.

Oleh : Rahma Nur Faizah

Kisah ini terjadi waktu Musim haji tahun 2012 lalu, seperti yang diangkat di koran al-Sabaq terbiatan Saudi Arabia tanggal 17 Dzhuhjjah lalu (02/11/2012).
Syahdan, seorang pria bernama Marimir Husain Jihar tengah menyapu jalanan kota Mekkah yang penuh debu. Ia. membersihkan jalanan kota suci ini dari kotoran dan sampah-sampah yang dibuang manusia atau yang diterbangkan angin sepanjang waktu.
Sudah 5 tahun, pekerja imigran asal Bangladesh itu melakoni pekerjaan bersahaja tersebut, pekerjaan yang dipandang sebelah mata orang orang lain. Di Arab Saudi, orang Bangladehs sering disebut sebagai "Benggali". Orang Indonesia pun memanggil mereka dengan sebutan demikian.

Rekan-rekan sekerja Marimir tidak pernah tahu asal-usul marimir, sebab ada ratusan ribu (atau mungkin jutaan) orang Benggali yang menjadi buruh kasar di negeri Haramain ini.
Sampai pada suatu hari di musim haji 2012. Ketika Marimir asyik menyapu jalanan di sekitar wilayah Tan'im, tempat di mana orang-orang akan memulai (miqat) ihram untuk Umrah, suatu kejadian tak terduga terjadi.

Seorang pria tua berteriak dari seberang jalan memanggil nama Marimir. Pria itu berpakaian Ihram, terlihat hendak melaksanakan ihram untuk Umrah. Dari postur tubuhnya, pria tua itu jelas berkebangsaan Bangladeh.
"Marimir…! Marimir…! Marimir….!" Teriak pria tua berkali-kali dari seberang jalan. Namun karena banyaknya manusia dan lalu linta yang sibuk, Marimir tidak mendengarnya.
"Marimir…! Marimir…! Marimir…!" Pria tua itu kembali berteriak. Kali ini ia berlari ke arah Marimir menghadang jalan.
Aksi pria tua itu mengundang perhatian banyak orang di Tan'im, termasuk dari rekan-rekan pria tua itu sendiri. Mereka heran, bagaimana ia mengenali seorang penyapu jalan di kota suci ini.
Tanpa peduli, ia terus berlari tanpa menghiraukan mobil-mobil yang melaju kencang. Orang-orang berteriak memperingatkannya, karena aksinya itu mengganggu lalu lintas.

"Marimir…!". Ujar si pria tua tanpa henti.
Kali ini Marimir mendengar. Ia menoleh, dilhatnya seorang yang sudah tua berlari ke arahnya. Ia pun heran, dari mana orang itu mengetahui namanya.
Pria itu semakin mendekat. Dan semakin dekat. Ketika sudah jelas baginya siapa yang datang, ia pun terperangah. Alangkah kagetnya Marimir, ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya.
Ternyata pria tua itu adalah abang kandungnya sendiri….
Dengan berurai air mata, si pria tua itu menghampiri Marimir yang penuh debu, lantas ia memeluk pemuda itu dengan erat sambil menangis.
Aksi jemaah haji tersebut mengundang perhatian banyak orang. Meski tidak mengerti, mereka mengabadikan momen penuh haru itu dengan kamera. Setelah itu, si pria tua bercerita kepada orang-orang yang mengitari mereka penuh keharuan.

Ia menceritakan bahwa tukang sapu itu adalah adik kandungnya sendiri, mereka adalah dua bersaudara yang sudah lebih 5 tahun tidak bertemu.

Kisah perpisahan mereka dimulai ketika orangtua mereka meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Ayah mereka meninggalkan harta warisan yang sangat banyak, mencapai 17 juta Riyal (sekarang sekitar Rp. 62 Milyar jika dikonversikan dengan kurs saat ini).

Bagaimana tidak, keluarganya adalah keturunan bangsawan, dan salah satu kakek mereka adalah mantan menteri di Bangladesh.

Tapi saudara tuanya itu berbuat serakah. Ia tidak mau membagi harta peninggalan itu dengan adiknya. Beberapa kali si adik meminta pembagian warisan, tapi ia tidak mau. Bahkan, sang adik pernah dijebloskannya ke penjara karena menuntut haknya!

Karena putus asa, akhirnya sang adik pergi meninggalkan Bangladeh. Ia pun menjadi pekerja imigran di Arab Saudi. Hingga bertahun-tahun lamanya. 5 tahun terakhir, ia menjadi tukang sapu di Mekkah.
Selepas kepergian adiknya itu, saudara tuanya pun diserang penyakit kanker ganas.
"Ini hukuman Allah atas kezaliman saya…". Kenang haji tua itu sambil menangis. Dan sejak itulah ia insyaf atas perbuatan serakahnya.
Bertahun-tahun pula lamanya, ia berusaha mencari jejak sang adik. Ia bertanya kepada kawan-kawan adiknya, tapi tak satu pun yang tahu. Ia pun sudah membuat sayembara, siapa yang mengetahui alamat adiknya akan diberi imbalan yang besar.

Namun kabar tak kunjung datang. Sang adik entah di mana rimbanya. Sementara penyakitnya semakin parah, hingga ia mengira umurnya takkan lama lagi.

Hingga datang musim haji tahun 2012. Ketika ia hendak pulang ke tanah air, ia pun melaksanakan umrah terlebih dahulu. Ia bersama rombongannya pun berangkat ke Tan'im, miqat di mana orang Mekkah memulai umrah.

Dan di sanalah keajaiban itu terjadi. Di tempat inilah Allah Swt mempertemukannya dengan adiknya yang selama ini ia cari. Dilihatnya seorang pria muda tengah menyapu jalanan, dan ternyata itu adalah saudara kandungnya.

Saat pertemuan itu, saudara tua itu meminta maaf kepada sang adik atas kezalimannya selama ini. Karena keserakahannya, sang adik hidup sengsara dan terlunta-lunta sebagai tukang sapu di negeri orang.
Ia pun mengajak adiknya pulang. Ia sudah membagi harta peninggalan orangtua mereka seadil-adilnya. Bagian untuk sang adik sudah ia sisihkan, dan akan ia berikan tanpa mengambilnya sedikitpun, jumlahnya milyaran rupiah ditambah properti yang sangat banyak.

Di tempat yang suci itu, sang adik memaafkan abangnya. Ia sama sekali tidak menaruh dendam. Bahkan dirinya merasa bahagia bisa tinggal di tanah suci ini. Di sini, ia menghabiskan waktu untuk bekerja dan menghafal al-Qur'an.
Kepada hadirin yang berkerumun di sekitar mereka, tukang sapu yang jadi milyuner itu mengatakan: "Sungguh ini merupakan pelajaran yang besar dalam hidup saya. Saya sudah merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang teraniaya.

Karena itu, saya berjanji tidak akan menganiaya siapa pun. Allah mengharamkan kezaliman atas diri-Nya, dan diharamkannya kezaliman itu atas hamba-hambaNya".
Marimir Husain berpelukan dengan saudara kandungnya yang telah insyaf .
Kisah mengharukan itu menjadi buah bibir jemaah haji. Seorang penjual makanan cepat saji di kota Mekkah mengatakan kepada wartawan Sabg:
"Saya sering bersedekah makanan kepada tukang sapu itu, tanpa saya pernah tahu ternyata dia adalah seorang milyuner".

Semoga kita menjadi orang sabar supaya beruntung dunia-akhirat. Amien

Source: sriwijaya pos magazine



Share:

Sabtu, 30 Januari 2016

Kisah Umar ra. Teladan pemimpin yang bijaksana

Oleh : Rahmah Nur Faizah

Pada suatu malam, khalifah Umar bin Khathab keluar dari rumahnya. Dia berjalan menyusuri pinggiran kota Madinah. Begitulah kebiasaan pemim­pin kaum muslimin itu. Setiap malam, dia selalu menyempatkan diri berkeliling dari satu kampung ke kampung yang lain untuk memastikan bahwa seluruh rakyatnya dalam keadaan tercukupi segala kebutuhannya.

Umar bin Khathab berjalan dan terus berjalaa. Langit yang cerah sebagai atapnya. Di sana, kelap- kelip bintang seolah menjadi saksi atas apa-apa yang dilakukan khalifah kedua itu. Ternyata, langkah sang khalifah semakin jauh meninggalkan rumahnya, hingga tiba di sebuah gurun yang sangat sepi sekali. Di sana, dia melihat sebuah tenda yang masih ada tanda-tanda kehidupan. Ke sanalah khalifah Umar melangkah.

Setelah kian dekat, Umar bin Khathab dapat melihat seorang lelaki sedang duduk di luar sebuah tenda. Raut muka lelaki tersebut tampak gelisah. Sementara itu, dari dalam tenda terdengar sebuah erangan. Rupanya istri si lelaki itu akan melahirkan. Umar berpikir, pastilah lelaki Badui itu sangat khawatir terhadap keselamatan istrinya. Apalagi tidak ada orang lain selain hanya mereka berdua.

Maka, Umar pun segera berbalik arah. Dia ber­jalan cepat supaya lekas sampai di rumah. Sesampai di rumah, dia segera menemui istrinya, ummi Kultsum bin Abi Thalib.

"Ada apa wahai Amirul Mukminin? Kenapa engkau tampak begitu gelisah?"

"Wahai istriku, ada kesempatan mulia dari Allah untukmu, maukah engkau ikut denganku?"

"Ya!" jawab Ummu Kultsum dengan muka berbinar.

"Ada seorang Badui pendatang yang hidup di ping­giran kota. Saat ini, istrinya akan melahirkan, tetapi tidak ada orang lain yang menolongnya." kata Umar.

"Kalau begitu, marilah kita segera ke sana!" potong Ummu Kultsum. Ummul mukminin itu segera mempersiapkan segala sesuatu untuk mem­bantu persalinan pendatang itu. Sementara itu, Umar mengambil tepung dan segala perlengkapan untuk memasak. Setelah semua siap, lantas mereka beranjak ke tempat orang Badui itu. Dengan sedikit tergesa, mereka pergi menuju tenda pendatang tadi. Tak lama berselang, mereka pun telah sampai.

Sesampainya di tenda milik Badui tadi, Ummul mukminin segera minta izin masuk untuk mem­bantu persalinan. Sementara itu, Umar langsung mempersiapkan tempat memasak. Dia membuat adonan kemudian mengukusnya. Semua itu dila­kukannya seorang diri dengan cekatan.

Laki-laki Badui yang semula kebingungan itu menjadi tenang. Diam-diam, dia memperhatikan kedua tamunya yang misterius itu. Dalam hati, dia sangat bersyukur. Di tengah padang pasir yang gersang itu masih ada yang peduli dengannya. Dia pun berpikir kalau orang itu lebih pantas menjadi khalifah daripada Umar. Dia tidak tahu kalau dia adalah Umar bin Khathab, khalifah yang sangat perhatian kepada seluruh rakyatnya.

Tak berapa lama dari dalam tenda terdengar suara lengkingan tangis bayi. Rupanya istri si Badui itu telah melahirkan. Laki-laki Badui yang sejak tadi berdiri gelisah di depan tenda, pun menjadi lega. Raut mukanya terlihat bahagia.

"Wahai Amirul mukminin, katakan kepada sahabatmu itu kalau istrinya telah melahirkan seorang bayi laki-laki dengan selamat." Tiba-tiba dari dalam tenda, terdengar Ummul mukminin berteriak. Spontan saja dia menyebut Umar dengan panggilan 'Amirul mukminin'. Dia tidak sadar kalau tadi telah bersepakat akan menyembunyikan identitas mereka supaya si Badui merasa nyaman.

Mendengar sebutan itu, si Badui tampak terkejut. Dia mundur beberapa langkah. Dia sungguh tidak menyangka kalau laki-laki tamunya itu ternyata Amirul Mukmrnin, sang khalifah. Rasa bangga, malu, sekaligus takut, bercampur menjadi satu. Se­mentara itu, Umar yang melihat perubahan pada si laki-laki Badui itu segera menenangkannya.

"Tenanglah wahai saudaraku. Aku itu tak lebih hanya sebagai saudaramu!" kata Umar lembut. Dia terus memasak roti itu sampai matang. Setelah dira­sanya matang, dia memberikannya kepada Ummu Kultsum supaya istri si Badui itu makan.

"Sekarang lekaslah engkau makan, wahai saudaraku! Aku y akin, pastilah engkau juga lapar" tawar Umar.

Sejenak, laki-laki Badui itu terlihat ragu. Tapi perutnya tidak mau diajak kompromi. Akhirnya, dia pun memberanikan diri untuk makan roti yang telah dimasakkan oleh khalifahnya.

Setelah semuanya beres, Umar dan Ummu Kultsum pun mohon diri. Khalifah Umar telah menempatkan diri sebagai seorang pemimpin yang sa­ngat peduli terhadap keadaan rakyatnya. Bahkan, dia pernah berkata bahwa kalau rakyatnya lapar, maka dialah orang yang pertama kali akan kelaparan. Kalau rakyatnya susah, maka dialah orang yang per­tama kali menanggung kesusahan.

Wahai saudaraku apa yang dicontohkan umar bin khatab sangat berbeda dengan keadaan pemimpin dijaman sekarang ini. Dijaman jahiliyah modern ini pemimpin cenderung memperkaya diri dibandingkan mementingkan kesejahteraan rakyatnya. Berebut jabatan dengan menghalalkan segala cara. Belum lagi korupsi dinegri ini yang makin menjadi-jadi. Kalau pemimpin sekarang perutnya kekenyangan memakan harta yang haram rakyatnya dibiarkan kelaparan. Pemimpin sekarang menindas rakyat beserta aparaturnya suka menggerogoti darah rakyat jelata. Kita dibebani pajak yg macam-macam untuk dikorupsi bukan untuk membangun negara. Contoh kecil saja yang sering kita lihat yaitu polisi lalu lintas yang mencari-cari kesalahan pengendara untuk membayar denda tapi kebanyakan masuk kantong mereka sendiri. Naudzubillah. Padahal setiap perbuatan pasti ada pertanggungan jawab diakhirat kelak. Menyia-nyiakan amanah adalah ciri orang munafik yang besar sekali dosanya. Semoga negri ini segera berbenah sebelum azab Nya turun dari langit membinasakan yang berdosa dan yang tidak berdosa pun merasakan dampaknya

Semoga pemimpin kita bisa meneladani umar bin khotob ra.
Khalifah yang dijanjikan masuk surga.

Pustaka : abatasadotcom

Share:

ISLAM AGAMA PERADABAN ANTI TEROR

Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi

Jika orang melihat Islam hanya sebagai agama, kesan yang pertama dibenaknya adalah doktrin, dogma, syariat atau ajaran halal-haram. Dalam persepsi orang sekuler, dogma akan dibarengi dengan fanatisme, fanatisme berarti ekslusifisme yang akan membawa kekerasan dan bahkan terorisme. Untuk orang yang berfikiran seperti ini Islam perlu ditampilkan sebagai agama dan sekaligus peradaban.

Islam sebagai peradaban berarti di dalam ajaran Islam terdapat aspek aqidah atau kepercayaan kepada Tuhan, dan syariah meliputi aspek peribadatan pada Tuhan dan tata tertib kehidupan sosial yang diatur oleh hukum. Jadi aqidah dan syariah itu mengandung konsep hubungan antar sesama manusia, sebagai implikasi dari hubungan dengan Tuhan. Semakin baik hubungan seseorang dengan Tuhan semakin baik pula hubungannya dengan manusia.

Jadi Islam bukan agama yang melulu berisi dogma-dogma dan ritual peribadatan, tapi agama yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Maka dari itu ketika Islam diamalkan dalam kehidupan kemasyarakatan ia akan membentuk sistim-sistim kehidupan, seperti ekonomi, politik, kebudayaan, sosial dan sebagainya. Itulah din al-Islam yang menjadi tamaddun

Tamaddun atau peradaban Islam tentu lahir di tengah kebudayaan lain. Ketika berinteraksi dengan umat, komunitas atau peradaban lain banyak hal yang mungkin terjadi. Pertama, umat Islam yang datang pada peradaban lain akan menawarkan ajaran agama Islam. Ketika tawaran diterima ada aspek kebudayaan itu yang akan tergeser oleh ajaran Islam. Kedua, dengan masuknya Islam ke sebuah kebudayaan atau bangsa lain tentu selain menerima Islam mereka akan mempertahankan tradisi, kultur ataupun kebiasaan mereka masing-masing yang tidak bertentangan dengan Islam. Ketiga, ketika memasuki kebudayaan atau bangsa lain umat Islam akan memanfaatkan apa-apa yang telah mereka capai, oleh sebab itu proses-proses adapsi, asimilasi dan integrasi hal-hal yang berasal dari peradaban lain tidak dapat dihindarkan.

Ketiga kemungkinan di atas dapat dikatakan sebagai proses dan hasil perkembangan peradaban Islam. Prosesnya oleh al-Attas disebut Islamisasi dan hasilnya adalah peradaban Islam. Islamisasi adalah pembebasan masyarakat dari tradisi kultural bersifat magis, mitologis, animistis and etnis yang tidak sesuai dengan Islam. Dan juga pembebasan pikiran dan bahasa manusia dari kontrol paham sekuler, yang tidak sesuai dengan fitrahnya. Jadi Islamisasi adalah mengembalikan manusia kepada fitrah atau naluri aslinya.

Hasil dari proses itu adalah apa yang dapat disebut sebagai peradaban Islam. Peradaban Islam adalah "Peradaban yang muncul dari berbagai kultur umat Islam di dunia, sebagai hasil dari penyerapan mereka terhadap din Islam dan dari sesuatu yang mereka lahirkan dari hasil penyerapan itu. (SMN.Al-Attas, Historical Fact and Fiction, UTM-CASIS, Kuala Lumpur, 2011, xv). Sudah tentu disini tidak berlaku inkulturasi atau akulturalisasi dimana Islam menyesuaikan dengan kultur manapun meskipun itu bertentangan dengan ajaran Islam.

       Proses Islamisasi pandangan hidup yang telah terjadi dalam sejarah peradaban Islam diilustrasikan dengan baik oleh al-Attas melalui teorinya tentang Islamisasi pandangan hidup bangsa Melayu. Dalam hal ini al-Attas membagi proses itu menjadi tiga periode. Periode pertama dimulai sejak abad ke 13 dimana Islam masuk ke dunia Melayu melalui penerapan syariah. Maka dari itu Fiqih dan pengamalan Islam secara praktis disaat itu sangat dominan. Konsep Tuhan dalam Islam belum banyak ditekankan sehingga masih kabur, difahami secara samar-samar dan bahkan bertumpang tindih dengan pandagan hidup kuno Hindu-Buddha. Periode kedua, dimulai sejak abad ke 15 hingga akhir abad ke 18. Pada periode  ini tasawwuf dan kalam cukup dominan, sehingga konsep fundamental tentang Keesaan Tuhan dijelaskan. Disini pandangan hidup Islam jelas mempengaruhi pandangan hidup bangsa Melayu dengan masuknya istilah dan konsep-konsep Arab kedalam istilah-istilah bahasa Melayu. Periode ketiga proses Islamisasi adalah kelanjutan dari fase kedua.  Sebagai hasil dari proses Islamisasi tersebut al-Attas menyimpulkan:

Melalui tasawwuflah masuknya semangat intelektual dan rasional yang tinggi ke dalam pikiran masyarakat waktu itu, ia membangkitkan semangat intelektualisme dan rasionalisme yang tidak wujud pada era pra-Islam… yang merevolusi pandangan hidup bangsa Melayu-Indonesia, mengubahnya dari suatu dunia mitologi yang rapuh.. kepada dunia intelektualisme,   dunia akal dan dunia yang teratur; ….dan akhirnya semangat itu mempersiapkan bangsa Melayu-Indonesia, dalam beberapa hal, untuk dunia modern yang akan datang. (Al-Attas, The Mysticism of Hamzah Fansuri. Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1970, hal. 191-192).

Bagaimana konsep dari masa pra-Islam itu berubah oleh karena konsep-konsep dalam pandangan hidup Islam, dicontohkan dengan jelas oleh al-Attas dalam  kata "ada" dan "wujud". Kata-kata "ada" (yang berarti menjadi, meng-ada atau sesuatu yang ada) pada masa Pra-Islam telah dipakai dengan prefix ber atau digunakan secara sinonim dengan kata-kata isi. Ia menunjuk suatu kategori wujud atau Being yang terbatas yang sebenarnya bersifat material, kebendaan atau fisik yang meruang dan me-waktu. Namun dengan datangnya Islam, khususnya melalui tasawuf dan kalam,  konsep ada itu berubah secara mendalam dan radikal, yang merefleksikan suatu pandangan hidup metafisika Islam yang baru yang dikaitkan dengan konsep al-mawjud, yaitu yang mengejawantah secara zahir tapi juga yang tersembunyi secara batin.( Al-Attas, The Mysticism, hal. 163–169). Demikian pula kata-kata bahasa Arab wujud, yang menunjukkan makna suatu konsep yang  abstrak yang sekaligus juga suatu realitas Being  atau sesuatu yang ada (being), tidak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu karena tidak adanya kata-kata yang sesuai.

Selain kedua istilah di atas masih terdapat beberapa istilah dan konsep-konsep kunci yang berasal dari bahasa Arab yang kemudian terserap dalam bahasa Melayu dari sejak abad ke 15 hingga sekarang. Konsep-konsep itu diantaranya adalah roh (ruh), akal ('aql), kalbu (qalb), nafsu (nafs), faham (fahm), jasad (jasad), jisim (jism), jasmani (jusmani), jauhar (jawhar), juz (juz'), kuliah (kulliyah), ilham (ilham), sedar (dari bahasa Arab sadr = dada), fikir (fikr), zikir (dhikr), ilmu ('ilm), yakin (yaqin), shak (shakk), zann (zann), jahil (jahl), alam (alam), pengalaman (dari bahasa Arab: 'alam), sebab (sabab), musabab (musabbab), akibat (aqibah), hikmah (hikmah), adab (adab), martabat (maratib), derajat (darajat), maudu' (maudu'), adil (adl), zalim (zulm), ma'rifat (ma'rifah), ta'rif (ta'rif), hakekat (haqiqah), kertas (qirtas), sharah (sharh), bahas (bahth), hukum, hakim, mahkamah  (dari Arab: hukm), murid (murid), tarekh (tarikh), zaman (zaman), awal (awwal), akhir (akhir), sejarah (shajarah), abad ('abad), waktu (waqt), saat (sa'ah), kursi (kursiy), dan banyak lagi lainnya. Penggunaan istilah dan konsep-konsep kunci tersebut telah mengindikasikan adanya perubahan cara pandang bangsa Melayu terhadap banyak hal dalam kehidupan mereka. Karena cara pandang bangsa atau masyarakat (Melayu) didominasi oleh konsep atau cara pandang asing (Islam) maka identitas bangsa dan masyarakat itu akan hilang digantikan oleh konsep dan cara pandang asing (Islam) yang lebih dominan. Demikian pulalah yang terjadi jika konsep dan cara pandang yang dominan adalah Barat.

Penggunaan istilah dan konsep-konsep kunci tersebut telah mengindikasikan adanya perubahan cara pandang bangsa Melayu dan digantikan oleh cara pandang Islam. Teorinya dapat dirumuskan begini jika suatu bangsa atau masyarakat didominasi oleh konsep atau cara pandang asing maka identitas bangsa dan masyarakat itu akan hilang digantikan atau didominasi oleh konsep dan cara pandang asing.

Pembahasan singkat tentang Islamisasi di atas sekedar menunjukkan suatu proses yang tak terlihat dalam tulisan sejarah Melayu, khususnya jika kajiannya terpusat pada aspek politik. Dengan kata lain proses Islamisasi melalui jalur politik dan kekuasaan sejatinya didahului oleh atau disertai dengan Islamisasi pandangan hidup dan konsep-konsep, dan pada tingkat tinggi Islamisasi sistim-sistim.

Dalam edisi ini kajian difokuskan pada kronologi masuknya Islam melalui para saudagar. Sebab Islam datang ke Nusantara tidak dengan sebuah serbuan bala tentara perkasa dengan pedang terhunus. Islam datang melalui perdagangan alias dibawa oleh para saudagar. Sebab Nusantara memang kawasan lalu lintas perdagangan dunia. Para pedagang, pelaut, atau musafir dari berbagai belahan dunia seperti China, Arab, India, Asia Tenggara, Persia, sudah biasa berlalu lalang dikawasan ini. Namun, dari para saudagar itu Islam dibawa masuk ke dalam jantung kekuasaan raja-raja sehingga proses politik menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.

Sorotan kajiannya diarahkan pada proses awal masuknya Islam ke Nusantara secara umum, kemudian dilanjutkan dengan kajian tentang pembebasan kawasan Sunda, Jawa dan Sulawesi.  Kajian yang belum dilakukan adalah masuknya Islam kedalam kawasan Sumatera dan kawasan lain di Indonesia.

Kajian tentang kapan Islam pertama kali masuk ke Nusantara merupakan wacana yang menarik para sejarawan Melayu. Pendapat yang lebih dapat dipercaya adalah bahwa Islam telah masuk ke Nusantara seawal abad ke-7 Masehi, yakni zaman Khulafa' Rasyidin. Faktanya dari Cina bahwa zaman Dinasti T'ang (618-907 M) yang menyebut orang-orang Ta-Shih (yakni Arab) mengurungkan niat mereka menyerang kerajaan Ho Ling yang diperintah Ratu Sima (674 M). Fakta lain merujuk kepada angka tahun yang terdapat pada batu nisan seorang ulama bernama Syaikh Ruknuddin di Baros, Tapanuli, Sumatera Utara, dimana tertulis tahun 48 Hijriah yakni 670 Masehi. Informasi lain menunjukkan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara melalui Champa (Kamboja dan Vietnam sekarang) sejak zaman Khalifah 'Utsman, yakni sekitar tahun 30 Hijriyah atau 651 Masehi.

Selain sejarah masuknya Islam ke Nusantara asal muasal Islam yang datang ke Nusantara juga menjadi kajian penting di sini. Ada sedikitnya enam kemungkinan dari mana Islam datang. Ada yang mengatakan dari Gujarat, ada pula yang meyakini dari Benggala, jazirah Arab, Persia dan terakhir dari Cina. Dan yang tidak kalah penting adalah siapa yang membawanya apakah para saudagar, para ulama yang berdagang atau siapa. Sebab dengan itu akan diketahui corak Islam yang seperti apa yang pertama kali masuk ke negeri ini. Di tengah kontroversi itu al-Attas membuktikan bahwa Islam dibawa oleh Syaikh Isma'il yang atas perintah Gubernur (Syarif) Mekkah pada sekitar abad ke-9 Masehi. Lebih lanjut tentang kajian bagaimana model da'wah di Nusantara dan apa kekuatan Islam sehingga dapat masuk ke dalam kehidupan bangsa Melayu di Nusantara lihat Dr Syamsuddin Arif, Islam di Nusantara: Historiografi dan Metodologi.

Khusus untuk kawasan Sunda, Islam masuk melalui para pedagang yang diperkirakan pada abad ke-7 M hingga abad ke-11 M. Pada masa itulah kemungkinan bertemunya masyarakat Nusantara dengan para pedagang Muslim dari negara-negara Islam. Tempat-empat persinggahan para pedagang di Tatar Sunda meliputi Banten, Jakarta dan Cirebon. Di Cirebon dipelopori oleh Sunan Gunung Jati, namun lebih awal dari itu pemeluk Islam pertama adalah Bratalegawa. Bratalegawa adalah putra kedua Prabu Guru Pangandiparamarta Jayadewabrata atau Sang Bunisora, penguasa Kerajaan Galuh yang mendapat julukan Haji Baharudin atau disebut juga sebagai Haji Purwa. Bukti lain masuknya Islam ke kawasan Sunda adalah munculnya komunitas Muslim di kawasan pesisir utara Jawa Barat seperti Cirebon, Karawang, dan sekitarnya. Pertanda adanya komunitas Muslim pada abad 11 M bisa dilihat dari dikenalnya nama orang yang disegani dan ditokohkan masyarakat. Nama-nama seperti Syeikh Qura, Kean Santang dan lain lain sudah merupakan pertanda masuknya Islam ke kawasan ini hingga abad ke 13.

Komunitas tersebut kemudian perlahan-lahan berkembang menjadi kekuasaan. Di kawasan Sunda (Tatar Sunda) abad-abad 13 hingga 16 merupakan abad berubahnya komunitas Muslim menjadi kekuatan politik. Di zaman itulah orang mengenal kerajaan Cirebon dan Banten, sementara pada zaman yang sama kekuatan kerajaan Sunda perlahan-lahan telah menunjukkan kemundurannya. Fakta lain yang dapat membuktikan masuknya Islam ke tanah Sunda adalah masuknya prinsip-prinsip Islam kedalam pandangan hidup orang Sunda. Berkembang jargon di tengah masyarakat Sunda Sunda teh Islam, Islam teh Sunda adalah bukti mendarah mendagingnya agama Islam dalam kehidupan mereka. Kondisi masyarakat Sunda seperti ini dalam teori al-Attas telah mengalami proses Islamisasi tahap pertama menuju tahap kedua, yaitu tahap perkenalan syariah. Di sini haji dianggap pelaksanaan syariah yang tertinggi dan kerena itu yang telah menunaikan ibadah haji mendapat penghormatan yang tinggi. (Baca : Tiar Anwar Bachtiar, Islamisasi Tatar Sunda, Perspektif Sejarah Dan Kebudayaan).

Sementara di Jawa Islam masuk kira-kira pada abad ke 8 H (1478M), melalui elit politik. Kronologinya mirip dengan penyebaran Islam di kawasan Kristen di sekitar jazirah Arab, yaitu ketika kekuasaan politik lokal melemahnya. Sebab memang pada abad ini kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha mengalami konflik internal yang berkepanjangan dan akhirnya melemah. Pada tahun 1404-1406 Masehi terjadi Perang Paregreg, yaitu perang antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi.

Adalah Sultan Agung yang mempelopori Islamisasi penduduk Jawa dengan pendidikan. Islam disebarkan melalui berbagai sarana di kampung-kampung, dari pendidikan membaca al-Qur'an, tatacara ibadah dan pengajaran sederhana tentang rukun Islam dan rukun iman. Karena pemrakarsanya adalah istana maka guru agama diberi gelar Kyahi Anom atau Kyahi Sepuh.  Di tingkat kadipaten pendidikan Islam lebih tinggi lagi dengan mengkaji kitab-kitab karangan para ulama seperti Fiqih, Tafsir, Hadits, Ilmu Kalam, Tasawuf, Nahwu, Sharaf dan Falaq. Dengan melalui pendidikan di tingkat kampung hingga tingkat kadipaten Islam tersebar secara luas dan difahami secara massal serta dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat umum.

(Sumber : Jurnal Islamia, 'Pembebasan Nusantara: Antara Islamisasi dan Kolonialisasi', Vol. VII, No. 2, 2012).

Share:

Jumat, 29 Januari 2016

Telah muncul generasi keledai

aku yakin. jaman telah mendekati ahirnya. dan generasi 90an adalah generasi terahir. yg masih bisa berfikir layaknya manusia. kemudian setelah itu muncul generasi keledai . cepat besar tubuhnya. besar pula hawa nafsunya. tp akal sehatnya dipertanyakan kewarasannya ... tak jarang aku mendengar anak kls 4, 5 ,6 Sd udah hamil... pinter ya generasi sekarang. maksudnya pinter memperturutkan nafsu yg tidak seimbang dengan kedewasaannya.

Share:

Kisah islam : Kambing Ajaib disembelih hidup lagi

Oleh : Rahmah Nur Faizah


Alkisah di sebuah dusun, ada seorang wanita yang sangat shalih. Wanita itu bernama Alfidhah. Keadaan hidup keluarga wanita itu sangat miskin. Namun, kemiskinannya tidak menjadi halangan baginya untuk mensyukuri nikmat Allah. Pada suatu hari, dia berkata kepada suaminya bahwa makanan simpanan miliknya habis. Tidak ada sesuatu pun di rumah yang dapat dimakan, Satu-satunya harta miliknya hanyalah seekor kambing betina.

"Bagaimana kalau kambing itu kita sembelih saja, Istriku?" tanya suaminya.

"Duhai Suamiku, hanya tinggal itulah harta kita satu-satunya. Kambing itu bisa mengeluarkan susu yang dapat kita minum. Selain itu, dia aku harapkan bisa beranak, sehingga kita bisa mempunyai banyak kambing nantinya."

Mendengar alasan Alfidhah, suaminya menjadi sadar. Memang tinggal kambing betina itulah satu- satunya harapan bagi keluarga kecil itu. Dia bisa memahaminya. Tetapi, tak lama berselang, datanglah ke rumah itu seorang tamu. Dia adalah salah satu sahabat suaminya.

"Apa yang harus kita perbuat untuk menjamu tamu kita itu, Istriku?"

"Suamiku, potonglah kambing kita itu!" tandas Alfidhah.

"Aku tak mungkin melakukannya, Istriku. Bu­kankah baru saja engkau melarangku menyem­belihnya karena tinggal itulah harapan kita satu- satunya?"

"Wahai Suamiku, bukankah Rasulullah telah bersabda bahwa kita harus memuliakan tamu? Po­tonglah, semoga Allah menerima pengorbanan kita!" Setelah mempertimbangkan beberapa saat, akhirnya sang suami pun mantap untuk menjamu tamu mereka dengan kambing miliknya itu. Suami Alfidhah segera mengambil kambing itu lalu disembelihnya di belakang rumah. Sementara suaminya menguliti kambing itu, Alfidhah mempersiapkan diri di dapur untuk memasak. Tetapi, ketika dia mau mengambil kayu di dekat kandang, dia me­lihat seekor kambing yang sama persis dengan miliknya.

"Hai, apakah kambing yang di sembelih suamiku itu terlepas?" kata Alfidhah. Dia pun lari ke belakang dengan sangat buru-buru. Sesampainya di belakang rumah, dia melihat suaminya masih asyik menguliti kambing itu. Lalu, kambing siapakah itu? bisik hatinya.

Setelah merenung beberapa saat, barulah dia teringat dengan sabda Rasulullah Saw. jika kita me­muliakan tamu, sungguh dia akan dimuliakan Allah. Rupanya, Allah telah mengganti kambing miliknya dengan yang lebih baik.

Setelah semuanya siap, dia pun menyajikan makanan itu kepada tamunya. Dan, tamunya pun makan sampai puas.

Waktu telah berlalu. Sejak peristiwa itu, Alfidhah sangat menyayangi kambing itu. Dia sama seperti kambing-kambing lainnya yang sama-sama makan rumput, dan apabila diperah juga mengeluarkan susu. Tetapi, pada suatu hari, wanita shalihah itu sangat terkejut. Sebab, ketika dia mau memerah susu kambing itu, ternyata yang keluar adalah madu. Warnanya bening kekuning-kuningan. Lalu, dia pun mengatakan itu kepada suaminya.

"Suamiku, lihatlah ini!" kata Alfidhah. "Ketika aku memerah susu kambing ini, yang keluar bukan susu, tapi madu!"

"Maha Suci Allah!" suaminya menjawab lirih. Sejak saat itu, kabar tentang kambing yang me­ngeluarkan madu pun tersiar di mana-mana. Banyak orang berbondong-bondong ke rumah Alfidhah. Di antara orang banyak itu adalah seorang syekh negeri itu, namanya Abu ar-Rabi' al-Maliki. Dia pun menanyakan perihal kambing ajaib itu. Dengan senang hati, Alfidhah pun menceritakan apa pun yang dialaminya.

'Apakah kambing yang engkau maksud adalah kambing yang susunya baru saja aku minum tadi!" "Benar, Syekh!"

Ulama itu pun mengangguk-angguk. Begitulah Allah akan memuliakan orang yang memuliakan tamunya.

Subhanallah :)

Refrensi : abatasadotcom

Share:

Kisah Nabi Daud As dan seekor ulat


Oleh ; Rahmah Nur Faizah :)

Dalam sebuah kitab Imam Al-Ghazali menceritakan pada suatu ketika tatkala Nabi Daud A.S sedang duduk dalam suraunya sambil membaca kitab az-Zabur, dengan tiba-tiba dia terpandang seekor ulat merah pada debu.
Lalu Nabi Daud A.S. berkata pada dirinya, "Apa yang dikehendaki Allah dengan ulat ini?"

Setelah Nabi Daud selesai berkata begitu, maka Allah pun mengizinkan ulat merah itu berbicara. Lalu ulat merah itu pun mula berbicara kepada Nabi Daud A.S. "Wahai Nabi Allah! Allah S.W.T telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca 'Subhanallahu ivalhamdulillahi wala ilaha illallahu mllahu akbar' setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca 'Allahumma solli ala Muhammadin annabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim' setiap malam sebanyak 1000 kali.

Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud A.S, "Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku dapat faedah darimu?"
Karena pertanyaan Nabi Daud tersebut terkesan meremehkan kata-kata semut tadi. Nabi Daun segera tersadar bahwa telah memandang sebelah mata kepada ulat tersebut, dan dia sangat takut kepada Allah S.W.T.. Maka Nabi Daud A.S. pun bertaubat dan menyerah diri kepada Allah S.WT.

Begitulah sikap para Nabi A.S. apabila mereka menyadari kekhilafan yang telah dilakukan maka dengan segera mereka akan bertaubat dan menyerah diri kepada Allah S.WT. Kisah- kisah yang berlaku pada zaman para Nabi bukanlah untuk kita ingat sebagai bahan sejarah, tetapi hendaklah kita jadikan sebagai teladan supaya kita tidak memandang rendah kepada apa saja makhluk Allah yang berada di bumi yang sama-sama kita tumpangi ini.

Dikutip dari 115 Kisah Teladan Penuh Hikmah [ ALLAH TIDAK PERNAH TIDUR ]
Penerbit : Karta Media
Wendy Setyawan, S.IP
Referensi ; abatasadotcom

Share:

Rabu, 27 Januari 2016

ISIS memang lebih biadab ketimbang iblis

Innalillahi, ISIS bakar 5 orang Ibu dan hancurkan kepala 12 tawanan mereka dengan buldoser

Dari Irak dikabarkan bahwa Tanzhim Daulah pimpinan Al-Baghdadi telah mengeksekusi 12 orang penduduk sipil di pusat kota Mosul dengan Buldoser, sebagaimana yang dilaporkan oleh kantor berita Al-Sumaria News koresponden Nainawa.

Liputan lapangan yang diadakan oleh kantor berita wilayah Nainawa mengabarkan bahwa eksekusi yang dilakukan oleh Tanzhim Daulah/ISIS terhadap 12 orang penduduk sipil tersebut dilakukan pada hari Jumat, dengan menggunakan Buldoser dan bertempat di tengah kota Mosul.

Sumber-sumber redaksi melaporkan kepada Sumeria News bahwa kelompok Daulah/ISIS telah mengundang penduduk kota untuk menyaksikan eksekusi tersebut pada sore hari, yang menampilkan model eksekusi baru yang lebih kejam, setelah mereka merampas hak penduduk Nainawa.

Dua belas orang penduduk kota yang akan dieksekusi tersebut dibaringkan berjajar di tengah jalan raya di pusat kota Mosul di dekat gerbang masuk At-Thawib.

Sopir Buldoser sekaligus eksekutor kedua belas penduduk sipil tersebut menjalankan Buldoser itu untuk melindas kepala mereka, kemudian kembali kedua kalinya untuk melindas jasad mereka.

Lima orang ibu dan anak-anak mereka dibakar hidup-hidup di Anbar (Irak)

Dari propinsi Anbar Iraq dilaporkan bahwa gerombolan ISIS mengumpulkan lima orang ibu dan anak-anak mereka dan membakar mereka hidup-hidup setelah para ibu tersebut menolak untuk mengizinkan anak-anak mereka bergabung dengan gerombolan yang mengusung nama Negara Islam. Para korban semuanya diyakini berasal dari suku Sunni Albu Nimr.

Berkaitan dengan peristiwa keji ini, pemimpin suku Sheikh Naim al-Kaoud, mengatakan bahwa wanita dan anak-anak ditangkap oleh geng ISIS dan dibakar di jalan-jalan.

Menurut surat kabar Saudi yang berbasis di London "Sharq al-Awsat" pemimpin suku menceritakan bagaimana perempuan-perempuan itu menolak pasukan Tanzhim Daulah sekaligus menuntut bagi mereka untuk melepaskan anak-anak mereka dari bergabung dengan ISIS.

(muqawamah.net/arrahmah.com)

Share:

ISIS memang lebih biadab ketimbang iblis

Innalillahi, ISIS bakar 5 orang Ibu dan hancurkan kepala 12 tawanan mereka dengan buldoser

Dari Irak dikabarkan bahwa Tanzhim Daulah pimpinan Al-Baghdadi telah mengeksekusi 12 orang penduduk sipil di pusat kota Mosul dengan Buldoser, sebagaimana yang dilaporkan oleh kantor berita Al-Sumaria News koresponden Nainawa.

Liputan lapangan yang diadakan oleh kantor berita wilayah Nainawa mengabarkan bahwa eksekusi yang dilakukan oleh Tanzhim Daulah/ISIS terhadap 12 orang penduduk sipil tersebut dilakukan pada hari Jumat, dengan menggunakan Buldoser dan bertempat di tengah kota Mosul.

Sumber-sumber redaksi melaporkan kepada Sumeria News bahwa kelompok Daulah/ISIS telah mengundang penduduk kota untuk menyaksikan eksekusi tersebut pada sore hari, yang menampilkan model eksekusi baru yang lebih kejam, setelah mereka merampas hak penduduk Nainawa.

Dua belas orang penduduk kota yang akan dieksekusi tersebut dibaringkan berjajar di tengah jalan raya di pusat kota Mosul di dekat gerbang masuk At-Thawib.

Sopir Buldoser sekaligus eksekutor kedua belas penduduk sipil tersebut menjalankan Buldoser itu untuk melindas kepala mereka, kemudian kembali kedua kalinya untuk melindas jasad mereka.

Lima orang ibu dan anak-anak mereka dibakar hidup-hidup di Anbar (Irak)

Dari propinsi Anbar Iraq dilaporkan bahwa gerombolan ISIS mengumpulkan lima orang ibu dan anak-anak mereka dan membakar mereka hidup-hidup setelah para ibu tersebut menolak untuk mengizinkan anak-anak mereka bergabung dengan gerombolan yang mengusung nama Negara Islam. Para korban semuanya diyakini berasal dari suku Sunni Albu Nimr.

Berkaitan dengan peristiwa keji ini, pemimpin suku Sheikh Naim al-Kaoud, mengatakan bahwa wanita dan anak-anak ditangkap oleh geng ISIS dan dibakar di jalan-jalan.

Menurut surat kabar Saudi yang berbasis di London "Sharq al-Awsat" pemimpin suku menceritakan bagaimana perempuan-perempuan itu menolak pasukan Tanzhim Daulah sekaligus menuntut bagi mereka untuk melepaskan anak-anak mereka dari bergabung dengan ISIS.

(muqawamah.net/arrahmah.com)

Share:

Jumat, 22 Januari 2016

Pelurusan akidah menurut KH. Hasyim ‘Asy’ari

Oleh:

Kholili Hasib

(Peneliti Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya)

 Akidah merupakan pondasi sakral dalam agama. Penyimpangan akidah berarti menegasikan agama Islam itu tersendiri.  KH. Hasyim 'Asy'ari, pendiri Nahdhatul Ulam', ketika hidup di masa kolonial Belanda mencermati bahwa banyak aliran-aliran pemikiran yang bisa melunturkan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Ciri yang dapat ditangkap dari figur Syekh Hasyim ini salah satu di antaranya adalah penguatan basic-faith (asas kepercayaan) kaum Muslim. Fatwa-fatwanya mengikuti sejumlah ulama'-ulama' mutakallimun (teolog) dari madzhab Abul Hasan Asy'ari dan Maturidi. Organisasi NU yang didirikannya juga bertujuan melestarikan ajaran Ahlussunnah dalam masyarakat Nusantara, dengan menyatukan para ulama' dan menepis fanatisme sempit terhadap kelompoknya. Buah pikirannya yang cemerlang dan melampaui zamannya (visioner) ini adalah salah satu hal yang menarik.

Figur Anti Paham Nyeleneh

Umat Islam Indonesia tentu berharap besar agar ormas-ormas Islam terbebas dari oknum yang berpaham liberal dan Syiah. NU, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia sangat berperan penting menjaga keislaman Muslim Indonesia – apalagi pendirinya, KH. Hasyim Asy'ari, termasuk yang menolak keras segala bentuk penodaan akidah. Jika ada anak muda NU yang liberal, sejatinya mereka adalah oknum budak asing. Maka, sudah saatnya arus liberalisasi agama yang diusung oleh sebagian intelektual muda NU ditanggapi serius[1]. Sebab, pemikiran mereka sangat jauh dari ajaran-ajaran KH. Hasyim Asy'ari — pendiri NU — yang dikenal tegas terhadap pemikiran-pemikiran yang menodai kesucian agama.

Ketokohan KH. Hasyim Asy'ari jangan sampai ditinggalkan Nahdliyyin (umat NU). Beliau adalah figur ulama' Nusantara yang patut diteladani, tidak hanya bagi kalangan NU, tapi juga umat Islam lainnya di Indonesia.

Biografi KH. Hasyim 'Asy'ari

KH. Hasyim Asy'ari adalah ulama' kenamaan yang lahir dari darah keturunan para ulama'. Ia lahir di Gedang, Jombang, Jawa Timur, hari Selasa, 24 Dzulhijjah 1287  H bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Ayahnya bernama Kiai Asy'ari, seorang ulama asal Demak Ayahnya, juga seorang ulama' di daerah selatan Jombang yang memiliki pesantren. Kakeknya, Kyai Ustman, terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari berbagai daerah di seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Ayah kakeknya, Kyai Sihah, juga ulama', adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang.

Menginjak usia 15 tahun, KH. Hasyim berkelana ke berbagai pesantren yakni ke pesantren Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilin Madura, dan akhirnya ke pesantren Siwalan Surabaya. Di pesantren Siwalan ia menetap selama 2 tahun. Selama tujuh tahun ia nyantri di Makkah beliau berguru kepada masyayikh di tanah haram[2]. Di antaranya ia berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, Syekh 'Alawi dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis yang berasal dari Termas Jawa Timur. Ia juga pernya belajar kepada Kyai Cholil Bangkalan (mbah Cholil), ulama Madura yang cukup disegani. Cukup banyak Kyai sepuh NU yang belajar kepadanya.

Sepulang ke tanah air, ia memulai tapak perjuangan melalui pendidikan dan organisasi sosial. Di bidang pendidikan ia mendirikan pesantren bercorak tradisional di Tebuireng Jombang. Untuk mengkonsolidasi dakwah secara efektif ia mendirikan jam'iyyah Nahdlatul Ulama', yang artinya organisasi kebangkitan ulama' pada 31 Januari tahun 1936.

Ia termasuk penulis produktif. Karya yang dibukukan sekarang ini ada sekitar lebih dari 19 kitab. Itu belum risalah-risalah pendek belum dicetak yang menurut informasi masih tersimpan di perpustakaan keluarga di Jombang. Barangkali Syekh Hasyim Asy'ari ingin meneladani Imam al-Ghazali dalam perjuangan. Imam al-Ghazali dalam gerakan pembaharuannya dengan membenahi ilmu dan ulama'. Syekh Hasyim Asy'ari dengan berdirinya NU, berusaha membangkitkan ulama' dan semangat untuk kembali kepada ajaran-ajaran Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ulama' adalah 'mesin' dakwah Islam. Oleh sebab itu ketika terjadi krisis, ulama' harus dibangkitkan, dibenahi keilmuannya dan diatur strategi perjuangannya. Syekh Hasyim sendiri adalah mengikuti madzhab Syafi'i dalam bidang fikih, dalam bidang teologi mengikut Abul Hasan al-Asy'ari dan Maturidi. Madzhab dan teologi ini mayoritas dianut umat Islam Nusantara.

Dalam kitabnya al-Tibyan fi al-Nahyi 'an Muqatha'ati al-Arham wa al-'Aqarib wa al-Ikhwan terekam nasihat-nasihat penting yang disampaikan dalam pidato mu'tamar NU ke-XV 9 Pebruari 1940 di Surabaya.

Ia menyeru kepada umat Islam untuk bersungguh-sungguh berjihad melawan akidah yang rusak dan pengkhina al-Qur'an. Untuk itu, ia mewanti-wanti agar menjaga keutuhan umat Islam dan tidak fanatik buta kepada perkara furu'[3].

Di hadapan peserta mu'tamar yang dihadiri para ulama', Syekh Hasyim Asy'ari menyeru untuk meninggalkan fanatisme buta kepada satu madzhab. Sebaliknya ia mewajibkan untuk membela agama Islam, berusaha keras menolak orang yang menghina al-Qur'an, dan sifat-sifat Allah swt, dan memerangi pengikut ilmu-ilmu batil dan akidah yang rusak. Usaha dalam bentuk ini wajib hukumnya. Ia mengatakan:

"Wahai para ulama' yang fanatik terhadap madzhab-madzhab atau terhadap suatu pendapat, tinggalkanlah kefanatikanmu terhadap perkara-perakar furu', dimana para ulama telah memiliki dua pendapat yaitu; setiap mujtahid itu benar dan pendapat satunya mengatakan mujtahid yang benar itu satu akan tetapi pendapat yang salah itu tetap diberi pahala. Tinggalkanlah fanatisme dan hindarilah jurang yang merusakkan ini (fanatisme). Belalah agama Islam, berusahalah memerangi orang yang menghinal al-Qur'an, menghina sifat Allah dan perangi orang yang mengaku-ngaku ikut ilmu batil dan akidah yang rusak. Jihad dalam usaha memerangi (pemikiran-pemikiran) tersebut adalah wajib"[4].

Tegas, tidak kenal kompromi dengan tradisi-tradis batil, serta bijaksana, inilah barangkali karakter yang bisa kita tangkap dari pidato beliau tersebut. Bahkan pidato tersebut disampaikan kembali dengan isi yang sama pada Muktamar ke-XV 9 Pebruari 1940 di Surabaya. Hal ini menunjukkan kepedulian beliau terhadap masa depan warga Nadliyyin dan umat Islam Indonesia umumnya, terutama masa depan agama mereka ke depannya – yang oleh beliau telah diprediksi mengalami tantangan yang berat.

Menurut Syekh Hasyim Asy'ari, fanatisme terhadap perkara furu' itu tidak dipernkenankan oleh Allah swt, tidak diridlai oleh Rasulullah saw (al-Tibyan, hal. 33). Oleh sebab itu ia menyeru untuk bersatu padu, apapun mazhab fikihnya. Selama ia mengikuti salah satu madzhab yang empat, ia termasuk Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Jika berdakwah dengan orang yang berbeda madzhab fikihnya, ia melarang untuk bertindak keras dan kasar, tapi harus dengan cara yang lembut. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath'i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur'an, hadis, dan pendapat para ulama terdahulu. Inilah sikap adil, yakni menempatkan perkara pada koridor syariah yang sebenarnya.

Dalam kitab yang sama, beliau mengutip hadis dari kitab Fathul Baariy bahwa akan datang suatu masa bahwa keburukannya melebihi keburukan zaman sebelumnya. Para ulama dan pakar hukum telah banyak yang tiada. Yang tersisa adalah segolongan yang mengedepan rasio dalam berfatwa. Mereka ini yang merusak Islam dan membinasakannya.

Ditulis dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam'iyati Nadlatu al-'Ulama, Seykh Hasyim Asy'ari mewanti agar berhati-hati jangan jatuh pada fitnah – yakni orang yang tenggelam dalam lautan fitnah, yaitu berdakwah mengajak kepada agama Allah akan tetapi dalam hati ia durhaka kepada-Nya[5].

Nahi Munkar Syekh Hasyim

Hadratus Syekh Hasyim Asyari, pernah menceritakan tentang keadaan pemikiran kaum Muslimin di pulau Jawa. Cerita itu kemudian ditulis dalam salah satu kitabnya, Risalah Ahl al-Sunnah wal Jamaah. Selain dalam kitab tersebut, juga diuraikan dalam karya-karya lain, tentang ajaran-ajaran yang menyimpang yang harus diluruskan.

Sejak NU didirikan pertama kali pada 31 Januari 1926, Syeikh Hasyim Asy'ari sudah mengeluarkan rambu-rambu peringatan terhadap paham nyeleneh. Peringatan tersebut dikeluarkan agar warga NU ke depan hati-hati menyikapi fenomena perpecahan akidah.

Pada sekitar tahun 1330 H terjadi infiltrasi beragam ajaran dan tokoh-tokoh yang membawa pemikiran yang tidak sesuai dengan mainstream Muslim Jawa waktu, yakni berakidah Ahlussunnah wal Jama'ah[6].

Kyai Hasyim mengkritik orang-orang yang mengaku-ngaku pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, dengan menggunakan paradigma takfir terhadap madzhab lain, penganut aliran kebatinan, kaum Syiah Rafidhah, pengikut tasawwuf menyimpang yang menganut pemikiran manunggaling kawulo gusti[7].

Organisasi yang beliau dirikan, NU, bertujuan memperbaiki keislaman kaum Muslim nusantara dengan cara membangkitkan kesadaran ulama-ulama' Nusantara akan pentingnya amar ma'ruf nahi munkar. Diharapkan dengan wadah organisasi ini, para ulama' bersatu padu membela akidah Islam.

Paradigma takfir, dalam bidan furu', tidaklah tepat karena akan memcah belah kaum Ahlussunnah wal Jama'ah. Dalam menyikapi perbedaan furuiyah, Kyai Hasyim melarang untuk bersikap fanatik buta.  Ia mendorong keras kepada para ulama' untuk bersama-sama membela akidah Islam. Maka, seruan untuk tidak fanatik buta terhadap pendapat ijtihad merupakan salah satu cara untuk menggalang kekuatan pemikiran dalam satu barisan.

Jika berdakwah dengan orang yang berbeda madzhab fikihnya, ia melarang untuk bertindak keras dan kasar, tapi harus dengan cara yang lembut. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath'i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada akidah yang benar.

Aliran Syiah yang mencaci sahabat Abu Bakar dan Umar adalah aliran yang dilarang untuk diikuti. Bagaimana bermuamalah dengan penganut Rafidhah? Beliau mengutip penjelasan Qadhi Iyadh tentang hadis orang yang mencela sahabat, bahwa ada larangan untuk shalat dan nikah dengan pencaci maki sahabat tersebut. Karena mereka sesungguhnya menyakiti Rasulullah saw.

Meski pada masa itu aliran Syi'ah belum sepopuler sekarang, akan tetapi Hasyim Asya'ari memberi peringatan kesesatan Syi'ah melalui berbagai karyanya. Antara lain;  "Muqaddimah Qanun Asasi li Jam'iyyah Nahdlatul Ulama', "Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama'ah,al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin" dan "al-Tibyan fi Nahyi 'an Muqatha'ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan".

Hasyim Asy'ari, dalam kitabnya "Muqaddimah Qanun Asasi li Jam'iyyah Nahdlatul Ulama'" memberi peringatan kepada warga nahdliyyin agar tidak mengikuti paham Syi'ah.Menurutnya, madzhab Syi'ah Imamiyyah dan Syi'ah Zaidiyyah bukan madzhab sah. Madzhab yang sah untuk diikuti adalah Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali[8].

Beliau mengatakan: "Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi'ah Imamiyyah dan Syi'ah Zaidiyyah adalah ahli bid'ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti" (Muqaddimah Qanun Asasi li Jam'iyyah Nahdlatul Ulama', halaman 9)[9].

Syeikh Hasyim Asy'ari mengemukakan alasan mengapa Syi'ah Imamiyyah dan Zaidiyyah termasuk ahli bid'ah yang tidak sah untuk diikuti. Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi halaman 7 mengecam golongan Syi'ah yang mencaci bahkan mengkafirkan sahabat Nabi saw.

Mengutip hadis yang ditulis Ibnu Hajar dalam Al-Shawa'iq al-Muhriqah, Syeikh Hasyim Asy'ari menghimbau agar para ulama' yang memiliki ilmu untuk meluruskan penyimpangan golongan yang mencaci sahabat Nabi saw itu.

Hadis Nabi saw yang dikuti itu adalah: "Apabila telah Nampak fitnah dan bid'ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang alim harus menampakkan ilmunya. Apabila orang alim tersebut tidak melakukan hal tersebut (menggunakan ilmu untuk meluruskan golongan yang mencaci sahabat) maka baginya laknat Allah, para malaikat dan laknat seluruh manusia".

Peringatan untuk membentengi akidah umat itu diulangi lagi oleh Syeikh Hasyim dalam pidatonya dalam muktamar pertama Jam'iyyah Nahdlatul Ulama', bahwa madzhab yang sah adalah empat madzhab tersebut, warga NU agar berhati-hati menghadapi perkembangan aliran-aliran di luar madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah tersebut.

Dalam Qanun Asasi itu, Syeikh Hasyim Asy'ari menilai fenomena Syi'ah merupakan fitnah agama yang tidak saja patut diwaspadai, tapi harus diluruskan. Pelurusan akidah itu menurut beliau adalah tugas orang berilmu, jika ulama' diam tidak meluruskan akidah, maka mereka dilaknat Allah swt.

Kitab "Muqaddimah Qanun Asasi li Jam'iyyah Nahdlatul Ulama'" sendiri merupakan kitab yang ditulis oleh Syeikh Hasyim Asy'ari, berisi pedoman-pedoman utama dalam menjalankan amanah keorganisasian Nahdlatul Ulama. Peraturan dan tata tertib Jam'iyyah mesti semuanya mengacu kepada kitab tersebut.

Sikap tegas juga ditunjukkan Syeikh Hasyim dalam karyanya yang lain. Antara lain dalam "Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama'ah" dan "al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin" dan "al-Tibyan fi Nahyi 'an Muqatha'ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan", di mana cacian Syi'ah dijawab dengan tuntas oleh Syeikh Hasyim dengan mengutip hadis-hadis Nabi SAW tentang laknat bagi orang yang mencaci sahabatnya.

Hampir setiap halaman dalam kitab "al-Tibyan" tersebut berisi kutipan-kutipan pendapat parra ulama salaf salih tentang keutamaan sahabat dan laknat bagi orang yang mencelanya. Diantara ulama' yang banyak dikutip adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Qadli Iyadl.

Hadis-hadis Nabi saw yang dikutip dalam dua kitab tersebut antara lain berbunyi:"Janganlah kau menyakiti aku dengan cara menyakiti 'Aisyah". "Janganlah kamu caci maki sahabatku. Siapa yang mencaci sahabat mereka, maka dia akan mendapat laknat Allah swt, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima semua amalnya, baik yang wajib maupun yang sunnah".

Pada masa lalu di Jawa juga telah muncul ajaran ibahiyyah. Kelompok ini mengajarakan pengguguran kewajiban syariah. Dijelaskannya, jika seseorang telah mencapai puncak mahabbah (cinta), hatinya ingat kepada Sang Maha Pencipta, maka kewajiban menjalan syariat menjadi gugur. Ibadah cukup hanya dengan mengingat Allah saja. Kyai Hasyim menyebut mereka sebagai kelompok sesat dan zindiq[10]. (Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah, hal. 11).

Ajaran-ajaran lain yang menyusup merusak tasawwuf adalah ajaran inkarnasi, dan manunggaling kawula gusti. Menurut beliau orang yang meyakini inkarnasi telah mendustakan firman Allah swt dan sabda Rasulullah saw. Ajaran manunggaling kawula gusti merusak telah merusak ajaran tasawwuf. Ajaran ini menyimpangkan karena mengajarkan panteisme.

Menurut Kyai Hasyim, konsep penyatuan wujud yang ada pada para ulama' sufi dahulu bukanlah panteisme bukan pula pluralisme, tapi penyatuan itu hanya dalam konteks hierarki wujud, antara wujud makhluk dan wujud Allah. Tidak dipungkiri ajaran tersebut sengaja dirusak untuk menyimpangkan ajaran tasawwuf para ulama'-ulama' terdahulu. Mereka ini disebut orang jahil yang sok bertasawwuf.

Dalam kitab Al-Dhurar al-Muntastiro fi Masa'ili al-Tis'i 'Asyarah Syekh Hasyim memberi penjelasan-penjelasan ringkas dan padat tentang konsep-konsep kewalian dan tasawwuf. Di situ, terdapat penjelasan penting. Bahwasannya, jika ada seorang mengaku wali lantas melakukan hal-hal 'aneh', namun mengingkari syariat maka — menurut beliau — dia bukan wali, tapi sedang ditipu setan.

Beliau mengatakan bahwa, siapapun diwajibkan untuk melaksanakan syariat. Tidak ada perbedaan antara seorang santri, kyai, orang awam dan wali, semuanya sama diwajibkan menjalankan perintah syariah.

Ia mengatakan, "Tidak ada namanya wali yang meninggalkan kewajiban syariat. Apabila ada yang mengingkari syariat maka ia sesungguhnya mengikuti hawa nafsunya saja dan sedang tertipu setan"[11].

Penjelasan-penjelasan tersebut merupakan usaha Kyai Hasyim untuk membendung keyakinan yang mendekonstruksi akidah Ahlussunnah wal Jama'ah di kalangan jam'iyah NU secara khusus dan umat Islam di Nusantara secara umum. Bahkan menurutnya, kelompok-kelompok yang menyimpang tersebut lebih berbahaya bagai kaum Muslimin daripada kekufuran lainnya. Sebab, kalangan Muslim awam mudah terkecoh dengan penampilan mereka, apalagi bagi kalangan yang awam dalam bahasa arab dan syariat.

Mereka wajib dibendung. Tapi beliau mengingatkan, bahwa nahi munkar terhadap aliran 'nyeleneh' tersebut harus dilakukan sesuai petunjuk syariat. Tidak boleh nahi munkar dengan cara munkar pula atau menimbulkan fitnah baru. Sehingga tidak menyudahi kemungkaran namun akan menambah kemungkaran itu sendiri, yakni menambah umat Islam makin menyimpang akidahnya. Sebagaimana dilarangnya sedekah dengan harti hasil curian. Tapi di sini bukan larangan nahi mungkar dengan 'tangan', namun yang dilarang  adalah yang melanggar syariat. Inilah karakter Syekh Hasyim Asy'ari yang patut diteladani umat. Tegas terhadap penyimpangan Islam, teduh dalam menyikapi perbedaan furu'.

Ia salah satu tokoh nasional pejuang syari'ah. Ia adil. Kepada pengikutnya yang salah, ia tak segan membenahi, dan terhadap kelompok lain yang menyimpang, tanpa sungkan ia mengkritik. Semuanya demi Islam, demi keagungan Allah, bukan demi manusia tertentu.

Dalam kitabnya Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat mengisahkan pengalamannya. Tepatnya pada Senin 25 Rabi'ul Awwal 1355 H, Kyai Hayim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan Maulid Nabi saw. Mereka berkumpul membaca Al-Qur'an, dan sirah Nabi[12].

Akan tetapi, perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang tidak sesuai syari'at. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik, tarian, tertawa-tawa, dan permainanan yang tidak bermanfaat. Kenyataan ini membuat Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan membubarkan ritual tersebut.

Syekh Hasyim Asy'ari tidak pernah mengajarkan paham liberalisme, pluralisme, dan sekularisme. Fatwa-fatwanya cukup tegas. Tidak abu-abu. Beliau mengatakan bahwa agama Yahudi dan Kristen telah menyimpang. Hanya Islam lah agama wahyu yang orisinil, yang harus tetap dijaga dan dipeluk.

Sebab, liberalisasi dan pluralisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan perjuangan KH. Hasyim Asy'ari. "Liberalisme ini mengancam akidah dan syariah secara bertahap," ujar KH Hasyim Muzadi seperti dikutip www.nuonline.com pada 7 Februari 2009.

KH. Hasyim Asy'ari sangat menentang ide penyamaan agama, dan memerintahkan untuk melawan terhadap orang yang melecehkan Al-Qur'an, dan menentang penggunaan ra'yu mendahului nash dalam berfatwa (lihat Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama'ah). Dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam'iyati Nadlatu al-'Ulama, Syekh Hasyim mewanti agar berhati-hati jangan jatuh pada fitnah – yakni orang yang tenggelam dalam laut fitnah, bid'ah, dan dakwah mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.

Perjuangan Syekh Hasyim pada zaman dahulu adalah menerapkan syariat Islam. Untuk itulah beliau, sepulang dari belajar di Makkah mendirikan jam'iyyah Nadlatul Ulama' – sebagai wadah perjuangan melanggengkan tradisi-tradisi Islam berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Liberalisme di kalangan NU sesungguhnya telah dianggap sebagai penyimpangan yang harus diluruskan. Pada Muktamar NU di Boyolali Jawa Tengah, terbit rekomendasi dari sesepuh Kyai NU agar kepengurusan NU dan organisasi-organisasi di bawahnya dibebaskan dari orang-orang berhaluan Islam Liberal.

PWNU Jawa Timur patut menjadi teladan warga NU dalam meneruskan perjuangan Kyai Hasyim 'Asy'ari. Pada 9 Januari 2012, melalui ketuanya, KH. Mutawakil Alallah, PWNU secara resmi menyatakan bahwa Syiah sesat. "Kami harap, aparat membubarkan kelompok Syiah. Jika dibiarkan berkembang keberadaan mereka akan menabrak konstitusi. Aliran itu hanya mengakui satu pimpinan dan imam, yakni yang masih ada hubungan keluarga dengan pimpinan sebelumnya. Hal itu bisa memecah persatuan dan kesatuan bangsa," terang Mutawakkil kepada metronews.com. seperti dilansir dalam berita suara-islam.com, Kyai asal Probolinggo ini menjelaskan bahwa Syiah telah melanggar HAM karena mecaci sahabat Nabi saw. Ajaran Syiah menyebut Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan sebagai "perampok" posisi Sayidina Ali bin Abi Thalib. juga tidak mengakui Al Quran sebanyak 30 juz serta tidak mengakui Hadits Bukhari-Muslim, kecuali hadits dari Syiah sendiri. Mereka juga tidak mengakui imam di luar Sayidina Ali, sehingga mereka tidak menerima kepemimpinan presiden, gubernur, bupati/wali kota, dan seterusnya.

Ketegasan Kyai Hasyim 'Asy'ari semoga menjadi teladan baik bagi ulama di Indonesia. Tindakan nyata dan tegas hukumnya fardlu 'ain bagi para ulama' yang memiliki otoritas dalam tubuh organisasi.

Ormas-ormas Islam terbesar di Indonesia seperti NU adalah aset bangsa yang harus diselamatkan dari gempuran penyimpangan akidah. NU dan Muhammadiyah bagi muslim Indonesia adalah dua kekuatan yang perlu terus di-backup. Jika dua kekuatan ini lemah, tradisi keislaman Indonesia pun bisa punah.

 

[1] Uraian ini dapat dibaca  di Muhammad Najih Maimoen, Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal dalam Tubuh NU, (Rembang: Toko Kitab al-Anwar PP al-Anwar Sarang, 2011)

[2] http://kangdoellah.wordpress.com/2011/04/05/biografi-kh-hasyim-asy%E2%80%99ari

[3] Hasyim Asy'ari, al-Tibyan fi al-Nahyi 'an Muqatha'ati al-Arham wa al-'Aqarib wa al-Ikhwan,(Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy, tanpa tahun), hal. 32

[4] Ibid, hal. 33-34

[5] Hasyim 'Asy'ari, al-Qanun al-Asasi li Jam'iyati Nadlatu al-'Ulama, dalam al-Tibyan fi al-Nahyi 'an Muqatha'ati al-Arham wa al-'Aqarib wa al-Ikhwan,(Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy, tanpa tahun), hal. 22-23

[6] Hasyim 'Asy'ari, Risalah Ahl al-Sunnah wal Jamaah, (Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy,), hal. 9

[7] Ibid, hal. 10

[8] Ibid, hal. 14. Lihat juga Keputusan Muktamar NU I di Surabaya pada 21 Oktober 1929 dalam Ahkamul Fukoha' Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, (Surabaya; Diantama dan LT NU Jawa Timur), hal. 3

[9] Hasyim 'Asy'ari, Risalah Ahl al-Sunnah wal Jamaah, (Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy,), hal. 9

 

[10] Hasyim 'Asy'ari, Risalah Ahl al-Sunnah wal Jamaah, (Jombang: Maktabah al-Turats al-Islamiy,), hal. 11

 

[11] Hasyim Asy'ari, Al-Dhurar al-Muntastiro fi Masa'ili al-Tis'i 'Asyarah,(Kediri: PP. Lirboyo Kediri, tanpa tahun), hal. 4 dan 6

[12] Hasyim Asy'ari, Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat,(Jombang: Maktabah al-Turast al-Islamiy,tanpa tahun), hal. 9

Sumber : insists magazine

Share:

Filsafat islam ; pembahasan kimia kebahagiaan

Peneliti Insists Henri Salahuddin menjelaskan bahwa agar mencapai kebahagiaan, manusia mesti memenej  unsur-unsur untuk mencapai kebahagiaan itu. "Imam al Ghazali menyatakan bahwa partikel-partikel dalam diri manusia yang dimenej untuk mencapai kebahagiaan itu adalah: mengenal diri, mengenal Allah, mengenal hakikat dunia dan mengenal hakikat akherat. Insya Allah kebahagiaan akan diraih bila mengenal empat ini,"paparnya.

Imam Ghazali membahas masalah ini, pada kitabnya Kimiya as Sa'adah (Kimia Kebahagiaan). Karya ini adalah karya ke 45 sang Imam. "Sedang Ihya' Ulumuddin adalah karya Imam Ghazali yang ke-28,"terang Henri dihadapan puluhan peserta dua mingguan Insist pada Sabtu lalu (1/12).  Dalam Kimia as Sa'adah ini diterangkan bagaimana mendidik diri dengan cara menjauhi hal-hal yang buruk dan mencapai keutamaan dengan menghiasi diri melakukan amal-amal yang shaleh. Dalam kitab ini, menurut Henri, manusia ditanya:
Anda siapa?
Anda datang ke sini dari mana? Anda diciptakan untuk apa? Anda bahagia karena apa dan Anda sengsara karena apa?

Kemudian Imam Ghazali menjelaskan bahwa manusia mempunyai empat sifat. Pertama sifat binatang ternak, yang bahagia dengan makan, minum dan menyalurkan hasrat seksualnya. Kedua, sifat binatang buas yang bahagia bila berantem atau bertengkar. Ketiga sifat Iblis dan keempat sifat malaikat.

"Bersungguh-sungguhlah untuk mengetahui usul Anda, sehingga Anda kenal jalan menuju Tuhan. Sehingga Anda bisa menggapai kebahagiaan dan mencegah kekangan hawa nafsu syahwat dan marah. Barangsiapa mementingkan apa yang masuk dalam perut, maka nilainya sma dengan apa yang dikeluarkan,"jelas penulis buku 'Al Qur'an Dihujat' ini.

Kemudian Henri menjelaskan bahwa manusia ibarat sultan dalam kerajaan.  Akherat sebagai negeri tempat tinggalnya. Dunia ini ibarat rumah. Jiwa adalah kendaraan, syahwat adalah pegawai, dua tangan dan kaki adalah pelayan, amarah adalah polisi, quwwatul khayal adalah pejabat tinggi yang mengumpulkan informasi dari mata-mata, quwwatul hifz adalah tempat pengumpul yang dihasilkan pejabat tinggi dan akal adalah menterinya. "Ini semua tujuan akhirnya adalah mengenal Allah (beribadah) dan qalbu adalah kunci untuk mengenal Allah,"terangnya. Karena itu jangan sampai syahwat mengalahkan akal atau qalbu.

Di sini Henri mengritik keras pendapat Freud yang menyatakan bahwa manusia tidak lepas kebutuhannya dari bawah perut (seks)." Karena ada tingkatan kebutuhan atau kebahagiaan manusia yang lebih tinggi yaitu kebahagiaan karena mempunyai ilmu dan sifat-sifat yang terpuji (nafsiyah),"paparnya. Memang tidak dipungkiri, adanya kebahagiaan yang sifatnya badaniyah (atau sifat binatang ternak) seperti kebutuhan makan, seks, kesehatan dan sebagainya,. Di samping juga kebahagiaan yang sifatnya 'kharijiyah' seperti manusia gembira karena kekayaannya.

Imam Ghazali menasehatkan agar manusia tidak menuruti nafsu ammarah bis su' (nafsu keburukan/ kejahatan). Seperti perbuatan seks bebas atau seks sesama jenis (homoseksual/Lesbian), yang menjadikan manusia kedudukannya lebih rendah dari binatang. "Dan kita mesti menjauhi dari sifat-sifat tercela dan menghiasi diri kita dengan sifat-sifat terpuji seperti: iffah, sajaah, hikmah dan adalah, taubah, sabar, syukur, raja', khauf, tauhid, tawakal dan mahabbah,"papar Henri. Di sinilah Imam Ghazali menekankan pentingnya jihadul akbar, jihad melawan hawa nafsu itu.

Masalah pentingnya ilmu, ditekankan dalam diskusi Insists itu. "Ilmu dapat menimbulkan jiwa yang sakinah, dapat mengenal Allah (ma'rifatullah) dan akhirnya dapat sampai pada nafsu muthmainnah,"jelasnya.  Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya' Uluumuddin,  manusia itu ada tiga golongan, temanilah yang dua dan tinggalkanlah yang satu. Pertama, orang yang lebih pandai darimu, maka bertemanlah dengannya niscaya engkau mendapat ilmu. Kedua, orang yang lebih bodoh darimu, temanilah ia dan ajarkanlah ilmu padanya dan ketiga orang yang sombong maka jauhilah ia.*(nh)

Sumber ; insists magazine

Share:

Filsafat islam ; pembahasan kimia kebahagiaan

Peneliti Insists Henri Salahuddin menjelaskan bahwa agar mencapai kebahagiaan, manusia mesti memenej  unsur-unsur untuk mencapai kebahagiaan itu. "Imam al Ghazali menyatakan bahwa partikel-partikel dalam diri manusia yang dimenej untuk mencapai kebahagiaan itu adalah: mengenal diri, mengenal Allah, mengenal hakikat dunia dan mengenal hakikat akherat. Insya Allah kebahagiaan akan diraih bila mengenal empat ini,"paparnya.

Imam Ghazali membahas masalah ini, pada kitabnya Kimiya as Sa'adah (Kimia Kebahagiaan). Karya ini adalah karya ke 45 sang Imam. "Sedang Ihya' Ulumuddin adalah karya Imam Ghazali yang ke-28,"terang Henri dihadapan puluhan peserta dua mingguan Insist pada Sabtu lalu (1/12).  Dalam Kimia as Sa'adah ini diterangkan bagaimana mendidik diri dengan cara menjauhi hal-hal yang buruk dan mencapai keutamaan dengan menghiasi diri melakukan amal-amal yang shaleh. Dalam kitab ini, menurut Henri, manusia ditanya:
Anda siapa?
Anda datang ke sini dari mana? Anda diciptakan untuk apa? Anda bahagia karena apa dan Anda sengsara karena apa?

Kemudian Imam Ghazali menjelaskan bahwa manusia mempunyai empat sifat. Pertama sifat binatang ternak, yang bahagia dengan makan, minum dan menyalurkan hasrat seksualnya. Kedua, sifat binatang buas yang bahagia bila berantem atau bertengkar. Ketiga sifat Iblis dan keempat sifat malaikat.

"Bersungguh-sungguhlah untuk mengetahui usul Anda, sehingga Anda kenal jalan menuju Tuhan. Sehingga Anda bisa menggapai kebahagiaan dan mencegah kekangan hawa nafsu syahwat dan marah. Barangsiapa mementingkan apa yang masuk dalam perut, maka nilainya sma dengan apa yang dikeluarkan,"jelas penulis buku 'Al Qur'an Dihujat' ini.

Kemudian Henri menjelaskan bahwa manusia ibarat sultan dalam kerajaan.  Akherat sebagai negeri tempat tinggalnya. Dunia ini ibarat rumah. Jiwa adalah kendaraan, syahwat adalah pegawai, dua tangan dan kaki adalah pelayan, amarah adalah polisi, quwwatul khayal adalah pejabat tinggi yang mengumpulkan informasi dari mata-mata, quwwatul hifz adalah tempat pengumpul yang dihasilkan pejabat tinggi dan akal adalah menterinya. "Ini semua tujuan akhirnya adalah mengenal Allah (beribadah) dan qalbu adalah kunci untuk mengenal Allah,"terangnya. Karena itu jangan sampai syahwat mengalahkan akal atau qalbu.

Di sini Henri mengritik keras pendapat Freud yang menyatakan bahwa manusia tidak lepas kebutuhannya dari bawah perut (seks)." Karena ada tingkatan kebutuhan atau kebahagiaan manusia yang lebih tinggi yaitu kebahagiaan karena mempunyai ilmu dan sifat-sifat yang terpuji (nafsiyah),"paparnya. Memang tidak dipungkiri, adanya kebahagiaan yang sifatnya badaniyah (atau sifat binatang ternak) seperti kebutuhan makan, seks, kesehatan dan sebagainya,. Di samping juga kebahagiaan yang sifatnya 'kharijiyah' seperti manusia gembira karena kekayaannya.

Imam Ghazali menasehatkan agar manusia tidak menuruti nafsu ammarah bis su' (nafsu keburukan/ kejahatan). Seperti perbuatan seks bebas atau seks sesama jenis (homoseksual/Lesbian), yang menjadikan manusia kedudukannya lebih rendah dari binatang. "Dan kita mesti menjauhi dari sifat-sifat tercela dan menghiasi diri kita dengan sifat-sifat terpuji seperti: iffah, sajaah, hikmah dan adalah, taubah, sabar, syukur, raja', khauf, tauhid, tawakal dan mahabbah,"papar Henri. Di sinilah Imam Ghazali menekankan pentingnya jihadul akbar, jihad melawan hawa nafsu itu.

Masalah pentingnya ilmu, ditekankan dalam diskusi Insists itu. "Ilmu dapat menimbulkan jiwa yang sakinah, dapat mengenal Allah (ma'rifatullah) dan akhirnya dapat sampai pada nafsu muthmainnah,"jelasnya.  Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya' Uluumuddin,  manusia itu ada tiga golongan, temanilah yang dua dan tinggalkanlah yang satu. Pertama, orang yang lebih pandai darimu, maka bertemanlah dengannya niscaya engkau mendapat ilmu. Kedua, orang yang lebih bodoh darimu, temanilah ia dan ajarkanlah ilmu padanya dan ketiga orang yang sombong maka jauhilah ia.*(nh)

Sumber ; insists magazine

Share:

Rabu, 20 Januari 2016

Jilbab gaul vs jilbab syariat


 
Jilbab adalah busana muslim terusan panjang yang menutupi seluruh badan kecuali wajah, tangan dan kaki, yang biasa dipakai oleh perempuan muslim (muslimah). Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat diwajibkannya para perempuan muslimah untuk menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang artinya menghimpun atau membawa. Istilah jilbab di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim digunakan sebagai jenis pakaian dengan penamaan yang berbeda-beda, misalnya di Iran disebut chador, di Irak abaya, di Malaysia disebut tudung, sementara di Arab dan Afrika disebut hijab. Di Indonesia, istilah jilbab lebih populer sebagai busana kerudung atau penutup kepala (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi seluruh badan kecuali telapak tangan dan kaki. Kata ini sudah masuk dalam kamus besar bahasa Indonesia pada tahun 1990 bersamaan dengan populernya penggunaan jilbab di kalangan muslimah perkotaan. Adapun dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala, leher sampai ke dada.
Dewasa ini perkembangan dunia fashion semakin hari semakin berkembang pesat dengan  beragam jenis dan model, tak terkecuali jilbab. Banyak kita jumpai model jilbab sekarang ini dari yang panjangnya selutut, sedada, bahkan cuma sampai leher dengan berbagai macam warna, motif, dan model pemakaian yang bervariasi. Kebanyakan mereka yang menggunakan jibab (kerudung) yang cuma sampai leher ini adalah remaja, mahasiswa, bahkan ibu-ibu yang memang ingin tampil modis dan trendy, dan mereka menyebutnya dengan istilah jilbab gaul. Sejatinya penggunaan jilbab itu dirangkai dengan pemakaian baju yang menutup aurat, yaitu baju yang tidak ketat dan transparan yang sesuai dengan tuntunan syariat, akan tetapi melihat fenomena sekarang, pemakaian jilbab disalahgunakan bahkan jauh dari tuntunan syariat Islam. Maksudnya seorang muslimah mengenakan jilbab namun berpakaian tipis, transparan dan ketat, sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Ini menunjukkan jilbab bagi mereka hanya sebagai trend atau simbol islami saja.
Dalam ajaran islam, jilbab bukanlah selembar kain tanpa makna. Berjilbab, wajib hukumnya bagi muslimah yang sudah akil baligh. Sebagaimana dikatakan Allah SWT dalam firman-Nya:
"Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan perempuan-perempuan orang mukmin, supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak diganggu (disakiti) oleh orang jahat. Allah maha pengampun lagi pengasih" (QS: Al-Ahzab ayat 59).
 Jilbab adalah sebuah identitas keagamaan yang dimulai dari keyakinan hati, tutur hingga laku. Namun sekarang ini jilbab sudah melenceng dari fungsi utamanya. Jilbab yang semestinya untuk menutup aurat mereka jadikan hanya untuk membalut aurat, maksudnya berjilbab dengan ketentuan yang mereka buat sendiri tanpa memperhatikan tuntunan syariat, dengan alasan biar modis, cantik dan tidak ketinggalan zaman. Berjilbab merupakan dorongan hati yang paling dalam. Jangan berjilbab karena kondisi, misalnya berjilbab hanya pada waktu kuliah saja, di luar kuliah tidak berjilbab. Hal seperti itu sama saja melecehkan agama.
Fenomena jilbab gaul adalah fenomena yang membingungkan bagi setiap muslim atau muslimah yang memahami ajaran Islam dengan benar. Ini mengingat, seorang muslimah mengenakan jilbab gaul, dalam benaknya ingin menutup aurat, namun juga ingin tampil modis dan cantik. Sebagian muslimah berkomentar, "lho, masih mending memakai jilbab gaul daripada tidak berjilbab sama sekali?!" yang lainnya juga berkomentar, "ini kan masih belajar untuk menutup aurat." Memang jilbab gaul selalu dianggap lebih baik dari tidak menutup aurat sama sekali atau juga dianggap sebagai proses belajar untuk menutup aurat. Sekilas pernyatan-pernyataan tersebut tampak benar, tetapi sejatinya sungguh keliru, karena setiap muslim diharuskan untuk menjalani setiap perintah syariat secara total atau kaffah. Bagi para muslimah yang memahami benar ketentuan jilbab sesuai perintah teks Al-Qur'an dan hadits, mengenakan jilbab gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. Akan tetapi tidak ada salahnya jika diantara kita para muslimah yang sudah berjilbab secara syar'i untuk senantiasa memberi semangat kepada mereka yang masih tahap belajar menutup aurat, supaya bisa menutup aurat secara sempurna, karena bagaimanapun memakai jilbab gaul lebih baik daripada tidak beljilbab sama sekali. Yang terpenting adalah pendekatan dakwah yang baik dengan menanamkan makna dan hakikat ajaran islam yang secara intensif dan mengena supaya perlahan lahan mereka mau berjilbab secara sempurna (syar'i).
Maraknya fenomena jilbab gaul bagi remaja putri dan muslimah lain, bisa jadi disebabkan minimnya pemahaman agama, dan pengetahuan mereka mengenai jilbab, sehingga mereka hanya ikut-ikutan saja. Sebab lain, bisa jadi mereka termakan berbagai propaganda musuh-musuh islam yang ingin menggiring kaum muslimah untuk keluar rumah dalam keadaan telanjang. Propaganda-propaganda yang menyimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian adat orang arab saja, atau jilbab adalah pakaian tradisional yang kuno. Sehingga banyak dari kaum muslimah termakan olehnya dan meninggalkan jilbab yang syar'i.
Adapun ketentuan berjilbab atau menutup aurat secara syar'i yaitu yang sesuai dengan tuntunan alquran dan hadits, diantaranya:
Menutup seluruh badan, kecuali yang dikecualikan
Bukan berfungsi sebagai perhiasan, sebagaimana dalam surat an Nur ayat 31: "hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluaanya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa Nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung sampai ke dadanya………"
sebagaimana keterangan ayat di atas, jilbab di pakai untuk menutupi aurat bukan untuk perhiasan, sehingga jilbab (kerudung) pun harus menutupi dada.
Tebal, tidak transparan
Longgar dan tidak ketat
Tidak memakai parfum atau wewangian yang bisa mengundang syahwat
Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Tidak untuk popularitas
Berjilbab atau menutup aurat tidak hanya sebagai lambang keislaman saja, berjilbab merupakan perintah syariat yang wajib dilakukan. Muslimah yang berjilbab akan terlihat santun, terhormat, bermartabat dan tentunya berkpribadian muslim. Oleh karena itu berjilbab harus juga dibarengi dengan akhlak yang baik. Jangan sampai berjilbab tapi prilakunya lebih buruk dari yang tidak berjilbab. Dengan berjilbab yang syar'i berarti kita telah menjaga nama baik agama, dan tentunya akan memperoleh pahala dari Allah sebagai balasan atas ketaatan kita kepada-Nya.

Sumber : abatasa.com
 

Share:

Jilbab gaul vs jilbab syariat


 
Jilbab adalah busana muslim terusan panjang yang menutupi seluruh badan kecuali wajah, tangan dan kaki, yang biasa dipakai oleh perempuan muslim (muslimah). Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat diwajibkannya para perempuan muslimah untuk menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang artinya menghimpun atau membawa. Istilah jilbab di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim digunakan sebagai jenis pakaian dengan penamaan yang berbeda-beda, misalnya di Iran disebut chador, di Irak abaya, di Malaysia disebut tudung, sementara di Arab dan Afrika disebut hijab. Di Indonesia, istilah jilbab lebih populer sebagai busana kerudung atau penutup kepala (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi seluruh badan kecuali telapak tangan dan kaki. Kata ini sudah masuk dalam kamus besar bahasa Indonesia pada tahun 1990 bersamaan dengan populernya penggunaan jilbab di kalangan muslimah perkotaan. Adapun dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala, leher sampai ke dada.
Dewasa ini perkembangan dunia fashion semakin hari semakin berkembang pesat dengan  beragam jenis dan model, tak terkecuali jilbab. Banyak kita jumpai model jilbab sekarang ini dari yang panjangnya selutut, sedada, bahkan cuma sampai leher dengan berbagai macam warna, motif, dan model pemakaian yang bervariasi. Kebanyakan mereka yang menggunakan jibab (kerudung) yang cuma sampai leher ini adalah remaja, mahasiswa, bahkan ibu-ibu yang memang ingin tampil modis dan trendy, dan mereka menyebutnya dengan istilah jilbab gaul. Sejatinya penggunaan jilbab itu dirangkai dengan pemakaian baju yang menutup aurat, yaitu baju yang tidak ketat dan transparan yang sesuai dengan tuntunan syariat, akan tetapi melihat fenomena sekarang, pemakaian jilbab disalahgunakan bahkan jauh dari tuntunan syariat Islam. Maksudnya seorang muslimah mengenakan jilbab namun berpakaian tipis, transparan dan ketat, sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Ini menunjukkan jilbab bagi mereka hanya sebagai trend atau simbol islami saja.
Dalam ajaran islam, jilbab bukanlah selembar kain tanpa makna. Berjilbab, wajib hukumnya bagi muslimah yang sudah akil baligh. Sebagaimana dikatakan Allah SWT dalam firman-Nya:
"Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan perempuan-perempuan orang mukmin, supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak diganggu (disakiti) oleh orang jahat. Allah maha pengampun lagi pengasih" (QS: Al-Ahzab ayat 59).
 Jilbab adalah sebuah identitas keagamaan yang dimulai dari keyakinan hati, tutur hingga laku. Namun sekarang ini jilbab sudah melenceng dari fungsi utamanya. Jilbab yang semestinya untuk menutup aurat mereka jadikan hanya untuk membalut aurat, maksudnya berjilbab dengan ketentuan yang mereka buat sendiri tanpa memperhatikan tuntunan syariat, dengan alasan biar modis, cantik dan tidak ketinggalan zaman. Berjilbab merupakan dorongan hati yang paling dalam. Jangan berjilbab karena kondisi, misalnya berjilbab hanya pada waktu kuliah saja, di luar kuliah tidak berjilbab. Hal seperti itu sama saja melecehkan agama.
Fenomena jilbab gaul adalah fenomena yang membingungkan bagi setiap muslim atau muslimah yang memahami ajaran Islam dengan benar. Ini mengingat, seorang muslimah mengenakan jilbab gaul, dalam benaknya ingin menutup aurat, namun juga ingin tampil modis dan cantik. Sebagian muslimah berkomentar, "lho, masih mending memakai jilbab gaul daripada tidak berjilbab sama sekali?!" yang lainnya juga berkomentar, "ini kan masih belajar untuk menutup aurat." Memang jilbab gaul selalu dianggap lebih baik dari tidak menutup aurat sama sekali atau juga dianggap sebagai proses belajar untuk menutup aurat. Sekilas pernyatan-pernyataan tersebut tampak benar, tetapi sejatinya sungguh keliru, karena setiap muslim diharuskan untuk menjalani setiap perintah syariat secara total atau kaffah. Bagi para muslimah yang memahami benar ketentuan jilbab sesuai perintah teks Al-Qur'an dan hadits, mengenakan jilbab gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. Akan tetapi tidak ada salahnya jika diantara kita para muslimah yang sudah berjilbab secara syar'i untuk senantiasa memberi semangat kepada mereka yang masih tahap belajar menutup aurat, supaya bisa menutup aurat secara sempurna, karena bagaimanapun memakai jilbab gaul lebih baik daripada tidak beljilbab sama sekali. Yang terpenting adalah pendekatan dakwah yang baik dengan menanamkan makna dan hakikat ajaran islam yang secara intensif dan mengena supaya perlahan lahan mereka mau berjilbab secara sempurna (syar'i).
Maraknya fenomena jilbab gaul bagi remaja putri dan muslimah lain, bisa jadi disebabkan minimnya pemahaman agama, dan pengetahuan mereka mengenai jilbab, sehingga mereka hanya ikut-ikutan saja. Sebab lain, bisa jadi mereka termakan berbagai propaganda musuh-musuh islam yang ingin menggiring kaum muslimah untuk keluar rumah dalam keadaan telanjang. Propaganda-propaganda yang menyimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian adat orang arab saja, atau jilbab adalah pakaian tradisional yang kuno. Sehingga banyak dari kaum muslimah termakan olehnya dan meninggalkan jilbab yang syar'i.
Adapun ketentuan berjilbab atau menutup aurat secara syar'i yaitu yang sesuai dengan tuntunan alquran dan hadits, diantaranya:
Menutup seluruh badan, kecuali yang dikecualikan
Bukan berfungsi sebagai perhiasan, sebagaimana dalam surat an Nur ayat 31: "hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluaanya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa Nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung sampai ke dadanya………"
sebagaimana keterangan ayat di atas, jilbab di pakai untuk menutupi aurat bukan untuk perhiasan, sehingga jilbab (kerudung) pun harus menutupi dada.
Tebal, tidak transparan
Longgar dan tidak ketat
Tidak memakai parfum atau wewangian yang bisa mengundang syahwat
Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Tidak untuk popularitas
Berjilbab atau menutup aurat tidak hanya sebagai lambang keislaman saja, berjilbab merupakan perintah syariat yang wajib dilakukan. Muslimah yang berjilbab akan terlihat santun, terhormat, bermartabat dan tentunya berkpribadian muslim. Oleh karena itu berjilbab harus juga dibarengi dengan akhlak yang baik. Jangan sampai berjilbab tapi prilakunya lebih buruk dari yang tidak berjilbab. Dengan berjilbab yang syar'i berarti kita telah menjaga nama baik agama, dan tentunya akan memperoleh pahala dari Allah sebagai balasan atas ketaatan kita kepada-Nya.

Sumber : abatasa.com
 

Share:

Senin, 18 Januari 2016

Masuk surga bayar 800 ribu aja, aliran sesat apalagi ini?

BONTANG —Umat Islam di Tanjung Laut, Bontang, Kalimantan Timur dihebohkan dengan keberadaan aliran sesat yang tak mengakui keberadaan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sebagai Nabi terakhir.

Pengikut aliran ini juga tak perlu mengerjakan shalat lima waktu. Selain itu pengikut aliran ini bisa menebus dosa-dosa dengan cukup membayar Rp 800 ribu.

Dengan membayar sejumlah uang tersebut, pengikut aliran ini dijamin masuk surga.

"Masih dalam kelompok kecil saja, namun kami tetap meningkatkan kewaspadaan, karena itu aliran yang mengaku Islam tapi tidak sesuai Islam. Yang jelas yang kami lakukan pembinaan dulu. Masih di rumah saja gerakannya," ujar Kapolres Bontang AKBP Hendra Kurniawan seperti dikutip Jawa Pos.

Refrensi : voa-islam.com

Share:

Sabtu, 16 Januari 2016

Nasehat islam "islam bukan teroris"

"Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Penebar kasih sayang bagi alam semesta. Bukan agama teroris yg mengajari manusia untuk berbuat kebengisan dan kekejaman meresahkan umat manusia ataupun merusak alam sekitar. Siapapun yang melakukan teror kepada yang tidak berdosa dan meresahkan umat manusia sementara ia mengaku muslim berpakaian ala syariat dan menyerukan jihad dia sebenarnya hanya pendusta agama dan pengikut ajaran sesat atau satanisme yg terselubung."

(Ashabul-muslimin)

Share:

Nasehat islam "islam bukan teroris"

"Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Penebar kasih sayang bagi alam semesta. Bukan agama teroris yg mengajari manusia untuk berbuat kebengisan dan kekejaman meresahkan umat manusia ataupun merusak alam sekitar. Siapapun yang melakukan teror kepada yang tidak berdosa dan meresahkan umat manusia sementara ia mengaku muslim berpakaian ala syariat dan menyerukan jihad dia sebenarnya hanya pendusta agama dan pengikut ajaran sesat atau satanisme yg terselubung."

(Ashabul-muslimin)

Share:

Jumat, 15 Januari 2016

Kenapa kita wajib dakwah ?

Penulis: ust.Abu Mushlih Ari

Berikut poin poin yg kami dapatkan dari ustadz

1. Dakwah merupakan jalan hidup Rasul dan pengikutnya
Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Katakanlah, Inilah jalanku; aku menyeru kepada Allah di atas landasan ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…" (Qs. Yusuf: 108)

Berdasarkan ayat yang mulia ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengambil sebuah pelajaran yang amat berharga, yaitu: Dakwah ila Allah (mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah) merupakan jalan orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana yang beliau tuliskan di dalam Kitab Tauhid bab Ad-Du'a ila syahadati an la ilaha illallah (Ibthal At-Tandid, hal. 44).

[2] Dakwah merupakan karakter orang-orang yang muflih (beruntung)

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma'ruf, melarang yang mungkar. Mereka itulah sebenarnya orang-orang yang beruntung." (Qs. Ali-'Imran: 104)
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan riwayat dari Abu Ja'far Al-Baqir setelah membaca ayat "Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan" maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Yang dimaksud kebaikan itu adalah mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah-ku." (HR. Ibnu Mardawaih) (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, jilid 2 hal. 66)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Benar-benar kalian harus memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Allah akan mengirimkan untuk kalian hukuman dari sisi-Nya kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya namun permohonan kalian tak lagi dikabulkan." (HR. Ahmad, dinilai hasan Al-Albani dalam Sahih Al-Jami' hadits no. 7070. Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, jilid 2 hal. 66)

[3] Dakwah merupakan ciri umat yang terbaik

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, kalian perintahkan yang ma'ruf dan kalian larang yang mungkar, dan kalian pun beriman kepada Allah…" (Qs. Ali-'Imran: 110)
Ibnu Katsir mengatakan, "Pendapat yang benar, ayat ini umum mencakup segenap umat (Islam) di setiap jaman sesuai dengan kedudukan dan kondisi mereka masing-masing. Sedangkan kurun terbaik di antara mereka semua adalah masa diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian generasi sesudahnya, lantas generasi yang berikutnya." (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, jilid 2 hal. 68)
[4] Dakwah merupakan sikap hidup orang yang beriman
Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar,…" (Qs. At-Taubah: 71)
Inilah sikap hidup orang yang beriman, berseberangan dengan sikap hidup orang-orang munafiq yang justru memerintahkan yang mungkar dan melarang dari yang ma'ruf. Allah ta'ala menceritakan hal ini dalam firman-Nya (yang artinya), "Orang-orang munafiq lelaki dan perempuan, sebahagian mereka merupakan penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang mungkar dan melarang yang ma'ruf…" (Qs. At-Taubah: 67)

[5] Meninggalkan dakwah akan membawa petaka

Allah ta'ala berfirman tentang kedurhakaan orang-orang kafir Bani Isra'il (yang artinya), "Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra'il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu." (Qs. Al-Ma'idah: 78-79)
Syaikh As-Sa'di rahimahullah menjelaskan, "Tindakan mereka itu (mendiamkan kemungkaran) menunjukkan bahwa mereka meremehkan perintah Allah, dan kemaksiatan mereka anggap sebagai perkara yang sepele. Seandainya di dalam diri mereka terdapat pengagungan terhadap Rabb mereka niscaya mereka akan merasa cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar dan mereka pasti akan marah karena mengikuti kemurkaan-Nya…" (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)
Di antara dampak mendiamkan kemungkaran adalah kemungkaran tersebut semakin menjadi-jadi dan bertambah merajalela. Syaikh As-Sa'di telah memaparkan akibat buruk ini, "Sesungguhnya hal itu (mendiamkan kemungkaran) menyebabkan para pelaku kemaksiatan dan kefasikan menjadi semakin lancang dalam memperbanyak perbuatan kemaksiatan tatkala perbuatan mereka tidak dicegah oleh orang lain, sehingga keburukannya semakin menjadi-jadi. Musibah diniyah dan duniawiyah yang timbul pun semakin besar karenanya. Hal itu membuat mereka (pelaku maksiat) memiliki kekuatan dan ketenaran. Kemudian yang terjadi setelah itu adalah semakin lemahnya daya yang dimiliki oleh ahlul khair (orang baik-baik) dalam melawan ahlusy syarr (orang-orang jelek), sampai-sampai suatu keadaan di mana mereka tidak sanggup lagi mengingkari apa yang dahulu pernah mereka ingkari." (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)

[6] Orang yang berdakwah adalah yang akan mendapatkan pertolongan Allah

Allah berfirman (yang artinya), "Dan sungguh Allah benar-benar akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka itu adalah orang-orang yang apabila kami berikan keteguhan di atas muka bumi ini, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar. Dan milik Allah lah akhir dari segala urusan." (Qs. Al-Hajj: 40-41)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengaku membela agama Allah namun tidak memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan (mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma'ruf dan melarang yang mungkar) maka dia adalah pendusta (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 540).

[7] Dakwah, bakti anak kepada sang bapak

Allah ta'ala mengisahkan nasihat indah dari seorang bapak teladan yaitu Luqman kepada anaknya. Luqman mengatakan (yang artinya), "Hai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar, dan bersabarlah atas musibah yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang diwajibkan (oleh Allah)." (Qs. Luqman: 17)
Allah juga menceritakan dakwah Nabi Ibrahim kepada bapaknya. Allah berfirman (yang artinya), "Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim yang terdapat di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an). Sesungguhnya dia adalah seorang yang jujur lagi seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya; Wahai ayahku. Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak bisa mencukupi dirimu sama sekali? Wahai ayahku. Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku. Janganlah menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu selalu durhaka kepada Dzat Yang Maha Penyayang." (Qs. Maryam: 41-44)

[8] Dakwah, alasan bagi hamba di hadapan Rabbnya

Allah berfirman (yang artinya), "Dan ingatlah ketika suatu kaum di antara mereka berkata, 'Mengapa kalian tetap menasihati suatu kaum yang akan Allah binasakan atau Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang amat keras?' Maka mereka menjawab, 'Agar ini menjadi alasan bagi kami di hadapan Rabb kalian dan semoga saja mereka mau kembali bertakwa'." (Qs. Al-A'raaf: 164)
Syaikh As-Sa'di rahimahullah mengatakan, "Inilah maksud paling utama dari pengingkaran terhadap kemungkaran; yaitu agar menjadi alasan untuk menyelamatkan diri (di hadapan Allah), serta demi menegakkan hujjah kepada orang yang diperintah dan dilarang dengan harapan semoga Allah berkenan memberikan petunjuk kepadanya sehingga dengan begitu dia akan mau melaksanakan tuntutan perintah atau larangan itu." (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 307)
Allah berfirman (yang artinya), "Para rasul yang kami utus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan itu, agar tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk mengelak setelah diutusnya para rasul. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. An-Nisaa': 165).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabat pada hari raya kurban. Beliau berkata, "Wahai umat manusia, hari apakah ini?" Mereka menjawab, "Hari yang disucikan." Lalu beliau bertanya, "Negeri apakah ini?" Mereka menjawab, "Negeri yang disucikan." Lalu beliau bertanya, "Bulan apakah ini?" Mereka menjawab, "Bulan yang disucikan." Lalu beliau berkata, "Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah disucikan tak boleh dirampas dari kalian, sebagaimana sucinya hari ini, di negeri (yang suci) ini, di bulan (yang suci) ini." Beliau mengucapkannya berulang-ulang kemudian mengangkat kepalanya seraya mengucapkan, "Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikannya? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikannya?"… (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah ayyama Mina. Hadits no. 1739)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, "Sesungguhnya beliau mengucapkan perkataan semacam itu (Ya Allah bukankah aku sudah menyampaikannya) disebabkan kewajiban yang dibebankan kepada beliau adalah sekedar menyampaikan. Maka beliau pun mempersaksikan kepada Allah bahwa dirinya telah menunaikan kewajiban yang Allah bebankan untuk beliau kerjakan." (Fath Al-Bari, jilid 3 hal. 652).
[9] Dakwah tali pemersatu umat
Setelah menyebutkan kewajiban untuk berdakwah atas umat ini, Allah melarang mereka dari perpecahan, "Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah keterangan-keterangan datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang berhak menerima siksaan yang sangat besar." (Qs. Ali-'Imran: 105)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Kalaulah bukan karena amar ma'ruf dan nahi mungkar niscaya umat manusia (kaum muslimin) akan berpecah belah menjadi bergolong-golongan, tercerai-berai tak karuan dan setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki…" (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 102)
***

Share:

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive