"Ungkapan pemikiran sederhana untuk pembenahan diri"

Selasa, 30 April 2013

Qunut Shubuh Mazhab Syafi'i


(Dikutip Dari Kitab: Kifâyat al-Akhyâr fi Hall Ghâyat al-Ikhtishâr,
Karya: Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Juz: 1, halaman: 114-115).
(كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار، تقي الدين أبو بكر بن محمد الحسيني الحصني الدمشقي الشافعي: جـ: 1، صـ: 114-115).

وأما القنوت فيستحب في اعتدال الثانية في الصبح لما رواه أنس رضي الله عنه قال: {ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا} رواه الإمام أحمد وغيره قال ابن الصلاح: قد حكم بصحته غير واحد من الحفاظ: منهم الحاكم والبيهقي والبلخي قال البيهقي: العمل بمقتضاه عن الخلفاء الأربعة،
Adapun Qunut, maka dianjurkan pada I’tidal kedua dalam shalat Shubuh berdasarkan riwayat Anas, ia berkata: “Rasulullah Saw terus menerus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan imam lainnya. Imam Ibnu ash-Shalah berkata, “Banyak para al-Hafizh (ahli hadits) yang menyatakan hadits ini adalah hadits shahih. Diantara mereka adalah Imam al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Balkhi”. Al-Baihaqi berkata, “Membaca doa Qunut pada shalat Shubuh ini berdasarkan tuntunan dari empat Khulafa’ Rasyidin”.

وكون القنوت في الثانية رواه البخاري في صحيحه وكونه بعد رفع الرأس من الركوع فلما رواه الشيخان عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: {لما قنت في قصة قتلى بئر معونة قنت بعد الركوع فقسنا عليه قنوت الصبح} نعم في الصحيحين عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم {كان يقنت قبل الرفع من الركوع} قال البيهقي: لكن رواة القنوت بعد الرفع أكثر وأحفظ فهذا أولى فلو قنت قبل الركوع قال في الروضة: لم يجزئه على الصحيح ويسجد للسهو على الأصح.
Bahwa Qunut Shubuh itu pada rakaat kedua berdasarkan riwayat Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya. Bahwa doa Qunut itu setelah ruku’, menurut riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah Saw membaca doa Qunut pada kisah korban pembunuhan peristiwa sumur Ma’unah, beliau membaca Qunut setelah ruku’. Maka kami Qiyaskan Qunut Shubuh kepada riwayat ini. Benar bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw membaca doa Qunut sebelum ruku’. Al-Baihaqi berkata: “Akan tetapi para periwayat hadits tentang Qunut setelah ruku’ lebih banyak dan lebih hafizh, maka riwayat ini lebih utama”. Jika seseorang membaca Qunut sebelum ruku’, Imam Nawawi berkata dalam kitab ar-Raudhah, “Tidak sah menurut pendapat yang shahih, ia mesti sujud sahwi menurut pendapat al-Ashahh”.



 ولفظ القنوت
 {اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت}
 هكذا رواه أبو داود والترمذي والنسائي وغيرهم بإسناد صحيح أعني بإثبات الفاء في فإنك وبالواو في وإنه لا يذل. قال الرافعي: وزاد العلماء {ولا يعز من عاديت} قبل {تباركت ربنا وتعاليت}، وقد جاءت في رواية البيهقي، وبعده {فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب إليك}. واعلم أن الصحيح أن هذا الدعاء لا يتعين حتى لو قنت بآية تتضمن دعاء، وقصد القنوت تأدت السنة بذلك،
Lafaz Qunut:
“Ya Allah, berilah hidayah kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri hidayah. Berikanlah kebaikan kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri kebaikan. Berikan aku kekuatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kekuatan. Berkahilah bagiku terhadap apa yang telah Engkau berikan. Peliharalah aku dari kejelekan yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau menetapkan dan tidak ada sesuatu yang ditetapkan bagi-Mu. Tidak ada yang merendahkan orang yang telah Engkau beri kuasa. Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung”.
Demikian diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan lainnya dengan sanad sahih. Maksud saya, dengan huruf Fa’ pada kata: فإنكdan huruf Waw pada kata: وإنه لا يذل.
Imam ar-Rafi’i berkata: “Para ulama menambahkan kalimat: ولا يعز من عاديت(Tidak ada yang dapat memuliakan orang yang telah Engkau hinakan). Sebelum kalimat: تباركت ربنا وتعاليت (Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung).
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi disebutkan, setelah doa ini membaca doa:
فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب إليك
(Segala puji bagi-Mu atas semua yang Engkau tetapkan. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu).
Ketahuilah bahwa sebenarnya doa ini tidak tertentu. Bahkan jika seseorang membaca Qunut dengan ayat yang mengandung doa dan ia meniatkannya sebagai doa Qunut, maka sunnah telah dilaksanakan dengan itu.

ويقنت الإمام بلفظ الجمع بل يكره تخصيص نفسه بالدعاء لقوله صلى الله عليه وسلم {لا يؤم عبد قوماً فيخص نفسه بدعوة دونهم فإن فعل فقد خانهم} رواه أبو داود والترمذي وقال: حديث حسن، ثم سائر الأدعية في حق الإمام كذلك أي يكره له إفراد نفسه صرح به الغزالي في الإحياء وهو مقتضى كلام الأذكار للنووي.
Imam membaca Qunut dengan lafaz jama’, bahkan makruh bagi imam mengkhususkan dirinya dalam berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: “Janganlah seorang hamba mengimami sekelompok orang, lalu ia mengkhususkan dirinya dengan suatu doa tanpa mengikutsertakan mereka. Jika ia melakukan itu, maka sungguh ia telah mengkhianati mereka”. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi. Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan”. Kemudian demikian juga halnya dengan semua doa-doa, makruh bagi imam mengkhususkan dirinya saja. Demikian dinyatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin. Demikian juga makna pendapat Imam Nawawi dalam al-Adzkar.

 والسنة أن يرفع يديه ولا يمسح وجهه لأنه لم يثبت قاله البيهقي ولا يستحب مسح الصدر بلا خلاف بل نص جماعة على كراهته قاله في الروضة. ويستحب القنوت في آخر وتره وفي النصف الثاني من رمضان كذا رواه الترمذي عن علي رضي الله عنه وأبو داود عن أبي بن كعب، وقيل يقنت كل السنة في الوتر قاله النووي في التحقيق فقال: إنه مستحب في جميع السنة، قيل يقنت في جميع رمضان، ويستحب فيه قنوت عمر رضي الله عنه ويكون قبل قنوت الصبح قاله الرافعي وقال النووي: الأصح بعده لأن قنوت الصبح ثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم في الوتر فكان تقديمه أولى، والله أعلم.

Sunnah mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah, karena tidak ada riwayat tentang itu. Demikian dinyatakan oleh al-Baihaqi. Tidak dianjurkan mengusap dada, tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Bahkan sekelompok ulama menyebutkan secara nash bahwa hukum melakukan itu makruh, demikian disebutkan Imam Nawawi dalam ar-Raudhah. Dianjurkan membaca Qunut di akhir Witir dan pada paruh kedua bulan Ramadhan. Demikian diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Imam Ali dan Abu Daud dari Ubai bin Ka’ab. Ada pendapat yang mengatakan dianjurkan membaca Qunut pada shalat Witir sepanjang tahun, demikian dinyatakan Imam Nawawi dalam at-Tahqiq, ia berkata: “Doa Qunut dianjurkan dibaca (dalam shalat Witir) sepanjang tahun”. Ada pendapat yang mengatakan bahwa doa Qunut dibaca di sepanjang Ramadhan. Dianjurkan agar membaca doa Qunut riwayat Umar, sebelum Qunut Shubuh, demikian dinyatakan oleh Imam ar-Rafi’i. Imam Nawawi berkata, “Menurut pendapat al-Ashahh, doa Qunut rirwayat Umar dibaca setelah doa Qunut Shubuh. Karena riwayat Qunut Shubuh kuat dari Rasulullah Saw pada shalat Witir. Maka lebih utama untuk diamalkan. Wallahu a’lam.
Share:

Qabliyah Shubuh Setelah Shubuh.

Pertanyaan:
Bagaimana pelaksanaan shalat Qabliyah shubuh jika terlambat?

Jawaban:
قضاء سنة الفجر بعد صلاة الفجر لا بأس به على القول الراجح، ولا يعارض ذلك حديث النهي عن الصلاة بعد صلاة الفجر؛ لأن المنهي عنه الصلاة التي لا سبب لها، ولكن إن أخر قضاءها إلى الضحى، ولم يخش من نسيانها، أو الانشغال عنها فهو أولى.
Qadha’ sunnat Fajar (Qabliyah Shubuh) setelah shalat Shubuh hukumnya boleh menurut pendapat yang kuat (rajih). Tidak bertentangan dengan hadits larangan melaksanakan shalat setelah shalat Shubuh, karena yang dilarang adalah shalat yang tidak ada sebabnya. Akan tetapi jika qadha’ sunnat fajar tersebut ditunda pelaksanaannya hingga waktu Dhuha, tidak khawatir terlupa, atau sibuk, maka itu lebih baik.  (Majmu Fatawa wa Rasa’il Ibn ‘Utsaimin: Juz.14, hal.242).
Share:

Senin, 29 April 2013

Nabi Pakai Cincin


Pertanyaan:
Apakah Nabi Muhammad Saw pakai cincin? di sebelah kanan apa kiri? pada jari bagian mana?

Jawaban:
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi disebutkan:

قَوْله فِي حَدِيث طَلْحَة بْن يَحْيَى وَسُلَيْمَان بْن بِلَال ( عَنْ يُونُس عَنْ اِبْن شِهَاب عَنْ أَنَس رَضِيَ اللَّه عَنْهُ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَم فِضَّة فِي يَمِينه ). وَفِي حَدِيث حَمَّاد بْن سَلَمَة عَنْ ثَابِت عَنْ أَنَس : ( كَانَ خَاتَم النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ ، وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَر مِنْ يَده الْيُسْرَى ) ، وَفِي حَدِيث عَلِيّ : ( نَهَانِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَخَتَّمُ فِي أُصْبُعِي هَذِهِ أَوْ هَذِهِ ، فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَاَلَّتِي تَلِيهَا ) ، وَرُوِيَ هَذَا الْحَدِيث فِي غَيْر مُسْلِم : ( السَّبَّابَة وَالْوُسْطَى ) وَأَجْمَع الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ السُّنَّة جَعْل خَاتَم الرَّجُل فِي الْخِنْصَر ، وَأَمَّا الْمَرْأَة فَإِنَّهَا تَتَّخِذ خَوَاتِيم فِي أَصَابِع .
Dari hadits Thalhah bin Yahya dan Sulaiman bin Bilal. Dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Anas, sesungguhnya Rasulullah Saw memakai cincin perak di sebelah kanan.
Dalam hadits Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas: cincin Rasulullah Saw di sini”. Ia menunjuk jari kelingking  kanan kiri.
Dalam hadits Ali: “Rasulullah Saw melarang saya memakai cincin di jari ini dan ini”. ia menunjuk jari tengah dan jari di sampingnya (telunjuk). Diriwayatkan dalam kitab lain selain Shahih Muslim: “Jari telunjuk dan jari tengah”. Kaum muslimin sepakat bahwa Sunnah meletakkan cincin di jari kelingking. Sedangkan perempuan memakai cincin di jari jemarinya.


وَأَمَّا الْحُكْم فِي الْمَسْأَلَة عِنْد الْفُقَهَاء فَأَجْمَعُوا عَلَى جَوَاز التَّخَتُّم فِي الْيَمِين ، وَعَلَى جَوَازه فِي الْيَسَار ، وَلَا كَرَاهَة فِي وَاحِدَة مِنْهُمَا ، اِخْتَلَفُوا أَيَّتهمَا أَفْضَل ؟ فَتَخَتَّمَ كَثِيرُونَ مِنْ السَّلَف فِي الْيَمِين ، وَكَثِيرُونَ فِي الْيَسَار ، وَاسْتَحَبَّ مَالِك الْيَسَار ، وَكَرِهَ الْيَمِين . وَفِي مَذْهَبنَا وَجْهَانِ لِأَصْحَابِنَا : الصَّحِيح أَنَّ الْيَمِين أَفْضَل لِأَنَّهُ زِينَة ، وَالْيَمِين أَشْرَفَ ، وَأَحَقّ بِالزِّينَةِ وَالْإِكْرَام
Adapun hikmah dalam masalah ini menurut para ahli Fiqh, mereka sepakat bahwa memakai cincin di sebelah kanan, boleh di sebelah kiri, tidak makruh di kanan atau di kiri. Mereka ikhtilaf, di sebelah mana yang lebih afdhal? Banyak kalangan Salaf yang memakai cincin di sebelah kanan, banyak juga yang memakai di sebelah kiri. Imam Malik menganjurkan di sebelah kiri, makruh di sebelah kanan. Menurut Mazhab Syafi’I, ada dua pendapat: menurut pendapat yang shahih sebelah kanan lebih afdhal, karena perhiasan, sebelah kanan itu lebih mulia dan lebih berhak untuk diberi perhiasan serta lebih memberikan kemuliaan.
Share:

Jumat, 26 April 2013

Mengakhirkan Shalat Isya'


Pertanyaan:
Apakah boleh menunda shalat Isya’?

Jawaban:
Hadits Pertama:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ ».
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Kalaulah bukan karena memberatkan bagi ummatku, pastilah aku perintahkan mereka menunda shalat Isya’ hingga sepertiga atau setengah malam”. (HR. at-Tirmidzi).
Pendapat Kedua:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى ». وَفِى حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ « لَوْلاَ أَنْ يَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى ».
Dari Aisyah, ia berkata: “Pada suatu malam Rasulullah Saw mengakhirkan shalat Isya’ hingga sebagian besar malam telah berlalu dan hingga jamaah telah tertidur, kemudian Rasulullah Saw keluar dan melaksanakan shalat, beliau bersabda: “Sesungguhnya inilah waktunya, kalaulah bukan karena memberatkan bagi ummatku”. Dalam hadits riwayat Abdurrazzaq: “Kalaulah bukan karena memberatkan bagi ummatku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Hadits Ketiga:
وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا وَأَحْيَانًا يُعَجِّلُ
Dan shalat Isya’, terkadang Rasulullah Saw mengakhirkannya dan terkadang menyegerakannya. (Hadits riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah, penjelasan tentang waktu shalat).

Pendapat Imam at-Tirmidzi:
وَهُوَ الَّذِى اخْتَارَهُ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَالتَّابِعِينَ وَغَيْرِهِمْ رَأَوْا تَأْخِيرَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ الآخِرَةِ وَبِهِ يَقُولُ أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ.
(Mengakhirkan shalat Isya’), Ini adalah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama dari kalangan shahabat nabi, tabi’in dan selain mereka. Menurut mereka pelaksanaan Isya’ diakhirkan, demikian menurut pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq. (Sumber: Kitab Sunan at-Tirmidzi).
 Pendapat ulama Arab Saudi Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid:
وقد اعتاد الناس في بعض البلاد تأخير صلاة العشاء في رمضان نصف ساعة أو نحواً من هذا عن أول وقتها ، حتى يفطر الناس على مهل ويستعدوا
لصلاة العشاء والتراويح .
وهذا العمل لا بأس به ، بشرط ألا يؤخر الإمام الصلاة إلى حد يشق على المأمومين كما سبق .
والأولى في هذا الرجوع إلى أهل المسجد ، والاتفاق معهم على وقت الصلاة ، فهم أعلم بما يناسبهم .
والله أعلم .
Banyak orang terbiasa mengakhirkan shalat Isya di sebagian negeri pada bulan Ramadhan hingga setengah jam atau sekitar itu dari waktunya, agar orang banyak dapat berbuka dengan nyaman dan bersiap-siap melaksanakan shalat Isya’ dan Tarawih. Perbuatan seperti ini boleh dilakukan dengan syarat imam tidak boleh mengakhirkan shalat Isya’ hingga memberatkan ma’mum. Masalah ini kembali kepada jamaah masjid, kesepakatan mereka, mereka lebih mengerti waktu yang sesuai bagi mereka, wallahu a’lam. (Sumber: Fatawa al-Islam, juz.1, hal.3882).

Share:

Kamis, 25 April 2013

Mewaspadai Cinta Buta antara Pria dan Wanita

by www.ashabul-muslimin.tk

Dalam hubungan antara pria dan wanita, pembentukan ikatan di antara keduanya, di luar yang diridhai Allah, merupakan salah satu faktor paling kritis yang menuntun pada "kemusyrikan". Ikatan itu bisa berupa pernikahan, atau "hidup bersama", yang sudah diterima semakin luas.

Dalam cinta dengan pemahaman romantik ini, "dua sejoli" menunjukkan kepada satu sama lain semua kewajiban yang seharusnya ditujukan kepada Allah, dan mereka menunjukkan kepada satu sama lain perasaan yang seharusnya diberikan kepada Allah, seolah-olah mereka memiliki eksistensi terpisah dari-Nya. Individu-individu ini, alih-alih mengingat Allah, hanya memikirkan satu sama lain. Ketika mereka membuka mata di pagi hari, alih-alih bersyukur kepada sang Pencipta untuk hari baru itu, mereka saling memikirkan, mencari cara untuk menyenangkan satu sama lain, bukan menye-nangkan Allah. Mereka mau mengorbankan diri bagi satu sama lain, tetapi tidak bagi Allah.

Singkatnya, masing-masing menuhankan yang lainnya. Demikian pula, ketika kita memperhatikan pelbagai contoh tentang pemahaman cinta yang menyimpang ini, yang telah meluas di seluruh dunia, kita akan menemukan bahwa pria dan wanita romantik dengan terbuka saling mengatakan, "Aku memujamu," "Ke mana pun aku pergi, aku selalu memikirkanmu," dan pernyataan-pernyataan lain sejenisnya. Namun, sebenarnya ke mana pun seseorang melihat, dan ke mana pun dia pergi, satu-satunya Dzat yang pantas dipuja adalah Allah, Tuhan Semesta Alam.

Seperti yang telah kita kaji, cinta romantik tampaknya menjadi jenis cinta tanpa dosa, padahal ia sejenis "kemusyrikan", yang sangat tercela dalam pandangan Allah. Namun, setan membutakan orang-orang dari kebenaran, dan begitu pula dalam masalah ini, dia lagi-lagi membe-lokkan kebenaran untuk membuatnya tampak menyenangkan, dan membuat orang-orang mengikuti jalan yang ditunjukannya kepada mereka:

 

"Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih." (QS. An-Nahl, 16: 63)

 

"Dan (juga) kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam." (QS. Al 'Ankabuut, 29: 38)

 

Al Quran meminta perhatian khusus pada nafsu menyimpang yang dirasakan bagi seorang wanita dalam jenis cinta romantik ini. Penerima cinta ini bisa jadi wanita mana pun: istri, kekasih, bahkan, cinta "platonik" jarak jauh. Jika cinta jenis ini mencegah seseorang dari mengingat Allah sebagaimana seharusnya, atau membuatnya lebih memilih kekasihnya dalam hati daripada Allah, berarti cinta sudah menuntun orang itu ke dalam kemusyrikan. Tentu saja, ancaman ini berlaku bukan hanya bagi laki-laki, melainkan juga wanita.

Orang-orang yang hidup terperangkap dalam hubungan romantis pria-wanita ini, sering tidak menyadari bahaya yang dimasukinya. Disebabkan kenyataan bahwa sejak masa kanak-kanak mereka telah mengikuti petunjuk dari masyarakat yang salah arah, tanpa mengetahui bahwa Al-Quran adalah satu-satunya pembimbing mereka ke jalan yang benar, maka mereka benar-benar tidak menyadari bahwa jalan hidup yang mereka tempuh adalah jalan yang salah dalam pandangan Allah. Karena mereka menjalani kehidupan tanpa kesadaran akan Allah, mereka menjadi terjebak di dalam lumpur kebodohan, walaupun, seperti yang disebutkan sebelumnya, mereka meyakini jalan mereka benar. Namun, karena mereka tidak mempunyai keimanan kepada Allah, kearifan dan pemahaman mereka menjadi buta.

Terperangkap dalam cinta tanpa akal, pria dan wanita, yang memuja satu sama lain, terkadang dituntun merusak diri-sendiri. Misalnya, sepasang remaja yang saling mencintai bisa teperdaya hingga mencari kesenangan dengan bunuh diri. Apabila keadaan tidak mengizinkan keduanya bersatu, mereka akan meloncat dari jembatan sambil berpegangan tangan dengan maksud melanggengkan cinta mereka, atau agar "jiwa mereka bisa bersatu selama-lamanya," atau motif-motif irasional lainnya. Namun, dalam melakukan perbuatan seperti itu, mereka tidak sadar bahwa sebenarnya mereka melemparkan diri sendiri ke dalam rahang neraka. Dalam melakukan perbuatan terlarang seperti itu, tanpa melihat kesalahan di dalamnya, mereka yakin akan disatukan lagi bukan dengan Allah tetapi dengan satu sama lain setelah kematian. Mereka baru sadar ketika mereka melihat Malaikat Maut pada saat-saat terakhir, tetapi itu sudah terlambat. Kita bisa membaca berita koran tentang surat-surat menyedihkan yang ditinggalkan orang-orang yang bunuh diri karena cinta tidak terbalas. Ini adalah contoh nyata bagaimana romantisisme bisa sepenuhnya menutupi pikiran dan hati nurani.

Namun, ketika kain penutup mata disingkirkan, dan orang itu melihat bahwa ancaman siksaan abadi itu nyata, akhirnya dia akan mencoba menyelamatkan diri sendiri dengan menawarkan tebusan berupa kekasihnya yang secara buta telah dipuja dan dituhankannya di bawah pengaruh romantisisme. Apa yang akan dilakukan oleh orang-orang ini digambarkan dalam ayat Al Quran sebagai berikut:

 

"Sedang mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya." (QS. Al Ma'aarij, 70: 11-14)

 

Situasi yang sama digambarkan dalam ayat lain:

 

"Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya." (QS. 'Abasa, 80: 34-37)

 

Jenis cinta romantis yang menuju kemusyrikan telah diterima dalam masyarakat sebagai "tanpa dosa", seperti "romans murni" dan "perasaan sejati"; bahkan sering dipuji dan didukung. Pada usia mudalah biasanya orang-orang terjerumus ke dalam pengaruh romantisisme, yang mencegah pengembangan pikiran dan hati nurani mereka, serta membiarkan diri mereka tidak mengenal agama, keimanan, dan tujuan penciptaan. Mereka sudah melupakan Allah, dan tidak tahu apa pun tentang cinta atau takwa kepada-Nya. Kemudian kemusyrikan menjadi umum dilakukan oleh generasi salah asuhan ini.

Televisi dan film-film sering memaksakan tokoh-tokoh romantis dan emosional pada para penonton. Mereka berkeras menyatakan bahwa sentimentalitas hanyalah kecenderungan alamiah pada manusia. Romans merupakan salah satu tema musik, puisi, dan sastra yang paling konsisten dan mudah dipasarkan. Setan tahu benar bahwa sentimentalitas adalah penyakit yang mencegah orang-orang berpikir lurus, mengenal realita, memikirkan Allah, dan merenungkan tujuan-tujuan penciptaan dan akhirat, dan bahwa sentimentalitas menjauhkan orang-orang dari mempraktikkan agama, dan akhirnya membawa mereka ke dalam kemusyrikan. Karena itu, setan terus berusaha menyesatkan masyarakat pada setiap kesempatan dengan memborbardirkan tema-tema sentimental secara konstan dan intensif.

Jadi, mereka yang berpikiran bahwa kemusyrikan hanya merujuk pada penyembahan tuhan-tuhan palsu, atau patung-patung batu atau kayu, sebaiknya berhati-hati agar tidak menganggap dirinya kebal dari masalah ini, atau menjadi salah seorang dari mereka yang akan berkata pada hari akhir, "Demi Allah, Tuhan kami, Kami bukan orang Musyrik." (QS. Al An'aam, 6: 23)


Wallahu alam


Sumber (e-book  harun yahya)

Share:

Arsip Situs

Online now

Show Post

Blog Archive